Di semester genap tahun 2019, saya mengajar di kelas 2SD dan seperti kebiasaan saya yang saya lakukan di beberapa kelas berbeda yang saya ampu sebagai Guru pengganti, biasanya saya meluangkan waktu untuk mampir ke kelas tersebut satu atau dua hari sebelumnya.
Apa yang saya lakukan?
Iya benar, saya mengajak ngobrol Guru kelas tersebut yang akan menjadi partner sementara nantinya. Banyak hal yang saya cari tahu seperti jumlah murid, karakter murid, karakter orangtua dan pastinya keadaan kognitif akademis murid murid kelas tersebut. Mengapa mengetahui hasil asesmen kognitif kelas tersebut penting saya ketahui? Benar sekali rekan pembaca dengan mengetahui dan mengidentifikasi capaian kompetensi siswa di kelas tersebut maka nantinya saya bisa menyesuaikan pembelajaran di kelas sesuai dengan kompetensi rata rata siswa.
Apa contohnya?
Area literasi misalnya, setiap akhir jenjang ajar Guru dan murid akan diminta melengkapi data pencapaian membaca dan menulis (Reading and Writing Continuum), pada tabel tersebut Guru akan melakukan refleksi bersama murid murid dan meminta murid untuk melakukan penilaian diri (self evaluation) atas kompetensi membaca dan menulis yang telah mereka capai. (lihat gambar)
"Pak Ari aku ngga ngerti ceritanya"
"Itu siapa? (sambil menunjuk karakter di buku)"
"Aku belum tahu kata itu, Pak Ari"
Itulah reaksi murid murid ketika saya menyampaikan materi tentang tanda baca, selama dua sesi saya memulai dengan membacakan buku cerita. Dari ragam buku buku cerita yang saya tawarkan memang kerap kali terjadi voting buku mana yang mereka pilih dan akan saya bacakan. Dari sini saya mengobservasi dan mengaitkan dengan hasil capaian rangkaian membaca dan menulis kelas tersebut memang benar terbukti dan saya pun harus menerapkan strategi pembelajaran yang mengakomodir kebutuhan kompetensi murid yang capaian literasinya berada di level dasar dan dini.Â