Masih segar dalam ingatan kita bahwasanya pada tahun 2020 kapal coast guard Cina masuk ke wilayah perairan Natuna Indonesia tanpa izin. Bukan hanya sekali, bahkan beberapa kali terlihat kapal coast guard Cina memasuki wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di perairan Natuna waktu itu. Kapal dari Bakamla pun akhirnya bergerak cepat mengusir kapal coast guard Cina. Namun apa yang terjadi? Crew cabin dari kapal Cina mengatakan bahwa wilayah tersebut adalah bagian dari wilayahnya. Setelah kejadian itu, terlihat Angkatan Laut Republik Indonesia intens melakukan patroli dan latihan perang gabungan di wilayah perairan Natuna. Ketegangan dan gesekan antara Angkatan Laut Indonesia dan RRC tidak bisa dipandang sebelah mata. Ini adalah ancaman yang serius bagi kedaulatan wilayah NKRI, ini adalah ujian bagi NKRI untuk mengatasi ketegangan dan gesekan di wilayah Laut Cina Selatan (LCS).
Sebenarnya bukan yang pertama kali provokasi dan gesekan antara Angkatan laut RRC dengan Angkatan laut negara-negara yang berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan. Tercatat hampir semua negara kawasan Laut Cina Selatan pernah mengalami ketegangan diantaranya: Taiwan, Vietnam, Malaysia, Brunei, Indonesia. Dan yang terbaru adalah ketegangan antara RRC dengan Filipina. Konflik Laut Cina Selatan pun pernah menimbulkan korban jiwa, yaitu tewasnya 18 tentara Cina di Kepulauan Paracel pada tahun 1974 dan tewasnya 70 Pelaut Vietnam saat konflik dengan Angkatan laut Cina di Johnson Reef di Kepulauan Spratly pada maret 1988.
Ketegangan di wilayah LCS tak lepas dari dominasi Cina. Hal itu terbukti dengan klaim sepihak dari RRC yang mengklaim seluruh wilayah Nine Dash Line adalah daerah teritorial Cina. Hal ini tentunya membuat kawasan Laut Cina Selatan memanas, dimana batas kelautan menjadi tumpang tindih. Klaim Cina dengan nine dash line-nya juga menciderai perjanjian UNCLOS 1982 tentang batas laut teritorial di setiap negara. Dominasi Cina semakin menjadi dengan menguatnya Angkatan militer Cina, teknologi dan ambisi Cina menguasai kawasan Laut Cina Selatan. Ketegangan dan geopolotik di kawasan LCS juga semakin meruncing dengan manuver-manuver yang dilakukan oleh RRC diantaranya:
Pembangunan infrastruktur militer
Landasan pacu
Pangkalan instalasi militer dan pulau-pulau buatan di kawasan Laut Cina Selatan.
Klaim Cina atas wilayah Laut Cina Selatan bukan tanpa sebab. Diantara sebab Cina ingin menguasai hampir seluruh perairan Laut Cina Selatan adalah:
Cadangan gas alam yang mencapai 900T kaki kubik, 213 milyar barel minyak bumi, dan hampir 1/3 keanekaragaman hayati laut berada di Laut Cina Selatan.
Kontrol strategis jalur maritim internasional, untuk kepentingan keamanan dan perdagangan mereka.
Persaingan geopolitik antara RRC dan Amerika, kedua negara bersaing untuk pengaruh di kawasan dan mendukung sekutu-sekutu mereka dalam sengketa wilayah.
Ancaman kedaulatan NKRI di Laut Cina Selatan besar dan nyata adanya. Lantas, Langkah apa yang harus Pemerintah Republik Indonesia tempuh untuk tindakan pencegahan ataupun menghilangkan ancaman tersebut?
Melalui jalur diplomasi Indonesia harus tegas mengambil sikap terhadap Duta Besar Cina, memanggil duta besar dan meminta pertanggung-jawaban.
Indonesia sebagai salah satu pendiri dan anggota ASEAN harus menginisiasi pembahasan Laut Cina Selatan secara komprehensif dan tuntas, Indonesia harus hadir sebagai motor/penggerak. Terus melakukan kesepakatan- kesepakatan antara negara- negara ASEAN dengan Cina yang sudah kita kenal dengan code of conduct.
Mempertegas batas ZEE wilayah perairan Natuna yang tertuang dalam UNCLOS.
Mendorong negara-negara ASEAN untuk melakukan kerjasama maritim dan patroli bersama, untuk menangkal ancaman dari luar. Dengan kerjasama, harapanya kekuatan gabungan akan kuat dan membuat gentar negara pengancam kedaulatan di wilayah ASEAN khususnya di wilayah Laut Cina Selatan.
Memperkuat alutsista Angkatan Laut dengan peremajaan, jumlah dan teknologi mutakhir. Menambah jumlah personal Angkatan Laut dan meningkatkan kualitas intelegensi mereka.
Terus melakukan patroli di zona perairan kita dengan menambah kekuatan dan alutsista yang mumpuni, sehingga lawan gentar masuk area wilayah perairan kita.
Membawa negara pengancam kedaulatan ke hukum Mahkamah Arbitrase Internasional.
Diplomasi harus kita dahulukan, opsi perang secara terbuka harus kita kesampingkan untuk menghindari adanya korban nyawa. Kerangka code of conduct telah disepakati tahun lalu dan masih terus berjalan antara negara ASEAN dengan RRC. Kita berharap semua negara melaksanakan poin-poin yang telah disepakati, sehingga tidak ada lagi ketegangan dan gesekan di wilayah Laut Cina Selatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H