Rujuk, menurut istilah para ulama mazhab, adalah tindakan seorang suami yang menarik kembali istrinya yang telah ditalak untuk mempertahankan ikatan pernikahan. Hukumnya adalah boleh. Dalam proses rujuk, tidak diperlukan wali, mahar, ataupun persetujuan dari istri yang ditalak. Ini didasarkan pada firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 228, yang menyatakan bahwa suami berhak untuk merujuk istrinya selama masa iddah, jika tujuannya adalah untuk kebaikan dan perdamaian. Ibnu Katsir juga menegaskan bahwa suami yang menceraikan istrinya memiliki hak untuk merujuknya selama masa iddah, asalkan niatnya adalah untuk perdamaian.
Pada masa awal Islam, seorang suami bisa merujuk istrinya berkali-kali tanpa batas, tetapi kemudian dibatasi hanya tiga kali, yang kemudian menyebabkan munculnya konsep talak raj'i dan talak ba'in. Selain itu, firman Allah dalam Surat At-Thalaq ayat 2 juga menegaskan pentingnya tujuan rujuk yang harus didasari pada perdamaian dan kebaikan, serta diperintahkan untuk melibatkan dua saksi yang adil dalam proses rujuk.
Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 163 ayat (1), disebutkan bahwa seorang suami dapat merujuk istrinya selama masih dalam masa iddah. Rujuk berarti kembalinya hubungan perkawinan setelah terjadi perceraian, dengan syarat proses tersebut berlangsung dalam masa iddah. Namun, rujuk tidak berlaku untuk perceraian karena alasan li'an atau khuluk. Pasal 165 juga menjelaskan bahwa rujuk harus disepakati oleh kedua belah pihak; jika hanya salah satu pihak yang melakukan rujuk tanpa persetujuan pihak lain, maka rujuk tersebut dianggap tidak sah.
Perbedaan antara syariah Islam dan hukum perkawinan Islam di Indonesia terletak pada adanya upaya hukum lanjutan dalam sistem hukum Indonesia. Dalam syariah Islam, setelah talak, rujuk, atau perceraian diputuskan, keputusan tersebut bersifat final. Sementara dalam hukum perkawinan Islam di Indonesia, putusan pengadilan masih bisa diajukan banding atau kasasi.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim (No. 2813) melalui jalur Jabir bin Abdillah, Nabi SAW menjelaskan bahwa iblis menempatkan tahtanya di atas laut dan mengirim pasukannya ke seluruh dunia. Iblis paling menghargai setan yang berhasil menimbulkan fitnah terbesar kepada manusia, karena mereka dianggap paling dekat dengannya.Â
Dikisahkan bahwa ada setan yang melaporkan tindakannya pada iblis, yaitu menggoda seseorang hingga melakukan banyak dosa. Iblis menjawab bahwa tindakannya masih belum signifikan. Namun, ketika ada setan lain yang melaporkan bahwa ia telah berhasil memisahkan pasangan suami-istri, iblis memujinya sebagai pasukan terbaiknya.
Hadis ini mengingatkan pentingnya menjaga keutuhan rumah tangga agar tujuan perkawinan tercapai, seperti memiliki keturunan, hidup damai, dan mendapatkan kasih sayang. Oleh karena itu, jika terjadi perceraian, Islam memberikan ketentuan mengenai rujuk, yang dijelaskan oleh para ulama dalam berbagai mazhab:
1. **Mazhab Hanafi**: Rujuk dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan perkataan atau perbuatan yang didasari niat.
2. **Mazhab Maliki**: Rujuk bisa dilakukan dengan perkataan (asalkan disertai niat) atau dengan perbuatan yang dianggap sama dengan perkataan jika disertai niat.
3. **Mazhab Syafi'i**: Rujuk harus dilakukan dengan ucapan atau tulisan, tidak sah jika hanya dengan perbuatan meskipun ada niat.
4. **Mazhab Hanbali**: Rujuk bisa dilakukan dengan perbuatan meskipun tanpa niat, dan tindakan selain hubungan badan tidak dianggap sebagai rujuk. Selain itu, rujuk juga dapat dilakukan dengan perkataan tanpa syarat tambahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H