Indonesia memiliki banyak keragaman mulai dari bahasa, budaya, makanan, hingga agamanya. Saat ini terdapat enam agama yang sudah diakui dan dianut oleh masyarakat Indonesia yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu Buddha, dan Konghucu dengan mayoritas agama yang dianut adalah Islam.
      Sebagai seorang muslim memiliki pedoman untuk menjalankan ibadahnya yaitu rukun islam yang terdiri dari syahada, sholat, zakat, puasa, dan naik haji. Untuk keempat rukun Islam tersebut wajib dilaksanakan oleh setiap muslim sementara naik haji adalah sebuah pilihan yang di mana merupakan penyempurna dari kelima rukun Islam dan juga dapat menyempurnakan kehidupan spiritual seorang muslim. Bagi mereka yang mampu secara fisik dan finansial diharapkan bisa turut serta dalam pelaksanaan ibadah haji dengan berkunjung ke Baitullah.
      Hukum ibadah haji telah tertulis dalam Al-Qur'an Surat Al-Imran ayat 97 yang menyebutkan bahwa melaksanakan ibadah haji ke Baitullah termasuk salah satu kewajiban manusia terhadap Allah SWT. Ayat dalam tersebut juga menyebutkan siapa yang wajib haji, yakni orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Melaksanakan ibadah haji adalah dambaan setiap muslim, sehingga sebagian dari mereka rela hidup sederhana supaya dapat menabung untuk biaya naik haji. Naik haji adalah hak asasi bagi setiap muslim begitu pula dengan jumlah keberangkatan haji yang dilakukan.
      Namun apa jadinya jika terdapat larangan haji lebih dari satu kali dalam seumur hidup? Begitulah wacana yang telah dikeluarkan oleh Menko PMK Muhadjir Effendy Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia dengan alasan Indonesia perlu melakukan transformasi penyelenggaraan haji agar tetap menjaga kesehatan jemaah yang menunggu lama dan membuat mereka semakin tua, semakin berisiko,  ataupun  selama beribadah hingga kembali pulang ke rumah masing-masing. Â
Wacana itu memungkinkan untuk memotong lamanya antrean keberangkatan haji dan memberikan kesempatan selanjutnya bagi masyarakat yang belum menunaikan ibadah haji. Â
      Wacana larangan haji lebih satu kali dipaparkan pada Jumat 25 Agustus 2023 dengan mempertimbangkan adanya data penyelenggaraan haji 2023 yang menunjukkan sebanyak 43,78% jamaah dari 22.900 peserta haji berusia 60 tahun. Sedangkan jemaah yang meninggal sebanyak  774 orang atau sebanyak 3,38% dengan mayoritas berumur lansia.  Sehingga dapat disimpulkan peserta haji lansia mempunyai risiko 7,1% lebih besar meninggal dibandingkan jemaah haji yang bukan lansia.
      Adanya larangan haji tersebut justru berpotensi melanggar HAM dan konstitusi. Hak beribadah adalah bagian hak yang paling asasi bagi warga negara. Sebagaimana dalam Pasal 29 ayat (2) UUD RI 1945 yang menyatakan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing, dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Melihat hal ini pada saat yang sama negara bisa dianggap terlalu jauh mencampuri urusan privat sehingga kebijakan ini nantinya bisa menciptakan sebuah perlawanan. Apalagi dalam pandangan Islam tidak ada ketentuan mengenai batasan larangan haji lebih dari satu kali.
      Kita tahu bahwa mayoritas pendaftar haji adalah mereka yang berusia lanjut. Jika memang karena untuk menjaga kesehatan mereka karena lamanya antrean haji tidak perlu adanya larangan haji secara spesifik, melainkan dapat dengan mengeluarkan aturan tegas mengenai jeda waktu yang panjang bagi mereka yang sudah berhaji untuk pergi ke tanah suci.
      Dalam UU/8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah telah diatur bahwa orang bisa daftar haji setelah 10 tahun. Untuk saat ini berfokus bagaimana aturan yang telah ada bisa efektif sehingga bisa mengurangi antrean panjang dan risiko kematian pada lansia. Misalnya, dari jeda 10 tahun yang berlaku saat ini diperpanjang menjadi 20 tahun atau bahkan 30  tahun. Penerapan jeda dapat dilakukan perluasan penerapannya tidak hanya untuk haji reguler melainkan juga haji Furoda atau haji Mujamalah. Jika tetap ada yang melanggar atau melakukan pendaftaran haji berulang yang tidak sesuai dengan jeda yang ditentukan maka dapat melakukan pemblokiran atau pembatalan secara sistem.
      Sehingga hal ini masih dapat memberikan peluang bagi mereka yang belum pernah melaksanakan ibadah haji karena juga dapat diperkirakan orang yang haji berkali-kali tidak banyak bahkan tidak mencapai 10%. Dengan perpanjangan waktu jeda yang lama juga dapat membuat  yang mendaftar haji berulang lebih mempertimbangkan mengingat akan usianya. Selain itu, dapat meminimalisir adanya risiko penyelewengan HAM dan perlawanan dari masyarakat yang ingin melaksanakan ibadah haji      Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H