Mohon tunggu...
Ari Yudhanto
Ari Yudhanto Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

S-1 Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sengketa Lahan di Sirkuit Mandalika

8 Desember 2021   11:37 Diperbarui: 8 Desember 2021   11:54 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sirkuit Jalan Raya Internasional Mandalika adalah sirkuit balap yang terletak di Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika (KEK Mandalika) di Desa Kuta, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Sirkuit ini memiliki panjang lintasan 4,31 km dengan 17 tikungan. Sirkuit ini rencananya akan menjadi tuan rumah ajang balap MotoGP musim 2022 dan juga Kejuaraan Dunia Superbike musim 2021. Tak hanya WorldSBK dan MotoGP Indonesia saja yang digelar di sirkuit jalan raya di Lombok Ini. Direktur Utama Mandalika Grand Prix Association (MGPA) Ricky Baheramsjah mengungkapkan, sirkuit Mandalika membuka peluang untuk gelar balapan F1. Akan tetapi, focus saat ini adalah penyelenggaraan WorldSBK dan MotoGP. "Secara umum, sirkuit siap untuk menggelar ajang balap mobil dan motor, tapi pekerjaan kami sekarang adalah WorldSBK dan MotoGP," tutur Ricky.[1]

Menyambut musim baru dari MotoGP dan WorldSBK, para developer yang bertanggung jawab dalam pembangunan sirkuit bergerak cepat untuk menyelesaikan sirkuit Mandalika ini. Dalam membangun sirkuit impian yang sudah lama dicita-citakan, tidak semudah apa yang diharapkan oleh beberapa pihak. Terdapat beberapa kendala yang dialami dalam penyelesaian Sirkuit Mandalika ini. 

Dalam membangun sirkuit, dibutuhkan lahan yang luas untuk membangunnya. Para pengembang atau developer haruslah berkompromi dengan pemilik lahan yang berada di sekitar sirkuit yang akan dibangun. Masalah yang dihadapi terletak disini. Permasalahan sengketa lahan antara pihak pengembang dan masyarakat menuai polemik. Rinayu, seorang pengrajin kain yang tinggal disekitar sirkuit mandalika belum meninggalkan rumahnya. Hal ini dikarenakan ketidakjelasan pengembang dalam menyelesaikan pembayaran lahan. Rinayu bersama keluarganya akan tetap tinggal di rumah mereka sampai mereka menemukan titik terang. . “Saya tinggal sama menantu di sini sudah empat tahun, kalau tanah menantu saya udah dibayar, saya juga akan pindah,” kata Rinayu, Jum’at (27/8/2021).[2] Warga-warga yang masih terisolir di sekitar sirkuit Mandalika membutuhkan kejelasan mengenai situasi lahan yang dimiliki mereka. “Kondisi warga yang terisolir, sampai saat ini belum ada kejelasannya, dan kapan lahan kami akan dibayar”[3] tutur Damar, warga yang terisolir di sekitar sirkuit Mandalika. Hal ini merupakan sebuah polemik yang dialami oleh pengembang dan warga. 

Menurut Gubernur NTB Zulkieflimansyah., perdebatan memang masih terjadi, meski begitu pihaknya akan berupaya mengikuti pesan Presiden Joko Widodo agar pembebasan lahan ini tidak menimbulkan kegaduhan. "Kalau lahan memang ya, kalau kita bicara alas hukum kan masih ada perdebatan. Tapi tentu saja kalau kita dapat pesan pak Presiden, ini jangan sampai menimbulkan kegaduhan," kata Zulkieflimansyah, Minggu (17/1/2021). "Oleh karena itu diupayakan segenap cara supaya ada persuasi, dialog dan lain sebagainya. Tapi sejauh ini bagus," lanjutnya. [4]

Komnas HAM RI mendorong pemerintah dan pengembang untuk lebih memperhatikan kesejahteraan warga selama proses pembangunan dan pengembangan.

"Mandalika adalah proyek internasional. Harus didasarkan pada prinsip-prinsip HAM internasional. itu yang kita ingatkan dari awal," kata Beka Ulung Hapsara, Komisioner Komnas HAM RI. "Sepertinya peringatan itu tidak sepenuhnya dijalankan oleh ITDC maupun pemerintah dengan mereka hanya berfokus pada masalah pembebasan lahan saja."[5]

Kesejahteraan rakyat yang tinggal disekitaran sirkuit haruslah diperhatikan. Warga yang pindah dari tempat asalnya harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Mata pencaharian warga juga akan berpengaruh ketika mereka sudah tidak tinggal ditempat yang mereka tempati semula. Hal-hal tersebut haruslah dipirkan oleh pemerintah dan pihak pengembang. Masalah pembebasan lahan merupakan hal penting. Akan tetapi kesejahteraan dan keberlanjutan hidup dari warga warga sekitar juga merupakan hal yang sangat penting. Pihak pemerintah dan pengembang haruslah memikirkan hak-hak dari warga warga sekitar, tidak hanya mengejar ambisi dan prestise saja. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun