Mohon tunggu...
Ariya Wirasastra
Ariya Wirasastra Mohon Tunggu... Penulis - Fiksionis, jurnalis independen dan kolomnis sosial humaniora

Ariya Wirasastra adalah Alumni IISIP Jakarta. Pernah bekerja sebagai desainer grafis (artistik) di Tabloid Paron, Power, Gossip, majalah sportif dan PT Virgo Putra Film .Jurnalis Harian Dialog, Tabloid Jihad dan majalah Birokrasi. Penikmat berat radio siaran teresterial, menyukai pengamatan atas langit, bintang, tata surya dan astronomi hingga bergabung dengan Himpunan Astronom Amatir Jakarta (HAAJ) dan komunitas BETA UFO sebagai Skylover. Saat ini aktif sebagai pengurus Masyarakat Peduli Peradaban dan dakwah Al Madania Bogor.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Loveless

25 Januari 2022   16:41 Diperbarui: 6 September 2023   11:31 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sejak Ujian Akhir Semester (UAS) berakhir Sabtu petang kemarin, Uri merasa semakin malas ke luar rumah. Dunia sekitar serasa tak lagi ramah kepadanya. Begitu juga alam juga kian tak bersahabat,  kadang panas terik diselingi gerimis namun sesekali hujan lebat berseling cerah.

Angin kencang masuk dari jendela apartemen yang terbuka lebar, nyatanya tak membuat remaja putri belasan tahun itu merasa kedinginan. Malahan mahasiswi semester satu di Institut Bahasa itu berupaya mengaktifkan tombol remote dari Air Conditioner (AC) yang terpasang di dinding, tapi karena tak ada tanda pergerakan atau hembusan angin maka dilemparlah remote itu ke atas kasur.

"Menyebalkan!"  gumamnya kesal.

Segera diambil smartphone kesayangannya dan dibuka kontak WhatsApp (WA) pengelola apatemen. Ternyata tidak ada pesan baru melainkan jawaban tiga hari lalu yang menyatakan jika perbaikan AC baru bisa dilakukan pekan depan  karena keterbatasan personil teknisi. Lalu dibuka juga kontak layanan jasa perbaikan AC, jawabannya senada bahwa sejak pandemi Covid -19  telah banyak teknisi yang dirumahkan, artinya  tidak dapat segera diperbaiki.

"Bukannya kamu di lantai tujuh? Coba buka sedikit  jendelanya, pasti lumayan segar," saran sobat karibnya Nuha ketika curhat via sambungan langsung.

Jangankan digeser sedikit, dibuka lebar pun  tak juga membuat Uri merasa segar. Jiwanya tetap merasa gerah, hampa dan kesal tak berkesudahan.  Perasaan gundah itu berlangsung beberapa lama kemudian. Namun bersamaan itu juga, sudah cukup banyak angin masuk ketubuhnya dan membuat Uri mulai mengalami mual dan perut mengembung. Keringat dingin perlahan membasahi piyama biru muda favoritnya.

"Kebiasaan deh, Kamu seneng banget sih buka jendela  lebar lebar. Cepat tutup dan minum teh hangatnya," tegur Bunda setiap mengunjungi apartemen.  Terngiang pesan itu maka segera dirapatkannya jendela, lalu dibuatnya secangkir teh manis panas yang dibubuhkan beberapa bulir cengkeh.

Sambil mengaduk-mengaduk tak beraturan air teh di mug berwarna biru kesayangannya, Uri masih merasakan kegundahan yang entah darimana sebab musababnya. Pandangan menerawang menatap hari-hari ke depan yang diduganya akan jauh lebih sepi dan hampa, tanpa teman tanpa suasana kampus yang menyenangkan walau jauh dari ramai. Begitu juga lingkungan sekitar kampus, masih belum banyak penjaja kuliner instan.  Sepi, tak bergairah dan hidup serta dalam keterbatasan membuat dunia bergerak lamban tak berpengharapan.

Kemudian Uri menggeser kursi ke dekat jendela agar dapat memandang suasana kota yang masih lengang karena pandemi.  Sambil menyandarkan diri ke bantalan kursi, mahasiswi bertubuh sedikit gemuk itu menyeruput teh panas yang mulai menghangat.

Kehangatan pun menjalar perlahan ke sekujur tubuh Uri setelah meneguk habis teh anti angin resep Bunda.  Mualnya menghilang tapi piyama yang dipakainya masih basah dan lembab.

Baru saja Uri hendak melepas piyama, tiba-tiba smartphone kesayangannya menjerit. Segera dia mengangkatnya dari atas kasur.

"Yeoboseyo Appa, ada apa?"  tanya Uri setelah mengetahui siapa yang menelepon.

"Sudah sholat dzuhur, sayang?" tanya balik suara di seberang.

Selanjutnya  seperti biasa, jawaban sebentar lagi dari Uri membuat jengkel si penelepon. Serangkaian  nasihat diselingi rayuan  mengalir ke telinga Uri. Setelah lewat tujuh menit, perbincangan ia telepon diakhiri dengan senyum manis Uri.

"Iya Ayahku sayang.  Jangan lama-lama transferannya, hi hi hi..."  ujar Uri manja.

Namun baru dijauhkan dari telinga, nada panggil kembali terdengar.  Ternyata teman sekamarnya yang baru kemarin sore pulang kampung ke Yogyakarta.

"Annyeong Sarah. Kamu sudah sampai rumah?" tanya Uri  dengan antusias. Wajahnya yang tadi lesu dan muram, perlahan berseri.  Tapi piyama yang dikenakannya  semakin basah oleh keringat. Sambil memegang smartphone, Uri bangkit dari duduknya lalu menggeser sedikit kaca jendela agar angin masuk dan menyejukan ruang.

