Cekalikang, 19 Mei 2024 – Penyakit menular pada hewan ternak dan tanaman pangan kembali menjadi perhatian serius di Indonesia. African Swine Fever (ASF) menyerang populasi babi domestik dan hutan, sementara berbagai penyakit membahayakan pohon pisang di tanah air. Kedua jenis penyakit ini tidak hanya mengancam kesehatan ternak dan tanaman, tetapi juga berdampak besar pada ekonomi peternakan dan pertanian.
Penyakit ASF Menghantui Peternakan Babi
Kejadian dan Dampak
African Swine Fever (ASF) adalah penyakit menular yang sangat mematikan bagi babi domestik dan babi hutan. ASF disebabkan oleh virus ASF (ASFV) dari famili Asfarviridae dan pertama kali terdeteksi di Kenya, Afrika Timur, pada tahun 1909. Penyakit ini tidak hanya mengakibatkan kematian massal pada babi tetapi juga menimbulkan kerugian ekonomi yang besar.
Menurut Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, ASF menimbulkan pendarahan pada organ internal babi dan sangat resisten terhadap perubahan lingkungan. Virus ini dapat bertahan hidup dalam darah, daging dingin, dan daging beku untuk waktu yang lama, membuatnya sulit dikendalikan.
Gejala dan Penularan ASF
Babi yang terinfeksi ASF menunjukkan gejala demam tinggi, kehilangan nafsu makan, depresi, muntah, diare, keguguran, radang sendi, pendarahan pada kulit dan organ dalam, serta perubahan warna kulit menjadi ungu. Dalam beberapa kasus, kematian bisa terjadi sebelum gejala-gejala ini muncul.
Penyebaran ASF dapat terjadi melalui kontak langsung dengan babi yang terinfeksi atau melalui konsumsi sampah makanan yang terkontaminasi, urin, lendir, feses, darah dari luka pertarungan, gigitan caplak lunak, dan benda-benda yang terkontaminasi seperti pakaian dan alat peternakan. Penyebaran virus ini juga dapat terjadi melalui babi hutan yang menjadi reservoir utama virus ASF.
Upaya Pengendalian ASF dan Titik Rawan Penularan di Indonesia
Untuk mengendalikan ASF, langkah-langkah biosecurity yang ketat harus diterapkan di peternakan. Ini termasuk isolasi babi yang sakit, karantina babi impor, menjaga sanitasi kandang, memusnahkan babi yang mati akibat ASF, membatasi akses orang ke peternakan, dan melakukan vaksinasi rutin. Selain itu, pembatasan pergerakan babi hutan dan vektor alami ASF juga sangat penting, meskipun sulit dilakukan.
Pada Februari 2019, wilayah Asia Tenggara pertama kali mengalami konfirmasi wabah African Swine Fever (ASF) di Vietnam. Dari sana, infeksi ASF menyebar ke negara-negara tetangga seperti Kamboja, Laos, Filipina, Myanmar, dan Timor Leste. Desember 2019 menjadi momen penting ketika tujuh negara di Asia Tenggara telah mengkonfirmasi adanya kasus ASF, termasuk Indonesia.
Di Indonesia, kasus ASF secara resmi diumumkan melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 820/KPTS/PK.320/M/12/2019. Wabah ini menyebabkan jumlah kematian babi mencapai 47.559 ekor dari total 1.277.741 ekor babi di Sumatera Utara, yang setara dengan 3,7% dari populasi babi di provinsi tersebut. Lebih dari itu, virus ASF juga dikonfirmasi telah menyebar ke 21 dari 33 kabupaten di Sumatera Utara, mencakup 64% wilayah provinsi tersebut.
Daerah-daerah dengan populasi dan lalu lintas babi yang tinggi menjadi titik rawan penyebaran virus ini. Beberapa daerah di Indonesia yang teridentifikasi sebagai daerah rawan penularan ASF antara lain Nusa Tenggara Timur (NTT), Papua, Sulawesi Selatan, Bali, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Kepulauan Riau, Sulawesi Tengah, dan Jawa Tengah. Penyebaran ASF di wilayah-wilayah ini menimbulkan keprihatinan besar karena dapat menyebabkan kerugian besar bagi industri peternakan babi dan juga ancaman terhadap kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat setempat.
Serangan Penyakit pada Pohon Pisang
Selain ancaman ASF pada babi, petani pisang di Indonesia juga menghadapi berbagai penyakit yang menyerang tanaman pisang. Menurut Kompas.com, yang ditulis oleh Sakina Rakhma Diah Setiawan, berikut beberapa penyakit utama yang menyerang pohon pisang:
1. Penyakit Kerdil
Penyakit kerdil pada pohon pisang disebabkan oleh virus Banana bunchy top virus (BBTV) dan Abaca bunchy top virus (ABTV). Penyakit ini ditularkan oleh kutu daun (Pentalonia nigronervosa). Gejalanya meliputi daun muda yang tegak, pendek dan sempit, serta tangkai daun yang lebih pendek dari biasanya. Daun menjadi kuning di tepinya dan mengering.
Upaya pengendalian penyakit kerdil meliputi penanaman bibit bebas virus, pembongkaran dan pembakaran tanaman yang terserang, serta penyemprotan insektisida untuk mengendalikan vektor hama.
2. Layu Fusarium
Penyakit layu fusarium disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum. Jamur ini menyebabkan daun pisang menguning, pelapah menjadi layu, dan terjadi perubahan warna pada bonggol pisang.Â
Pengendalian dilakukan dengan membersihkan gulma yang menjadi inang sementara jamur tersebut dan sanitasi lahan yang baik.
3. Layu Bakteri
Layu bakteri yang disebabkan oleh Pseudomonas solanacearum menyerang akar, bonggol, dan batang pisang.Â
Upaya pengendalian meliputi pembungkusan buah dengan plastik transparan untuk mencegah datangnya serangga dan pengelolaan drainase yang baik.
4. Penyakit Darah (BDB)
Penyakit darah atau Blood Disease Bacterium (BDB) menunjukkan gejala daun menguning dan layu, bunga jantan mengering, serta batang berubah warna menjadi kecoklatan dan membusuk.Â
Pengendalian dilakukan dengan menanam bibit yang sehat, membongkar dan membakar tanaman yang terserang, serta penyemprotan bakterisida.
5. Bercak Daun
Penyakit bercak daun disebabkan oleh jamur Mycosphaerella musicola, yang menyebabkan bintik-bintik hitam pada daun yang kemudian membesar dan menjadi noda kuning kecoklatan hingga hitam.Â
Cara pengendalian meliputi pengaturan jarak tanam, pemangkasan daun yang terserang, dan penyemprotan fungisida sistemik.
Penanganan dan Kolaborasi
Penanganan kedua ancaman ini memerlukan kerjasama dan kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, peternak, petani, dan komunitas ilmiah. Peningkatan kesadaran tentang pentingnya biosecurity dan langkah-langkah pencegahan serta respon cepat terhadap laporan kasus penyakit sangat penting.
Pemerintah, melalui Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Pertanian, terus berupaya melakukan sosialisasi dan memberikan bantuan teknis serta pelatihan kepada para peternak dan petani untuk mengendalikan penyebaran penyakit ini. Kolaborasi lintas sektoral menjadi kunci utama dalam menghadapi dan mengatasi tantangan ini.
Ancaman ASF pada babi dan berbagai penyakit pada pohon pisang harus dihadapi dengan serius. Upaya pencegahan, pengendalian, dan penanganan yang tepat harus dilakukan secara intensif dan berkelanjutan.Â
Dengan kerjasama yang baik dari semua pihak terkait, diharapkan kerugian yang diakibatkan oleh penyakit-penyakit ini dapat diminimalisir dan kesejahteraan para peternak serta petani dapat terjaga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H