Tidak ada kata "Padang" atau "Minang" pada sebuah rumah makan yang menyajikan hidangan masakan padang di kota Jambi ini, yang tertera disana hanya tulisan "Rumah Makan Aroma Cempaka". Saat kami tiba, tempat parkir mobil sudah terisi penuh dan di teras depan rumah makan terlihat antrean panjang pembeli yang hendak membeli nasi padang untuk dibungkus dan dibawa pulang.
Hampir seluruh meja terisi penuh, hanya terlihat beberapa meja kosong yang baru saja ditinggalkan pengunjung dan belum dibersihkan, kami berjalan menuju salah satu meja tersebut dan menunggu karyawan rumah makan tersebut membersihkannya.
Seperti di rumah makan padang pada umumnya, di meja kami disajikan beberapa hidangan yang bebas kami pilih dan dibayar setelah kami santap. Yang berbeda adalah nasi tidak disediakan di piring, namun disajikan dibakul sehingga bisa mengambil secukupnya, selain itu ayam goreng dan udang goreng disajikan dalam kondisi panas (baru digoreng) dan inilah yang menjadi keunggulan rumah aroma cempaka ini.
Saat hendak meminta ayam goreng tambahan, kami dihampiri oleh seorang laki-laki muda berpakaian rapi yang awalnya kami kira seorang pengunjung namun ternyata salah satu anak dari pemilik rumah makan yang diberi tanggungjawab untuk menjalankan bisnis rumah makan aroma cempaka ini.
Karena sikapnya yang ramah, dan tidak sungkan berinteraksi dengan pengunjungnya, pria berusia 35 tahun yang mengaku bernama Ali ini berhasil kami ajak berbincang seputar bisnis rumah makannya ini. Dari perbincangan kami ada hal-hal menarik yang dapat kita simpulkan sebagai "kunci sukses" usaha rumah makan yang sudah memiliki beberapa cabang di kota Jambi ini.
Sukses rumah makan berada di dapur
Usaha rumah makan ini awalnya dirintis oleh Ibu Jabudah (72 tahun), Ibunda dari Ali pada tahun 1987, dengan membuka kedai makan berukuran 4 x 10 meter tanpa karyawan, hanya dibantu oleh anak-anaknya.
Sejak awal dirintis hingga saat ini, Ibu Jabudah yang berasal dari Padang tetap berperan menjadi juru masak, sehingga makanan yang disajikan terjaga kualitas dan rasanya.
Karena rasa menjadi kunci utama, maka Ibu Jabudah melatih anak-anaknya termasuk Ali untuk mengenal rasa dan aroma, dari mulai rasa garam hingga bumbu-bumbu dapur yang menjadi bahan untuk membuat masakan. Latihan yang diberikan membuatnya bisa menggantikan ibunda menjadi juru masak bila ibu sedang berhalangan.
"Masakan minang tidak mengenal gula dan kami menjaga keaslian itu meskipun tidak mencantumkan kata padang atau minang pada nama rumah makan kami." demikian penjelasan Ali saat saya tanya mengapa tidak menggunakan kata padang atau minang pada nama rumah makannya.