"Sebelum subuh Aku sudah  sampai Stasiun Tugu.  Sebelum jam enam, Aku sampai di rumah. Tapi tahu ndak Uri, Aku nyesal pulang. Sepi Uri, Malioboro, Pasar Bringharjo dan desaku sepi gara-gara Covid," ujar Sarah yang seperti biasanya cerewet.  Uri terbayang bagaimana ekspresi sahabatnya di kampus sekaligus sekamar di apartemen yang mereka sewa bersama.

"Tahu ndak Uri? Di sini lebih ketat daripada Jakarta.  Seperti baru-baru lockdown, padahal kampus kita mulai offline toh. Mending Aku ndak usah pulang, bisa pelesiran bareng Kamu," lanjut Sarah dari seberang. Uri semakin membayangkan sahabatnya yang super cerewet itu duduk di atas kasur sambil terus bicara.

"Hai Uri, Kamu sehat? Kok aku ngomong eh kamunya diam saja," protes Sarah.

"Aduh Sarah, gimana Aku ngomong kalau  KA 'Argo Lawu' lewat," hi hi hi jawab Uri ceria.

Bukannya marah disebut kereta lintas provinsi, Sarah malah ikut tertawa.  Saling curhat pun terjadi antara kedua mahasiswi program studi sastra Korea itu. Uri pun mengalami hal serupa, sejak berakhir UAS memang sebagian penghuni apartemen telah mudik. Sementara dirinya malah dilarang pulang karena di lingkungan Rukun Tetangga (RT) di tempat tinggalnya terdapat beberapa warga melakukan isolasi mandiri.

 

"Astaghfirullah!" teriak Uri setelah lebih dari 30 menit berbincang dengan Sarah.  Sahabatnya di ujung sana segera bisa menebak sesuatu hal yang membuat Uri terhenyak  Sarah pun mengakhiri curhatannya dengan sebuah pesan agar jangan suka menunda-nunda kebaikan.

Selesai waktu pun bergulir dengan cepatnya, matahari senja  perlahan menenggelamkan diri di horizon barat kota Jakarta. Adzan maghrib  yang tadi menggema bersahut-sahutan kini terdengar sayup kemudian sirna lalu berganti sepi.  Sementara yang dilakukan Uri masih sama seperti pagi dan siang tadi, bahkan sama seperti hari-hari sebelumnya.   Rebahan, berguling ke kanan lalu ke kiri, duduk dekat jendela atau lesehan di lantai dan semua itu hanya untuk melakukan aktivitas olah jari di smartphone dan menonton televisi.

 

Hanya mandi, wudhu dan sholat yang mengistirahatkan pandangannya dari dunia meta yaitu dunia  multiverse yang membuat lebih dari separuh remaja di muka bumi menghabiskan waktunya sebagai gamers atau petualang media sosial (medsos) dengan akun virtual alias identitas palsu.

Beberapa hari belakangan Uri mengalami loveless setelah  tiada satupun postingannya di  WA Grup Indonesian Stay tak juga ada yang merespon. WAG komunitas fanboy group Staykids asal Korea Selatan, entah mengapa dirasa acuh atas setiap info darinya.  Begitu juga  Telegrup International Stay sepi sapa, tiada lagi candaan manis dan rayuan gombal dari  para fanboy yang suka padanya. Uri merasa sudah tidak ada lagi yang menyukai eksistensinya.

Loveless.!

Dibacanya status WA dan Telegram yang dipasang seminggu yang lalu.  Seakan tersadar sesuatu, Uri  melakukan scroll up menelusuri dialog WAG pasca status loveless terpasang.  Betul saja dugaan Uri, ternyata banyak bertebaran komentar dan sticker yang menyatakan patah hati serta kecewa setelah membaca status profil Uri.

Uh cedih ternyata Uri sudah punya boyfriend dan sekarang lagi gabut, ancurrr deh my heart, Uriii... teganya, dan banyak lagi kalimat meluruhkan hati dara kelahiran kota hujan nan manis.  Senyumnya mengembang saat membayangkan raut wajah para fanboy komunitas Stay yang hopeless dan loveless karena menyangka jika Uri sudah ada yang punya namun sedang  masuk fase galau hubungan very interpersonalnya.

Selanjutnya dari sekadar hi hi hi berubah jadi ha ha ha sendirian.  Tawa kegirangan dan rasa senang berhasil mempermainkan perasaan orang lain telah mengembalikan semangat dan gairah hidupnya di dunia meta,  sebuah kehidupan pada dimensi lain di alam siber namun pararel dengan kehidupan real masa kini.

Maka segera diketiknya pesan yang berbunyi, Hai Guys, diriku loveless karena terkurung di kamar apartemen sendirian, jauh dari teman, orangtua dan makanan enak karena pandemi.

Pesan itu dipostingnya di WAG dan Telegrup komunitas Straykids.  Kemudian ditunggunya respon.

Cling! Nada tanda sebuah pesan WA masuk. Terbaca oleh Uri dari WAG Indonesian Stay. Lekas dibacanya pesan dari seseorang yang sangat dikenalnya.

"Uri, you make loveless. But I miss you," sapa akun Han Jisung Official.

"Han Jisungggggg.......!" teriaknya histeris.

Batavia, 22 Jumadil akhir 1443 H / 25 Januari 2022M

Ps. Dedicate to Azzuri N. Paula

By Ariya Al Batawy

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun