[caption caption="Ilustrasi - belanja di supermarket (Shutterstock)"][/caption]Gambar di bawah adalah foto belanja cantik milik saya, alias belanja tanpa kantong plastik, tepat di hari pertama diberlakukannya kantong plastik berbayar di sejumlah pusat belanja yang tergabung dalam Aprindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia).
Saat mulai memasuki pusat belanja, pemberitahuan mengenai mulai diberlakukan ketentuan kantong plastik berbayar sudah terdengar. Selain menyebutkan harga satu kantong plastik Rp200,- pihak pusat belanja juga menginformasikan bahwa hasil penjualan kantong plastik tersebut seluruhnya akan disumbangkan.
Tujuan menginformasikan hasil penjualan yang akan disumbangkan tentu karena pihak pusat belanja ingin memberi tahu pengujung bahwa pihaknya sama sekali tidak mengambil keuntungan dari ketentuan ini, namun hanya ingin ikut berpartisipasi dalam upaya mengurangi jumlah sampah kantong plastik. Nilai dua ratus rupiah bukan nilai yang besar, apalagi tujuannya untuk disumbangkan, tentu saya akan rela membayar dengan harga tersebut berapa pun jumlahnya. Namun, hal itu tidak saya lakukan mengingat tujuan dari diberlakukan ketentuan ini untuk kelestarian lingkungan.
Karena tujuan awal saya ke luar rumah bukan untuk berbelanja dan tidak mengetahui akan diberlakukannya ketentuan kantong plastik berbayar, tidak ada persiapan bagi saya untuk membawa kantong plastik bekas dari rumah atau membawa tas nonplastik, sehingga saat tiba di kasir saya pun mulai melakukan percakapan, sebagai berikut:
Saya: Hari ini berlaku kantong plastik berbayar ya, Mbak?
Kasir : Iya Bu, tapi tenang Bu, kami akan sediakan kardus bekas atau Ibu bisa membeli kantong belanja kami seharga lima belas ribu rupiah (sambil menunjuk tas berwarna hijau berbahan dasar kain).
Saya: Ok deh, gak usah pake kantong plastik, belanjaannya masukin ke container (yang akan saya beli), sisanya masukin ke kardus aja.
Dan hari itu saya berhasil melakukan belanja cantik.
[caption caption="foto milik pribadi"]
Bila kita perhatikan, kantong-kantong plastik dari tempat belanja modern umumnya tidak akan langsung dibuang saat tiba di rumah. Banyak ibu rumah tangga yang menggunakannya sebagai alas tempat sampah karena ukurannya yang lumayan besar, dan itu bisa dimanfaatkan berkali-kali bila sampah tergolong kering karena bisa dituang ke tong sampah dan ditutup. Yang sering kali menjadi sampah atau langsung dibuang justru kantong plastik dari belanja di pasar tradisional atau toko/warung atau dari penjaja makanan, yang umumnya berukuran kecil dan atau tipis, serta basah dan kotor.
Tingginya penggunaan kantong plastik beberapa tahun belakangan ini disebabkan:
Berkurangnya Koran Bekas
Menurunnya minat masyarakat untuk membeli koran, tabloid atau media cetak lain, dan lebih senang membaca media online, berpengaruh dengan menurunnya ketersediaan koran bekas di pasaran sehingga pedagang memilih menggunakan kantong plastik yang mudah didapat daripada koran bekas.
Hal ini dapat kita lihat dengan membandingkan kondisi di mana dulu bila kita membeli bawang atau cabe atau bumbu dapur akan dibungkus dengan koran maka saat ini cabe, bawang, ikan asin tersebut akan dibungkus dengan kantong plastik kecil.
Harga kantong plastik yang tergolong murah
Karena dulu saya besar di pasar, masih teringat jelas ibu-ibu yang berbelanja akan membawa keranjang belanja, dan di dalam pasar ada anak-anak yang menjajakan kantong plastik dengan ukuran besar. Hal ini disebabkan tidak semua pedagang akan memberi kantong plastik kepada pembeli apalagi pembeli yang hanya membeli sedikit barang karena harga kantong plastik saat itu tidak tergolong murah, bila dibanding dengan harga barang yang dijualnya.
Senang Praktis dan Malas Repot
Bila dulu kita akan membawa tempat atau rantang dari rumah bila hendak membeli nasi uduk atau bubur ayam atau jajanan lain, saat ini kita akan merasa lebih senang jajanan tersebut dibungkus dengan kertas nasi atau styrofoam, kemudian dimasukkan lagi ke kantong plastik. Karena alasan ingin praktis dan malas ribet ini juga, diberlakukannya kantong plastik berbayar sepertinya tidak akan berpengaruh pada jumlah konsumsi plastik karena pembeli pasti akan membayar berapa pun harga yang ditetapkan, asalkan tidak repot saat pulang membawa hasil belanja.
Agar tujuan program mengurangi penggunaan kantong plastik tercapai, sebaiknya pusat belanja tidak perlu lagi menyediakan kantong plastik. Sebagai gantinya disediakan tas berbahan kain, yang di dalamnya tahan air, dan terdiri dari dua bagian, sehingga satu kantung bisa menyimpan belanja makanan, satunya lagi untuk belanja sabun dan sejenisnya.
Bila setiap belanja harus membeli tas tersebut, di rumah tentu akan banyak tas-tas belanja seperti itu, dan hal ini tentu akan membuat para ibu di rumah memilih untuk membawa kantung belanja setiap akan belanja, atau menyimpan di bawah jok motor atau bagasi mobil sehingga dapat digunakan kapan saja.
Bagaimana dengan pasar tradisional?
Seperti yang telah saya jelaskan, murahnya harga kantong plastik membuat pedagang tidak berkeberatan untuk memberikan kantong plastik kepada pembeli meskipun hanya berbelanja seribu atau dua ribu rupiah. Namun, bila harga kantong plastik dinaikkan dengan harga yang cukup signifikan, tentu pedagang tidak lagi akan dengan murah hati memberi kantong plastik kepada pembeli dan pembeli akan terpaksa membeli kantong belanja seperti halnya pada ritel modern.
Kita tidak dapat sama sekali lepas dari penggunaan kantong plastik, karena ada barang-barang tertentu yang harus dikemas dalam plastik, dan pemerintah juga tidak dapat menutup pabrik plastik karena hanya akan menambah jumlah pengangguran. Namun, seperti halnya himbauan merokok, jumlah penggunaan kantong plastik dapat berkurang dengan meningkatnya kesadaran dari penggunanya. Untuk itu, mari kita mulai untuk belanja cantik sekarang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H