Mohon tunggu...
Ariva Sultana
Ariva Sultana Mohon Tunggu... -

you`ll make it

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Normal dan Abnormal dalam Psikologi

12 Maret 2014   04:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:02 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kali ini bahasan kita tentang normal dan abnormal dalam psikologi. Ternyata normal dan abnormal dalam psikologi itu `beti` lohh alias beda tipis. Disimak baik-baik ia J

Perlu di garis bawahi bahwa penderita gangguan jiwa bukanlah seseorang yang harus ditakuti atau di jauhi. Banyak pemberitaan di media massa mengenai penanganan yang tidak sewajarnya dilakukan untuk penderita gangguan jiwa, sehingga akhirnya kita berasumsi bahwa penderita gangguan jiwa adalah seseorang yang mengerikan sehingga kita harus menjaga jarak dengannya. Kita harus merubah paradigma seperti ini, karena bagaimanapun penderita gangguan jiwa adalah manusia yang sebenarnya kalau dia masih bisa memilih dia ingin menjadi normal seperti kita.

Gangguan kejiwaan memiliki beberapa pengertian:

a.Menyimpang dari standar kultural atau sosial

Tidak ada tingkah laku yang abnormal selama masyarakat menerimanya. Ini artinya tidak ada masyarakat yang sakit, karena ukuran sehat ada pada masyrakat itu sendiri. Ada satu contoh mengenai suatu suku bangsa tertentu, yang ketika ada diantara mereka yang di permalukan di muka umum, masalahnya diselesaikan dengan salah satu atau kedua-dua dari mereka melepas nyawa. Kita tidapat menyalahkan pandangan hidup mereka yang seperti itu, karena itulah yang mereka anggap baik. Nahh pandangan seperti inilah yang disebut dengan “Relativitas Budaya”.

b.Ketidakmampuan menyesuaikan diri

Pandangan ini menyatakan bahwa perilaku abnormal adalah perilaku yang maladaptif ketika individu berada dalam kondisi atau situasi yang yang menuntutnya melakukan tindakan menyesuaikan diri dengan baik. Mengenai masalah penyesuaian diri ini, M. Jakoda, seorang ahli kesehatan mental, menegaskan lagi dengan menyebutnya sebagai “penyesuaian diriyang aktif”. Artinya, penyesuaian diri itu harus secara tegas merupakan inisiatif individu yang bersangkutan, bukan sekedar usaha untuk dapat bertahan dalam suatu situasi yang menekan tetapi tidak dapat dihindari.

c.Menyimpang secara statistik, violasi atas norma sosial

Norma-norma numerik, yang didasarkan pada prosedur statistik, dapat dijadikan landasan bagi pengelompokkan perilaku: ada yang paling sering terjadi, rata-rata terjadi, dan sekali-sekali terjadi. Maka yang rata-rata itu menunjukkan orang-orang yang tergolong normal, sedangkan yang sangat sering atau sangat jarang, abnormal.

Orang yang taraf kecerdasan antara 90 dan 110 adalah orang yang kecerdasannya tergolong normal. Dibawah 90 adalah abnormal atau subnormal. Diatas 110 juga dinamakan abnormal, tetapi bukan sub melainkan di atas normal atau above average bahkan selanjutnya superior.

That`s it. Thank you for reading

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun