Mohon tunggu...
Eko A. Ariyanto
Eko A. Ariyanto Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

Lahir Di Bumi Bung Karno Blitar Jawa Timur Saat ini bekerja sebagai Pengajar Tertarik pada kajian sosial budaya, politik, ketahanan, kepemimpinan, radikalisme

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar Kepemimpinan dari Sir Ernest Shackleton Sang Penjelajah Antartica (2)

14 Agustus 2023   12:47 Diperbarui: 21 Agustus 2023   08:14 1478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pada artikel pertama tentang kepemimpinan yang lalu kita sudah mengenal istilah kepemimpinan sekaligus alasan mengapa kepemimpinan ini menjadi penting pada sebuah organisasi. Untuk artikel kedua ini, kita akan belajar bagaimana kepemimpinan dari seorang penjelajah antartica Sir Ernest Shackleton. Sir Ernest adalah satu dari sekian banyak pelaut yang berhasil melakukan ekspedisi antartica. Ia lahir di Country Kildare, Ireland pada 15 Februari 1874. 

Kisah perjalannya menjadi seorang pelaut dimulai sejak ia masih berusia remaja tepatnya saat Ia berusia  16 tahun. Kemudian ditahun 1901 disaat usianya menginjak 27 tahun ia sudah bergabung dengan ekspedisi antartika nasional yang saat itu dipimpin oleh Robert Falcon Scott. Bersama dengan Robert Falcon Scott ia berhasil berlayar hingga mendekati kutup selatan, capaian ini membuatnya menjadi seseorang  yang berhasil mendekati kutup selatan lebih dari pelaut manapun saat itu. 

Keberhasilan ini kemudian membuatnya termotivasi untuk melakukan pelayarannya kembali ditahun 1914 melalui "Imperial Trans-Atartic Expedition". Untuk mempersiapkan seluruh pelayarannya, ia benar-benar melakukan seleksi dan terlibat langsung untuk memilih awak kapal yang siap dengan perjalanan antartica. Ia menyadari perjalanan ekspedisi ini tidak akan mudah karena selain menghadapi suhu udara yang ekstreem, ia dan kru kapal akan menghadapi ketidakpastian cuaca ketika sedang berada dilaut. 

Pada akhirnya sebelum pelayaran dilakukan Sir Ernest telah mendapatkan 27 awak kapal yang sesuai dengan kebutuhan ekspedisi ini. Ekspedisipun dimulai pada tahan 1914 dengan berlayar menuju perairan weddell dan aurora. Setelah hampir setahun berlayar, kejadian yang tidak diinginkanpun akhirnya terjadi. 

Tepatnya pada tanggal 21 November 1915 kapal endurance yang ditumpangi Sir Ernest dan 27 awak kapal dihantam bongkahan es dan terjebak dalam bongkahan es. Seluruh kru berharap kapal bisa bertahan hingga musim semi sampai es benar-benar mencair dan membebaskan kapal mereka, namun tampaknya rencana ini benar-benar gagal. Bongkahan es yang menekan kapal mereka membuat struktur kapal kayu ini pelan-pelan retak.

Melihat kondisi ini Sir Ernest memerintahkan seluruh awak untuk meninggalkan kapal dan bertahan di bongkahan-bongkahan es. Selama berbulan-bulan para awak tidur diatas es mereka benar-benar mulai merasakan kaku ditubuh mereka. Sir Ernest kemudian memerintahkan semua kru untuk bergerak menuju pulau terdekat dengan membawa bekal yang bisa melindungi tubuh merek dari dingin dan meminta mereka meninggalkan seluruh barang-barang berharga. Sir ernest bahkan mengeluarkan kotak rokok emas dan koin emas untuk ditinggalkan diatas bongkahan salju tersebut. Mereka kemudian mengambil sekoci dari kapal endurance yang sudah mulai tenggelam. 

Hingga beberapa minggu perjalanan menggunakan sekoci sebagai kereta luncur mereka tidak memperoleh jarah tempuh yang ideal bahkan Sir Ernest memprediksi mereka tidak akan menempuh jarak lebih jauh lagi melihat kondisi es yang makin sulit. Mereka memutuskan untuk tinggal di bongkahan es ini sebagai camp sambil mengawasi pergerakan es ini dan pencairan es untuk melanjutkan perjalanan mereka menuju pulau. Meskipun mereka tinggal didaerah terasing, perasaan terasing bahkan tidak menghinggapi mereka. Setiap hari mereka menjalani kehidupan layaknya hidup diwilayah yang mereka kenal. 

Mereka memanfaatkan waktu untuk berburu dan berpesta ketika berhasil menangkap anjing laut. Situasi ini kemudian benar-benar berubah ketika pada 21 November mereka melihat endurance benar-benar tenggelam. Mereka tidak lagi melihat kapał itu ada ditengah bongkahan es, mereka hanya melihat luasnya bongkahan es yang bahkan tidak berujung.  

Setelah lima setengah bulan tingal dibongkahan es yang terombang-ambing dilautan artik, Sir Ernest kemudian memerintahkan beberapa orang untuk turun menggunakan sekoci untuk segera melewati celah bongkahan es menuju daratan yang ia lihat. Setelah tujuh hari mereka berada di sekoci untuk menuju pulau tersebut pada akhirnya Sir Ernest bersama dengan awak kapal berhasil sampai ditepian pulau gajah, mereka akhirnya berhasil menginjakan ke daratan setelah 497 hari terombang-ambing dilautan dengan bongkahah es sebagai tempat mereka tinggal. 

Misi penyelamatan 

Setelah mereka menemukan pulau gajah sebagai tempat tinggal, pada 20 april Sir Ernest menyampaikan pada awak kapal tentang misi penyelamatan. Ia berencana menyeberangi laut lepas menggunakan sekoci untuk sampai di Georgia. Ia akan mengajak lima awal kapal untuk menemaninya menempuh jarak hampir 800 mil menuju Georgia Selatan. Mendengar rencana ini awak kapal menganggap ini adalah misi yang sulit karena berlayar kelaut lepas dengan kapal sekoci sungguh hal yang sulit apalagi gelombang laut dan anggin akan menjadi hambatan besar. Kondisi lain ialah navigasi yang tidak bisa dilakukan mengingat pulau kecil sebagai tempat mereka tinggal saat ini akan sangat sulit untuk dicari kembali dalam misi penyelamatan kalaupun Sir Ernest benar-benar telah sampai di georgia. 

Ia memilih sendiri orang-orang yang diajaknya menyeberangi lautan lepas menuju georgia, ia benar-benar mempertimbangkan kemampuan dari masing-masing orang yang diajaknya tidak hanya mereka memiliki kekuatan fisik, dan mental namun juga memiliki kemampuan yang dibutuhkan olehnya. Ia menjanjikan kepada seluruh awak untuk menyelamatkan mereka setelah misinya sampai di georgia, ia meyakinkan seluruh awak untuk etap menunggunya melakukan pertolongan. 

Setelah 12 hari perjalanan menyeberangi lautan, mereka sampai di georgia selatan untuk mewujudkan misi penyelamatan.  Sir Ernest akhirnya berhasil menyelamatkan seluruh awaknya yang terdampar di pulau gajah hingga bulan agustus 1916. Setelah ekspedisi tersebut, ia masih melakukan ekspedisi kembali ditahun 1921 sebagai ekspedisi keempatnya hingga ia kemudian meninggal diatas kapal pada tahun 1922. 

Perjalanan panjang seorang Sir Ernest sebagai seorang pelaut ini tidak hanya membawanya sebagai orang pertama yang mampu menjelajahi antartika namun juga membawanya memperoleh gelar kebangsawananan (Sir) dari kerajaan inggirs. Ia diakui sebagai seorang pemimpin ekspedisi yang tangguh, pantang menyerah, mampu memberikan keyakinan kepada seluruh awak kapalnya saat mereka terdampar. Ia memberikan inspirasi dan menguatkan keyakinan seluruh awak kapal bahwa ia akan kembali untuk menyelamatkan nyawa mereka. Keputusannya untak menyeberangi laut Lepas hingga 800 mil mencari pertolongan merupakan bukti tekad dan tangung jawab seorang pemimpin kepada seluruh anggotanya. 

Sir Ernest bisa saja tidak kembali setelah ia sampai di Georgia namun karena tanggung jawab dan janjinya kepada seluruh awak ia kemudian harus berlayar kembali menjemput seluruh awak yang terdampar hingga beberapa bulan. Kisah heroik seorang pelaut ini patut menjadi inspirasi bagi kita bahwa kepemimpinan tidak hanya sekedar sebagai simbol sebuah jawabatan namun kepemimpinan memberikan tanggung jawab kepada seorang pemimpin untuk berani bertindak, mengambil berbagai resiko demi tujuan bersama. Mungkin saja kisah kepahlawanan seorang Sir Ernest saat ini sulit untuk disamakan dengan kisah kepemimpinan yang lain. Bahkan seorang pemimpin kini lebih sering mengorbankan anak buahnya untuk kepentingan diri pribadinya. 

Mari kita lihat contoh bagaimana seorang pemimpin di negeri ini yang rela mencampakan kepercayaan masyarakat demi mendapatkan keuntungan materi semata. Pejabat negara melakukan korupsi menjual kewenangan yang dimilikinya hanya sekedar untuk mendapatkan keuntungan dari proyek, maupun jual beli jabatan. Di tingkat organisasi kita sering pula melihat seorang pemimpin yang sulit menerima kritik, merasa dirinya paling benar, tidak memberikan kebebasan anak buah untuk berinovasi sehingga organisasi menjadi tempat yang membuat seseorang tidak lagi menjadi bahagia untuk mengaktualisasikan seluruh kemampuan dan potensi yang dimiliki. Semoga kita bisa sama-sama belajar dari kisah Sir Ernest Shackleton. SEMOGA BERMANFAAT

Salam dari Penulis: Eko A. Ariyanto & Sayidah Aulia UlHaque 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun