Belum lagi selesai kasus RK, bocah yang meninggal dunia setelah dianiaya kakak kelasnya, barusan saya membaca lagi berita serupa, yakni siswi kelas III di Muara Enim, Sumatera Selatan bernama JS yang dilaporkan meninggal setelah menjalani perawatan di UGD RSUD.Menurut berita, sebelum meninggal JS bercerita kepada orangtuanya bahwa Ia ditendang oleh rekan sekelas dan beberapa kawan lakinya saat istirahat. Orang tua JS menemukan lebam di paha kiri yang diduga bekas tendangan (sumber berita Kompas.com 8/5/2014 )
Kedua kasus kasus penganiayaan siswa SD tersebut terjadi di lingkungan sekolah dan pada saat istirahat, saat dimana para guru pun ikut beristirahat, baik didalam kantor ataupun di ruang kelas. Mengandalkan guru piket dan petugas keamanan yang hanya 1-2 orang jumlahnya untuk mengawasi sejumlah siswa dari kelas 1 hingga kelas 6, dengan jumlah rata2murid per kelas 30-50 orang (satu kelas biasa terdiri dari beberapa kelas lagi) saat jam istirahat tentu tidaklah memadai.
Untuk membantu pengawasan siswa, sekolah anak saya memasang CCTV di lingkungan sekolah, di pasang di beberapa titik seperti kantin, depan sekolah, lapangan, tempat parkir dan kelas. Monitor CCTV dipasang di kantor tata usaha yang tidak pernah kosong selama jam sekolah berlangsung. Jadi, pengawasan kegiatan siswa dilakukan bukan hanya oleh petugas keamanan tetapi juga dibantu oleh karyawan sekolah. Sekolah anak saya bukan sekolah internasional, hanya sekolah swasta biasa
Pemantauan melalui CCTV ini sepertinya cukup membantu pihak sekolah dalam mengawasi kegiatan siswanya, walaupun mungkin biayanya tidaklah murah bila dipasang untuk satu sekolah, tetapi juga tidak terlalu mahal bila dibanding dengan manfaatnya. Untuk sekolah-sekolah negeri, mungkinkah Kemedikbud dapat membantu menyalurkan dana untuk pemasangan CCTV ini sehingga minimal pihak sekolah dapat terbantu untuk mengawasi kegiatan siswa terutama di jam masuk sekolah, saat istirahat dan jam pulang sekolah.
Terjadinya kasus penganiyaan, bully membully yang terjadi di lingkungan siswa sekolah dasar tidak terlepas dari pengaruh lingkungan maupun tayangan telivisi yang secara tidak langsung memberi contoh tidak baik kepada anak-anak kita. Tidak jarang kita temui cerita sinetron yang berlatar belakang sekolah, yang menghadirkan tokoh anak yang menjadi “jagoan” yang mempimpin teman-temannya untuk mengganggu murid baru atau murid lemah yang menjadi tokoh baik di cerita tersebut, disana digambarkan jelas cara anak-anak ini membully temannya dengan cara-cara kekerasan.
Pengawasan di sekolah saja mungkin tidak cukup, karena penganiayaan atau kasus bully membully bisa saja terjadi di luar sekolah, sehingga yang terpenting adalah penanaman nilai – nilai moral dan tanggung jawab kepada siswa oleh guru maupun orang tua secara terus menerus tanpa bosan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H