Karya Ariya Skylover
Jari jemari kurus namun lentik milik perempuan tua itu terus asyik mencabuti  tumbuhan liar di atas  makam suaminya. Telaten dan tuntas seluruh tanaman jenis parasit familia  dicabut sampai ke akarnya secara perlahan sehingga tidak merusak rerumputan Jepang yang disengaja ditanam melapisi makam. Hasil kerjanya sangat tidak sepadan dengan fisiknya yang kecil dan ringkih.
Setelah dipastikan olehnya tidak ada lagi  tumbuhan liar terselip di antara rumput  atau pembatas makam,  maka perempuan tua itu beranjak ke sisi batu nisan. Dielusnya dengan pelan dan lembut bagian perukaan nisan yang berlapis keramik. Dilakukannya secara berulang-ulang sambil mulutnya bergumam mengirimkan doa.
Tiba-tiba perempuan tua itu mengeluarkan  selembar tissue basah untuk mengelap sesuatu  yang dianggapnya mengotori  pada angka 1946 yang menunjukkan tahun kelahiran mendiang suaminya.  Digosoknya berulang sampai  bagian itu lebih cemerlang dibanding yang lainnya.  Namun  hal itu  terus dilakukan  seakan penasaran dan baru berhenti setelah seorang penjaga makam yang sekaligus petugas kebersihan taman pemakaman menegurnya.
"Kenapa Mak? Sepertinya sudah bersih banget,"tegur lelaki muda berbekal gunting rumput dan sapu lidi kecil sambil berjongkok  di seberang si perempuan tua
Sang nenek tidak segera menjawab, melainkan hanya tertawa lebar sehingga terlihat sebagian giginya yang  telah tanggal dan keropos dimakan usia.
Namun sebentar kemudian sang nenek dengan ramahnya bercerita  jika seharusnya angka yang ditulis pada nisan adalah 1945.  Sesungguhnya mediang suaminya itu lahir persis di hari kemerdekaan bangsa Indonesia, putra dari dari relawan tentara Jepang yang berasal dari Manado, Sulawesi Utara.  Persoalannya ketika suaminya  mengajukan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP)  ke pihak kelurahan  yang dicetak adalah tahun yang salah,  suaminya pun meminta perubahan tapi tak digubris dengan alasan tak ada akte kelahiran dan pengajuannya pun jauh terlambat yaitu jelang pernikahan mereka.
"Emang ribet banget ya Nek ngurus KTP zaman dulu.  Padahal setahu Saya tuh warga negara yang lahir pas tahun itu dapet bantuan khusus tuh. Sirik kali ya?" tanggap  sang penata taman makam mulai tertarik.
Sang nenek hanya kembali tertawa seakan memaklumkan masa lalu.  Kemudian  dia melanjutkan ceritanya tentang  masa kecil sang suami yang hidup  hanya berdua  maminya di  metropolitan  yang penuh gejolak dan kesusahan  di awal kemerdekaan.  Beruntung  papi yang  termasuk dalam barisan  utama Heiho telah meninggalkan sedikit perhiasan serta  rumah  sederhana di kawasan Jatinegara  Jakarta Timur, sehingga kehidupan mereka bisa terus berlanjut meski  kadang prihatin.  Papi mereka memilih meninggalkan Jakarta sebagai wujud kesetian kepada Dai Nippon dan balas kasih atas dibukanya jalan menuju kemerdekaan bagi  bangsa  yang telah terjajah  lebih dari 3,5 abad oleh Netherland. ( https://www.kompasiana.com/ariyaibnupaula/62fcbfe93555e42ff62bd652/mami-benci-kemerdekaan?utm_source=Whatsapp&utm_medium=Refferal&utm_campaign=Sharing_Desktop )
Terus Mak ketemu Kakek, eh Engkong ya, kapan tuh?" tanya lelaki muda yang mulai tertarik cerita sang nenek.