KOMPASIANA -- Serbuan produk minuman ringan (soft drink) asing kian mendominasi pasar jajanan Dalam Negeri. Menjamurnya gerai Thaitea, matcha, boba, Americano coffee dan sejenisnya telah menghipnotis syaraf pengecap dan syarat penangkap cita rasa masyarakat Indonesia untuk mengabaikan produk lokal. Tantangan pasar ekstra ketat harus dihadapi  pelaku bisnis minuman tradisional, diantaranya perintis usaha Bir Pletok Alifah (1990-an) yang terus berusaha survive melalui inovasi produk, kemitraan dan 'rajin'  ikutan bazaar kulineran skala nasional hingga internasional.
"Kita lagi terus kembangin produk  serbuk sachet dalam kemasan standing pouch atau cup (gelas) siap seduh yang punya daya tahan lebih dari setahun," ujar Owner usaha minuman tradisional Betawi Bir Pletok Alifah, Risky Kurniawan (50) di ruang produksi sekaligus rumah tinggalnya di kawasan Kedoya, Jakarta Barat
Menurut lulusan STMT Trisakti yang akrab dipanggil Bang Risky perlunnya dibuat dalam bentuk serbuk karena produk bir pletok cair agak kurang peminatnya dan tak tahan lama, Â jadi cuma disediakan di rumah untuk minum di tempat. Permintaan bir pletok sifatnya fluktuatif (naik turun) melonjak di bulan Juni bersamaan HUT Jakarta atau lebaran Betawi pasca Idul Fitri atau momentum lainnya terkait budaya lokal.
Inovasi berupa bir pletok serbuk dan kemasan modernis diproduksi pada 2008 berbarengan  dengan legalitas usaha  seperti Nomor Induk Usaha (NIB),  izin dagang termasuk hak paten Bir Pletok Alifah dari Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kemenkumham. Usaha Bir Pletok Alifah sendiri sebetulnya sudah dirintis Ibu Mertuanya,  Rismi Alifah dari tahun 1990-an ketika menjadi tutor pendidikan kesetaraan Paket A (setara SD) sebagai sampingan sekaligus praktik wirausaha mandiri.
"Pembeli dan pasar bir pletok kan tersendiri,  jadi Kita harus cari strategi khusus. Misalnya  jadi mitra binaan Dinas Sosial, Dinas Parekraf, PLN atau PD Pasar Jaya sehinga  produksi dan penjualan terus jalan,"  jelas ayah dari Yasmin (20) dan Abu Bakar (11).
Sejak awal Januari 2025 ini Bir Pletok Aifah sudah masuk gerai Jakmart milik PD Pasar Jaya di enam titik di Jakarta, lalu di vending machine PLN di stasiun Gambir dan Bandara Soetta. Dirinya sangat mengapresiasi support dan peluang yang diberikan Pemprov Jakarta, namun pihaknya masih belum berani memproduksi besar-besaran karena pertimbangan pasar dan segmentasi peminat yang tak sama dengan konsumen soft drink umumnya.
Usaha keluarga berbasis warisan leluhur (heritage) mulai berkembang ketika pada 2018 masuk program Okeoce andalan  Pemerintah Provinsi (pemprov) DKI saat itu. Usaha Bir Pletok Alifah menjadi bagian dari program Jak-Preneur untuk memperoleh pendampingan kewirausahaan dari enam Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pengampu. Berbagai langkah kemitraan itu telah membantu pertukaran informasi untuk perbaikan manajemen, promosi serta ekspansi pasar.
 "Bir pletok itu kan bukan soft drink juga bukan jamu, tapi minuman tradisional yang punya khasiat bagus buat tubuh. Jadi nih kita coba lestarikan tradisi Betawi kalo ikutan bazaar atau festival kulineran," jelas Bang Risky yang mantan anak band.
Sejumlah event bazaar  yang kerap diikuti seperti memeriahkan TelkomCraft Indonesia 2018, Formula E 2022, Jakarta Travel Fair 2023,  JITEX 2024. Terakhir UMKM keluarga itu mengikuti bazaar Narasi Nusantara di Bali pada akhir November 2024 lalu. Melalui keikutsertaan di sejumlah event tersebut telah membantu mempertahankan eksistensi bisnis minuman tadisional Betawi yang di ekstraksi dari jahe, cengkeh, biji pala, lada dan lainnya. secara berkala bang Risky belanja sendiri bahan bahan ke pasar, kemudian diracik dibantu istri tercinta dan kedua anaknya serta tentu saja sang founder ibu mertua. (Ariya)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H