Sumber: Metha Docpro
Bertebarannya kabar bohong (hoax), ujaran kebencian (hate speech) serta pemberitaan yang bersifat provokatif pada kenyataannya masih sering ditemukan di internet.Â
Prihatin atas realita tersebut, praktisi komunikasi dan penyuluhan pembangunan Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (Ubhara Jaya), Metha Madonna berharap supaya pemerintah melakukan penguasaan super intens' dan literasi siber kepada masyarakat, kemudian didukung partisipasi pers yang mengusung jurnalisme penyuluhan.
"Masih saja ada berita bohong dan provokatif di media onlline juga dominasi tayangan infotaintment yang tak bermutu. Kalau tidak dicermati bisa ganggu pembangunan nasional," ujar Metha Madonna ketika melakukan diskusi terbatas baru baru ini di Jakarta untuk riset mengenai aktualisasi dan perancangan jurnalisme penyuluhan untuk komunikasi pembangunan.
Diakuinya pengawasan atau sweeping yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) didukung partisipasi masyarakat seperti Mafindo dan Turn Back Hoax, sudah cukup baik dan signifikan hasilnya. Tapi berita bohong dan provokatif itu deras datangnya, lebih dari 9500 hoax terdeteksi pada tahun 2022 dan 'repotnya' banyak media online turut menyebarkan berita bohong yang membuat masyarakat bingung dan ragu setelah menyimaknya.
Pemuatan hoax bisa saja tidak disengaja karena kurang selektif bisa dimaklumi tapi harus diperbaiki oleh redaksinya. Masalah lainnya banyak berita infotaintment murahan seperti KDRT selebritis yang ditayangkan secara masif dan disajikan dalam waktu panjang.Â
Maka dosen dan peneliti kajian jurnalistik, penyuluhan dan komunikasi pembangunan Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Ubhara Jaya itu, mengusulkan untuk mengaktualisasikan kembali jurnalisme penyuluhan yang bersifat edukatif, inspiratif dan persuasif.
Jurnalisme penyuluhan menurut Metha yang didampingi Fikri Reza sebagai peneliti mitra, telah diaplikasikan pada tahun 1980-an ketika didiselenggarakan program Koran Masuk Desa (KMD) yang diikuti surat kabar Harian Pelita, suara karya, pikiran rakyat dan lainnya. Hasilnya cukup signifikan membantu mengkomunikasikan program dan capaian pembangunan, tapi kelemahannya pada mas itu intervensi birokrat dan kekuasaan terlalu dominan sehingga KMD dituding bagian dari propaganda Orde Baru.
"Jurnalisme penyuluhan masih sangat relevan malah perlu diaktualisasikan lagi di zaman rentan krisis informasi hoax," jelas mantan jurnalis di Harian Pelita.
Melalui penelitian internal yang didukung Lembaga Penelitian Pengabdian Masyarakat dan Publikasi (LPPMP) Ubhara Jaya, dirumuskan jurnalisme penyuluhan yang lebih modern serta mengedepankan penyelenggaraannya yang partisipatif. Artinya pers atau jurnalis yang terlibat adalah mereka yang sangat sadar akan pentingnya pelaksanaan proses pembangunan nasional dan tercapainya Sustainable Development Goals (SDGs). .Â
Kenapa pers harus terlibat karena faktanya selain punya fungsi ekonomis dan kontrol sosial, pada faktanya pers dapat menjadi agen perubahan dalam sebuah kehidupan masyarakat dan negara. Kesimpulan ini atas logika ada dampak buruk dari berita hasutan dan provokatif, jadi pasti ada dampak baik dari informasi positif dan penyuluhan.