Pada tahun 2020, seperti dilansir dalam laporan World Happines Report, Swedia menduduki peringkat 10 besar dalam hal kebahagiaan penduduknya. Lantas, apa yang membuat Swedia masuk ke dalam jajaran elit negara berpenduduk terbahagia di dunia?
Hal ini tidak lain lain karena filosofi hidup orang Swedia, yakni Lagom. Dalam keseharian bangsa Nordic ini, Lagom bukanlah sekadar kata. Lagom merupakan substansi dari gaya hidup masyarakat Swedia.
Secara sederhana, Lagom berarti pas. Tidak terlalu banyak, tapi juga tidak terlalu sedikit. Tampak sederhana memang. Ajaibnya, filosofi tersebut sangat membekas. Daya magis Lagom terletak pada keberhasilannya dalam menguasai sudut pandang dan cara hidup orang Swedia, baik dalam tataran individual maupun kelompok.
Kontribusi nyata Lagom adalah keberpihakannya dalam menghadirkan keserasian individual. Lagom menuntun para penganutnya untuk mampu menemukan kepuasan dalam diri di mana pun mereka berada dan dalam situasi apa pun.
Setidaknya hal-hal itulah yang saya tangkap setelah menuntaskan pembacaan atas buku Lagom oleh Penerbit Renebook. Lola A. Akerstrom adalah penulis, pembicara, dan fotografer peraih penghargaan National Geographic Creative.
Dalam buku ini, Lola A. Akerstrom membedah secara terperinci tentang rahasia hidup bahagia Orang Swedia. Ia membagi pembahasan dalam bukunya ini menjadi sepuluh bab, seperti Kultur + Emosi, Makanan + Perayaan, Kesehatan + Kesejahteraan, dan sebagainya.
Buku ini terbilang unik sebab ditulis oleh orang yang dibesarkan di Nigeria. Buku ini lahir dari perpaduan antara dedikasi penulisnya sebagai orang luar dan keintimannya dalam berhubungan dengan orang Swedia.
Asal Mula Filosofi Lagom
Sebagai sebuah gaya hidup, Lagom memiliki sejarah panjang. Meski bangsa Swedia tak tahu kapan pastinya Lagom menjadi kesadaran bersama, ia mulai tumbuh antara abad ke-8 dan ke-11 M, sejak era kaum Viking.
Tradisi kaum Viking yang suka meminum Mead, minuman beralkohol dari madu yang diawetkan, setelah lelah menjarah diyakini sebagai awal mula pola pikir Lagom. Segelas Mead yang diminum secara bergantian membuat kaum Viking harus meminum bagiannya dengan tidak berlebihan.
Semenjak itu Lagom mulai bergeser pemaknaannya. Pada akhirnya, Lagom merupakan lambang dari moderasi antar dua hal yang bertentangan, tetapi saling berkesinambungan. Lagom adalah pertemuan antara sesuatu yang tidak berlebihan dan tidak terlalu kekurangan.
Kristen Lutheran yang memiliki sejarah panjang di Swedia juga menambah kaya makna Lagom. Sumbangsih nilai-nilai Kristen Lutheran bagi makna Lagom mewujud pada kesederhanaan, keselarasan, dan keadilan sosial.
Pada puncaknya, Lagom menasbihkan kehadirannya di tengah-tengah masyarakat untuk memberikan rasa aman dan menghalau hal-hal yang bisa merepotkan orang lain.
Contoh Penerapan Lagom
Dalam buku ini, Lagom tak ubahnya sebuah ideologi yang diamini semua masyarakat Swedia. Ia hadir sebagai penggerak tak kasat mata orang Swedia dalam menjalankan rutinitas hariannya. Lagom adalah aturan, prinsip, sekaligus denyut nadi bangsa Nordic ini.
"Apa yang semula merupakan soal yang tak dibicarakan, berubah menjadi roh penuntun tak terlihat yang membisikkan kata-kata pengingat ke telinga semua orang (Swedia). 'Tidak terlalu banyak, tidak terlalu sedikit. Pas.' Begitu bisikan itu."
Sebut saja misalnya dalam jamuan makan sebuah perayaan. Menurut Margareta Schildt Landgren, penulis artikel makanan Swedia dan pengarang buku resep makanan, makanan orang Swedia melambangkan Lagom.
Prinsip orang Swedia dalam membuat makanan adalah memasak sesuatu yang tidak mewah, tetapi juga tidak terkesan sederhana. Bumbu-bumbu yang digunakan juga tidak terlalu banyak atau terlalu sedikit. Dalam mengkonsumsi suatu makanan, orang Swedia juga menerapkan pola yang tidak berlebihan.
Contoh lain ada dalam bidang kesehatan dan kesejahteraan. Lagom mendorong masyarakat Swedia untuk mengajukan sebuah pertanyaan untuk diri sendiri tentang makna menjalani hidup yang berkualitas.
Melalui pertanyaan itu, orang Swedia dibimbing untuk menemukan keselarasan dalam hidupnya. Penemuan jawaban atas pertanyaan tersebut bisa menghantarkan orang Swedia pada keseimbangan hidup dalam kondisi yang sehat, baik secara lahiriah maupun batiniah.
 Ada banyak bidang lain yang disinggung penulis dalam buku ini sebagai contoh penerapan filosofi Lagom oleh masyarakat Swedia. Pada akhirnya, Lagom benar-benar membantu Swedia menjadi negara yang terkenal dengan standar hidup yang tinggi.
Lagom dan Gaya Hidup Masa Kini
Percepatan pertukaran informasi di era Industri 4.0 ini memungkinkan kita untuk mengetahui gaya hidup masyarakat di belahan negara lain. Kajian tentang tren pola hidup bangsa lain sudah cukup banyak diangkat dalam artikel-artikel di portal-portal berita dalam jaringan.
Berkat internet, kita bisa dengan mudah mengetahui resep umur panjang orang Jepang ala Ikigai, atau pola hidup intim dan nyaman bangsa Denmark yang disebut Hygge, atau Frenweh, filosofi hidup yang diserap dari bahasa Jerman yang mengajarkan tentang gairah untuk bepergian dan keluar dari zona nyaman.
Filosofi Lagom kini bisa menjadi opsi tambahan yang bisa kita pelajari dan coba terapkan dalam keseharian kita. Menyegarkan rasanya meresapi setiap paparan dan penjelasan penulis dalam buku ini. Terlebih lagi, ia menyampaikannya dalam gaya tulisan yang tidak monoton dan tidak terkesan serius.
Spesifikasi Buku:
Judul        : Lagom: The Swedish Secret of Living Well
Penulis      : Lola A. kerstrm
Penerjemah  : Aswita R. Fitriani
Ukuran       : 14 x 21 cm, Hard Cover
Halaman     : 244 hlm
ISBN Â Â Â Â Â Â Â Â : 978-602-1201-81-7
Penerbit      : Renebook, 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H