Mohon tunggu...
Ari Widodo
Ari Widodo Mohon Tunggu... profesional -

Nama (huruf besar) : ARI WIDODO, SE\r\n2. Laki-Laki/Wanita : Laki-laki\r\n3. Tempat Lahir/Tanggal : Lubuklinggau, 26 Februari \r\n5. Alamat tempat tinggal : Perumahan BSP Blok B2 No 48 RT 9 \r\n Dusun Purwobakti, Kecamatan Bathin III, \r\n Kabupaten Bungo, Jambi\r\n12. Menjadi Anggota PWI sejak : 2008\r\n13. Nomor Anggota PWI : 05.00.15867.12\r\n14. Tergabung pada PWI Cabang : Muarabungo, Jambi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Vihara Padmakirti Gelar Upacara Ulambana

12 September 2012   17:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:33 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1347471265526434835

[caption id="attachment_212039" align="alignnone" width="1670" caption="Biksu Yang Arya Biksu Bhadrasilo Sthawira mengajak melakukan pemberkatan."][/caption]

Diikuti Warga Tionghoa

Umat Buddha

MUARABUNGO-Vihara Padmakirti Muarabungo mengadakan Upacara Ulambana dan pembacaan sutra pertobatan. Pihak Vihara mengundang seluruh umat untuk mengikuti kegiatan yang dilaksanakan bertepatan dengan bulan ke-7 hari ke-15 penanggalan Imlek. acara diadakan mulai pukul 06.00-18.00 WIB, Kamis (6/9).

Puluhan umat Buddha mengikuti acara ini sejak pagi hingga sore hari. Pembacaan sutra atau ayat - ayat suci dilakukan mulai pukul 09.00 WIB dipimpin langsung oleh Yang Arya Biksu Bhadrasilo Sthawira beserta biksu lainnya dari Vihara Avalokiteswara, Pondok Cabe Ciputat Tanggerang Selatan. Kegiatan begitu khusuk hingga menjelang siang.

Kemudian kegiatan dilanjutkan dengan altar di luar pembacaan doa suci dilakukan YA Biksu Bhadrasilo Sthawira untuk mengundang arwah orangtua atau leluhur. Segenap umat yang diikuti pengurus yayasan menggelar doa-doa. Sementara berbagai masakan sebagai sesaji untuk para arwah lengkap dengan nama para leluhur atau arwah yang didoakan.

Meski digelar sejak pagi hari, namun hingga malam tiba kegiatan tersebut tetap mendapat perhatian cukup besar dari umat Buddha kota Jambi. Itu terlihat dari sejumlah jamaah yang tak pernah sepi mengikuti ritual sembahyang leluhur. Mereka datang menjalankan sembahyang yang berdasarkan tradisi, rutin dilaksanakan umat Buddha setiap bulan ke tujuh Imlek itu.

Ritual sembahyang dibagi dalam beberapa sesi. Sembahyang Ulambana merupakan sembahyang untuk melimpahkan jasa atau kebaikan pada para leluhur yang telah meninggal dunia. “Ya, kegiatan pelimpahan jasa kepada makhluk hidup ditiga alam sengsara dengan harapan mendapat berkah kebajikan, kebahagiaan, terbebas dari penderitaan dan terlahir di alam yang lebih berbahagia,” kata Biksu YA Bhadrasilo Sthawira.

Dikatakan Bhadrasilo ritual sembahyang Ulambana ini berawal dari sebuah kisah yang terjadi pada zaman Sang Buddha, pada saat itu Buddha memiliki seorang murid bernama Mogalana. Dengan kesucian, kesaktian, dan kekuatannya, ia mencoba menolong ibunya yang berada pada alam yang menderita atau alam Niraya. Melihat hal itu, ia kemudian ingin mempersembahkan makanan pada ibunya, akan tetapi tidak pernah berhasil, dan bahkan makanan tersebut berubah menjadi bara api.

“Demi menolong sang ibu, dia menyampaikan keinginan itu pada sang Buddha. Setelah mendengarkan keinginan Mogalana, Buddha menyarankan kepada Mogalana untuk mengundang para bhikku untuk berdoa bersama-sama dan memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada mereka. Selanjutnya kebajikan itu dilimpahkannya kepada sang ibu.Akhirnya berkat kebajikan yang dilakukan Mogalana, sang ibu bisa terbebas dalam alam penderitaannya,” katanya.

Tak berbeda dengan sembahyang yang digelar umat Buddha umumnya, sembahyang ulambana juga dilengkapi berbagai persembahan, di antaranya buah-buahan, makanan, minuman, bunga, begitupun beberapa perlengkapan sembahyang lain seperti kertas sembahyang dan hio (garu). Semua barang-barang yang dipersembahkan dalam ritual sembahyang memiliki makna atau simbol tersendiri.

Berdasarkan tradisi dalam memberi persembahan harus disediakan buah-buahan yang bagus. Yang berarti, buah-buahan yang bagus pasti berasal dari pohon yang bagus pula atau terawat dengan baik. Ini memberikan simbol tentang kebijakan bahwa sesuatu yang baik juga akan menghasilkan yang baik pula. Begitu pun bunga yang dipersembahkan pada ritual itu. Patut diingat, walaupun bunga telah layu, namun bunga tetap akan menyebarkan wangi yang semerbak. Sama halnya dengan air, juga memberikan arti tentang kebijakan. Air selalu mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. “Ini mempunyai arti dalam hidup kita harus rendah diri,” ujarnya. (ado)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun