Mohon tunggu...
Ariyanto Gani
Ariyanto Gani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua HMI komisariat non eksakta nuku

Suka membaca

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kenapa Tidak Izin Dulu?

29 Desember 2023   08:00 Diperbarui: 29 Desember 2023   08:08 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tatkala rasa kantuk masih belum hilang sepenuhnya , saya berusaha menopang tubuh dengan sisa tenaga untuk bangun. Setelah beberapa detik bangun , saya kemudian bergerak ke ruang televisi dan mengecek beterei handphone . Ternyata daya yang terisi baru 70 %. Sembari melihat daya hp, mata saya tertuju pada jam di hp yang menunjukan pukul 23.00 Waktu Indonesia Timur (WIT). Sambil menunggu daya hp penuh, saya mengambil buku bacaan yang di tinggal tidur dan berjalan ke dapur untuk membacanya sambil menunggu air yang di alirkan dari kran kamar mandi memenuhi isi ember.

Saat larut dalam bacaan sastra, tetiba saya mendengar suara riuh dari depan rumah. Dengan rasa penasaran, saya melangkahkan kaki kedepan rumah . Sontak saya kaget tak terkira , saat melihat barisan bendera partai yang berjejer rapi. Bukan hanya di dipan rumah kami, depan rumah tetangga pun terjadi hal yang sama. Seakan-akan kami sekomplek menghibahkan seluruh hati kami untuk memillih kader partai tersebut dalam pemilu 2024 nanti.

Dengan sedikit emosi, saya bergumam di dalam hati, bahwa kenapa bendera partai dipasang di depan rumah tampa persetujuan si pemilik rumah. Apakah tim sukses dari partai tersebut telah tahu bahwa penghuni rumah memilih kader partai mereka?. Atau apakah lahan di depan rumah kami itu milik pemerintah, atau milik partai politik sehingga mereka bisa semena-mena untuk memasangnya?.

Ya, saya memang tahu, bahwa Desember ini merupakan bulan kampanye, dan Jika dilihat dari berita yang diwartakan oleh media Malut Raya.com yang bertajuk " Berikut Ini Lokasi di Tidore Yang Dilarang Pasang Alat Peraga Kampaye"(28/11/2023). Maka depan rumah bukan termasuk dalam tempat-tempat yang dilarang untuk pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK). Namun, apakah izin sudah tidak diperlukan?

Jika disandarkan pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum( PKPU) Nomor 15 tahun 2023 pasal 36 ayat 5 yang berbunyi " pemasangan alat peraga kampanye pemilu dilaksanakan dengan mempertimbangkan etika,estetika,kebersihan, dan keindahan kota atau kawasan setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan." Pada ayat 6 pasal yang sama juga berbunyi " pemasangan alat peraga kampanye pada tempat yang menjadi milik perseorangan atau badan swasta harus memiliki izin dari pemilik tempat tersebut".

Senada dengan hal tersebut, ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia, Rahmat Bagja menegaskan bahwa pemasangan APK di rumah warga tidak boleh dipaksa, dan harus mengantongi izin dari si pemilik rumah, Kompas.com (08/12/2023).

Melihat dari apa yang disampaikan oleh ketua bawaslu dan PKPU di atas tentunya pemasangan bendera partai di depan rumah merupakan pelaggaran etik tanpa izin dari kami. Walaupun saya tahu bahwasanya pemasagan APK merupakan bentuk sosialisasi dari partai untuk kader partai mereka yang bertarung. Sebagaimana yang tercantum dalam buku "Manajemen Taktis Politik Uang" yang ditulis oleh kelompok penulis daru "LEPU", yang menegaskan bahwa penempelan stiker pada rumah warga merupakan merupakan alternatif agar supaya para tim sukses bisa menandai yang mana orang mereka dan bukan orang mereka, agar dapat menghitung kekuatan untuk menang.

Saya secara pribadi juga melihat hal yang sama dengan buku tersebut. Bahwa pemasangan bendera juga merupakan cara para tim sukses untuk melebel masyarakat agar masuk dalam kekuatan meraka. Namun, yang menjadi persoalan adalah nilai etika yang tak di tunjukan oleh tim sukses yang beroperasi di lapangan.

Dalam akhir tulisan ini saya ingin menegaskan, bahwa rumah, dan pekarangan rumah milik keluarga kami, bukanlah milik partai politik tertentu, bukan pula pemerintah. Jika hal ini terjadi terus menerus tampa ada perhatian dari lembaga pengawas maka saya rasa, saya akan setuju dengan apa yang disampaikan oleh Max Weber dalam buku " Teori Negara" karya Arif Budiman, yang membahasakan bahwa negara merupakan lembaga yang memiliki keabsahan dalam melakukan kekerasan terhadap warganya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun