Mohon tunggu...
Ariyanto Wibowo
Ariyanto Wibowo Mohon Tunggu... Lainnya - Conservationist, pemerhati lingkungan, Penulis lepas

Conservationist, pemerhati lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gagasan Smart National Park dan Virtual Ecotourism dalam Menyongsong Tren Wisata Alam Masa Depan Indonesia Post Covid-19

6 Juni 2020   20:07 Diperbarui: 6 Juni 2020   20:05 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Output yang diinginkan adalah debirokratisasi (proses bisnis yang sederhana) dan kecepatan pelayanan publik serta profesionalitas dan integritas. Tantangan selanjutnya pengembangan sumber daya manusia generasi milenial yang profesional, berintegritas, responsif dan melayani, serta kompetitif sangat menjadi perhatian dalam mewujudkan Smart National Park.

Paling penting dalam gagasan Smart National Park adalah penggunaan Teknologi Digital dengan tujuan mengintegrasikan teknologi informasi dan komunikasi dalam tata kelola sehari-hari, dengan tujuan untuk mempertinggi efisiensi dan memperbaiki pelayanan publik, khususnya dalam hal ini adalah pelayanan publik terhadap jasa layanan lingkungan alam melalui ekowisata. Ada dua jenis teknologi digital yang bisa dikembangkan dalam mendukung layanan wisata alam di taman nasional  yaitu kecerdasan buatan (Artificial Intelegence /AI) dan Internet of Things (IOT).

Kecerdasan buatan (AI) dapat melaksanakan kegiatan secara otomatis dan bisa bertindak seperti layaknya manusia, dalam bentuk sederhananya adalah software atau aplikasi mobile. Aplikasi mobile atau software elektronik berupa e-reservation, e-tikecting, pembayaran non tunai (e-cashless) pada setiap atraksi wisata dan transaksi keuangan pada area ekowisata, dan lain sebagainya perlu segera di kembangkan pada setiap taman nasional untuk mengurangi resiko-resiko kesehatan, memberikan rasa aman dan keselamatan pada pengunjung wisata alam.

Teknologi-teknologi itu kemudian dihubungan dalam jaringan yang dinamakan dengan internet. Dan akan lebih baik jika terhubung juga dengan masyarakat dan pelaku usaha ekowisata di taman nasional tersebut sehingga tercipta hubungan antara pengelola taman nasional, pelaku usaha, masyarakat, dan wisatawan.  Hubungan tersebut menghasilkan sebuah Big Data yang dapat memberikan arahan dalam proses pembuatan kebijakan.

Penggunaan teknologi digital ditaman nasional khususnya dan pariwisata umumnya bagi masyarakat/ publik (wisatawan) dan pelaku bisnis wisata ini berarti fleksibilitas yang besar (tidak kaku), cara sederhana berurusan dengan pemerintah dan terjamin keamanan dan keselamatannya dari penyakit menular serta pelayanan publik yang diberikan oleh taman nasional sesuai dengan kebutuhan mereka (berdasar analisis Big Data) tidak hanya sekedar daring saja.

Gagasan Kedua adalah Virtual Ecotourism, gagasan kedua ini dapat terlaksana dengan baik ketika pra kondisi Smart National Park juga terlaksana dengan baik. Virtual Ecotourism atau Ekowisata Virtual adalah sebuah atraksi ekowisata yang didokumentasikan dalam bentuk konten-konten film dokumenter atraksi ekowisata di taman nasional. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang tidak berani untuk melakukan perjalanan ke taman nasional (bisa jadi karena trauma post COVID-19) tetapi rindu akan suasana alam dan satwa liar didalamnya dan mereka mau untuk mengeluarkan biaya untuk itu.

Konten-konten Virtual Ecotourism dapat dijual kepada pemilik-pemilik media televisi digital di Indonesia layaknya program-program seperti misalnya National Geograhphic Channel dan menjadi program/ channel pilihan dalam media televisi tersebut dan tentu saja ini harus dibuat regulasinya terlebih dahulu.

Manfaat kedua dari Virtual Ecotourism juga bisa sarana promosi sehingga memantik adrenalin bagi publik masyarakat yang kerinduannya akan suasana alam liar sangat besar dan dia berani serta mampu untuk bepergian  ke tempat-tempat wisata alam tersebut tentu saja dengan memperhatikan protokol kesehatan pada tempat tersebut.

Gagasan-gagasan ini buah dari imajinasi khayalan dan pemberontakan ide dari penulis waktu masa pandemik COVID-19, dengan dibumbui sedikit ke-logisan dan ke-akademisan agar dapat masuk dalam ungkapan “ide berontak yang berotak”.

Penulis tidak ingin mengajak pembaca untuk berimajinasi mengikuti imajinasi tulisan ini, tapi syukur-syukur langsung menjadi masukan pengambilan keputusan terhadap skenario pembukaan pariwisata alam khususnya di taman nasional. Perlu disadari gagasan-gagasan ini memiliki konsekuensi yaitu bersakit-sakit dahulu untuk melesat jauh kedepan. Terima kasih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun