Mohon tunggu...
Ariya Hadi Paula
Ariya Hadi Paula Mohon Tunggu... Penulis - Fiksionis, jurnalis independen dan kolomnis sosial humaniora

Ariya hadi paula adalah Alumni IISIP Jakarta. Pernah bekerja sebagai desainer grafis (artistik) di Tabloid Paron, Power, Gossip, majalah sportif dan PT Virgo Putra Film .Jurnalis Harian Dialog, Tabloid Jihad dan majalah Birokrasi. Penikmat berat radio siaran teresterial, menyukai pengamatan atas langit, bintang, tata surya dan astronomi hingga bergabung dengan Himpunan Astronom Amatir Jakarta (HAAJ) dan komunitas BETA UFO sebagai Skylover. Saat ini aktif sebagai pengurus Masyarakat Peduli Peradaban dan dakwah Al Madania Bogor.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mudik

18 Mei 2022   11:52 Diperbarui: 5 September 2024   09:32 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Assalamu'alaikum. Permisi, Aki teh mau kemana malam-malam begini?" tanya salah satu remaja sambil menyorotkan senter pada wajah si lelaki tua.

"Aduh! Sakit ah mata Saya.  Turunkan dulu ah,"

Sungut lelaki tua yang dipanggil sebagai aki atau kakek dalam bahasa Sunda.

"Kalian pasti dari pesantren ya?" Tanya sang kakek setelah keduanya meminta maaf.

"Betul Ki, malam ini giliran kami ronda dan  bangunkan warga untuk sahur,"  jelas remaja yang tadi menyorotkan senter pada wajahnya.

"Punten, Aki sendiri mau kamana?" tanya remaja satunya lagi.

"Saya mau ketemu anak sama cucu. Sudah dua tahun Saya tak mudik, susah  gara-gara Covid. Banyak aturannya!" sungutnya lagi.

"Saya pilih pulang hari ini supaya  tak berlama-lama di perjalanan.  Eh tak tahunya  macet di tol. Padahal lebaran masih seminggu lagi," cerocos lelaki tua itu menumpahkan segenap kegundahan hatinya. Sementara kedua remaja yang  merupakan santri  pondok pesantren, hanya dapat mengangguk-anggukkan kepala mendengarkan keluhan sang kakek.

"Eh, Saya bingung sama kampung ini. Bukannya PLN sudah masuk sini? Tapi kok setiap mudik malam hari ini kampung gelap terus," sungut lelaki tua itu lagi  ketika mengetahui senter salah seorang santri kian meredup lalu mati.

"Ya begitulah Ki, kampung ini teh memang sering kena pemadaman. Sekali lagi punten, Aki  mau ke rumah siapa?" ujar santri  yang senternya padam.

"Anak Saya Erdha dan cucu Saya namanya Erdhin dan umurnya sebaya kalian," jawab lelaki tua itu senang dan bangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun