Dalam Al-Qur'an terdapat beberapa ayat yang mengatur tentang perceraian, salah satunya adalah dalam QS. Al-Baqarah ayat 231. Ayat ini menyatakan: "Apabila kamu menceraikan istri-istrimu, dan mereka mendekati akhir masa iddah, maka rujukilah mereka dengan cara yang baik, atau lepaskanlah mereka dengan cara yang baik pula. Janganlah kamu rujuk hanya untuk memberi mudarat, karena itu berarti kamu berbuat zalim terhadap mereka. Siapa yang berbuat demikian, maka ia telah menzalimi dirinya sendiri. Jangan jadikan hukum-hukum Allah sebagai permainan, dan ingatlah nikmat Allah serta apa yang telah Dia turunkan kepadamu, yaitu Al-Kitab dan Al-Hikmah (Sunnah). Allah mengajarkan kalian dengan apa yang diturunkan-Nya, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."
Ayat ini menegaskan bahwa jika seorang suami ingin menceraikan istrinya, hal tersebut harus dilakukan saat istri berada dalam masa suci dan belum ada hubungan suami-istri. Selain itu, dijelaskan bahwa suami, jika ingin merujuk atau melepas istri, harus melakukannya dengan cara yang baik dan manusiawi.Â
Dalam fikih, perceraian dikenal sebagai *furqah*, yang berarti putusnya hubungan pernikahan. Dalam istilah fikih, perceraian disebut *ba'in*, yaitu jenis perceraian di mana suami tidak bisa kembali kepada mantan istrinya kecuali dengan akad nikah yang baru. *Ba'in* merupakan salah satu bentuk perceraian, dan lawannya adalah *raf'iy*, yaitu perceraian yang belum sepenuhnya selesai, karena suami masih bisa kembali kepada mantan istrinya tanpa akad baru selama istri masih dalam masa iddah atau masa tunggu. Perceraian berarti berakhirnya hubungan pernikahan atau talak.
Talak sendiri berarti melepaskan atau membebaskan, yang merujuk pada berakhirnya hubungan antara suami dan istri, di mana keduanya menjadi bebas satu sama lain. Terdapat perbedaan mendasar antara perceraian dan talak, yang terletak pada objek penetapan definisi dan hukumnya:
1. Dari segi objek dan definisi, talak hanya diakui jika diucapkan oleh suami, sedangkan perceraian bisa diminta oleh istri melalui pengadilan agama.
2. Berdasarkan sumber hukumnya, dalam Islam, putusnya pernikahan disebut talak, yang memiliki definisi berbeda dari pandangan ulama klasik, sementara perceraian di Indonesia merujuk pada hukum perkawinan yang berlaku.
Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam pasal 117 mendefinisikan talak sebagai pernyataan suami di hadapan pengadilan agama yang menjadi salah satu penyebab putusnya pernikahan. Ada tiga macam talak dalam KHI, berdasarkan apakah suami boleh merujuk kembali istrinya atau tidak.
### Hukum dan Rukun Talak
Hukum talak bervariasi tergantung pada situasi:
1. Talak bisa menjadi mubah (boleh) jika ada kebutuhan, misalnya karena akhlak istri yang buruk atau pelayanan yang kurang baik. Sebaliknya, talak haram jika tidak ada alasan yang jelas, seperti ketika kehidupan rumah tangga baik-baik saja. Talak bisa dianjurkan dalam kondisi darurat, misalnya ketika istri merasa tersiksa atau sangat membenci suaminya. Talak bahkan bisa menjadi wajib jika istri tidak melaksanakan shalat atau menjaga kehormatannya, dan tidak mau bertaubat atau menerima nasihat.
2. Talak diharamkan jika istri sedang dalam keadaan haid atau nifas, atau jika istri telah disetubuhi selama masa suci tanpa ada kejelasan tentang kehamilannya. Talak juga diharamkan jika dijatuhkan tiga kali sekaligus dalam satu ucapan atau pertemuan. Selain itu, talak yang dilakukan karena alasan duniawi atau menyebabkan kerugian bagi kedua belah pihak tanpa ada manfaat, juga haram.
3. Talak sah jika dilakukan oleh suami atau wakilnya, dengan ketentuan wakil boleh menjatuhkan talak kapan saja, kecuali jika suami menentukan waktu dan jumlah talak yang akan dijatuhkan.
4. Talak menjadi sunnah jika istri mengabaikan atau tidak menjalankan perintah agama dan hukum-hukum Allah SWT, seperti dalam masalah syariah atau ibadah.
Di Indonesia, perceraian harus melalui putusan pengadilan untuk menyatakan bahwa suatu pernikahan telah resmi berakhir. Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, perceraian hanya bisa dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan tidak berhasil mendamaikan pasangan yang ingin bercerai. Upaya mendamaikan pasangan tersebut merupakan kewajiban pengadilan. Pemutusan pernikahan baru dapat dilakukan setelah suami dan istri telah melakukan usaha perdamaian, yang bertujuan agar kedua belah pihak tetap mempertahankan rumah tangga yang telah dibangun. Harapan dari upaya ini adalah agar kedua pihak dapat memikirkan kembali keputusan mereka, dengan memahami bahwa perceraian bukanlah langkah mudah, melainkan pilihan terakhir jika kebahagiaan dalam rumah tangga sudah tidak dapat dipulihkan.
Awalnya, penekanan terhadap perceraian terlihat dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud, di mana Rasulullah SAW bersabda, "Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak." Talak memiliki beberapa unsur yang disebut rukun, dan setiap rukun harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Adapun rukun dan syarat perceraian adalah sebagai berikut:
a. Suami yang menjatuhkan talak kepada istrinya, dengan syarat:
1) Harus sudah dewasa, artinya memiliki kedewasaan dalam bertindak.
2) Sehat secara mental; seseorang yang terganggu akalnya tidak sah menjatuhkan talak. Jika talak dilakukan dalam kondisi gangguan akal, maka talaknya tidak sah. Penulis berpendapat bahwa ada pembaruan hukum terkait talak yang dijatuhkan dalam keadaan marah, apakah ini termasuk dalam kategori gangguan akal. Hal ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Ath-Thabarani yang berbunyi: "La Thagdab Walakal Jannah" yang berarti "Jangan marah, bagimu surga."
3) Talak harus dijatuhkan dalam keadaan sadar dan atas kehendak sendiri.
b. Perempuan yang ditalak, dengan syarat:
Istri yang ditalak harus masih terikat dalam pernikahan dengan suaminya. Begitu pula dengan istri yang diceraikan dengan talak raj'i dan masih dalam masa iddah. Hadis, sebagai sumber otoritatif kedua setelah Al-Qur'an, memberikan justifikasi tentang talak. Hal ini dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Nasai, dan Ibnu Majah, yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW pernah menceraikan Hafsah dan kemudian merujuknya kembali.
b. **Sighat** atau ucapan talak berkaitan dengan beberapa hal:
1) Ucapan talak secara mutlak: Suami menyatakan talak tanpa mengaitkannya dengan kondisi apapun. Ucapan talak dengan lafaz *sarih* (jelas) tidak memerlukan niat khusus.
2) Ucapan talak yang bersyarat: Ada dua bentuk, yaitu talak yang bergantung pada suatu syarat tertentu dan talak yang digantungkan pada suatu pengecualian.
c. Dalam kasus perceraian, istri dapat mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya. Gugatan cerai adalah istilah yang digunakan ketika istri meminta cerai dari suami. Permohonan tersebut diajukan ke pengadilan, dan pengadilan yang akan memproses serta memutuskan untuk menerima atau menolak gugatan tersebut. Gugatan cerai harus disertai dengan alasan-alasan yang sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 19, serta Kompilasi Hukum Islam Pasal 116.
Alasan perceraian yang diatur dalam pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975 meliputi:
1. Salah satu pihak melakukan perzinahan, atau menjadi pemabuk, pecandu narkoba, penjudi, dan sifat-sifat lain yang sulit diubah.
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lainnya selama dua tahun berturut-turut tanpa izin atau tanpa alasan yang sah, atau karena sebab di luar kendali.
3. Salah satu pihak dipenjara selama lima tahun atau lebih setelah pernikahan berlangsung.
4. Salah satu pihak melakukan kekerasan atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lainnya.
5. Salah satu pihak menderita cacat tubuh atau penyakit yang menyebabkan tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri.
6. Terjadi perselisihan dan pertengkaran yang terus-menerus antara suami dan istri, tanpa harapan untuk dapat hidup rukun kembali dalam rumah tangga.
Meskipun keputusan cerai ada di tangan suami, jika pengadilan atau hakim menyetujui gugatan cerai dari istri, hakim dapat memaksa suami untuk menjatuhkan talak. Dalam Islam, gugat cerai dikenal dengan dua istilah: *fasakh* dan *khulu'*. *Fasakh* adalah pembatalan ikatan pernikahan antara suami dan istri tanpa pengembalian mahar atau kompensasi dari istri kepada suami. *Khulu'* adalah gugat cerai oleh istri di mana istri mengembalikan mahar atau harta kepada suami.
Pengertian putusnya perkawinan akibat perceraian mencakup berbagai bentuk dalam Kompilasi Hukum Islam, seperti putusan cerai, ikrar talak, khuluk, dan putusan taklik talak. Pada dasarnya, istri boleh meminta cerai asalkan disertai dengan alasan yang jelas dan syarat yang dibenarkan.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu 'Abbas, istri Tsabit bin Qais datang kepada Nabi SAW dan berkata: "Wahai Rasulullah, aku tidak mencela Tsabit bin Qais dalam hal akhlak dan agamanya, tetapi aku khawatir akan melakukan tindakan yang tidak benar dalam Islam." Nabi SAW kemudian bersabda: "Apakah kamu mau mengembalikan kebunnya?" Ia menjawab, "Ya, Rasulullah." Nabi SAW kemudian bersabda: "Ambillah kebunnya, dan ceraikanlah dia." (HR al-Bukhari). Namun, meminta cerai tanpa alasan syar'i adalah haram, sebagaimana disebutkan dalam hadis Rasulullah SAW: "Siapa saja perempuan yang meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan, maka haram baginya mencium bau surga." (HR. Abu Dawud, Al-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
### Macam-Macam Talak
Talak terbagi menjadi dua jenis: talak *raj'i* dan talak *ba'in*. Para ulama sepakat bahwa talak *raj'i* adalah talak di mana suami memiliki hak untuk merujuk istrinya selama masih dalam masa iddah, baik istri bersedia dirujuk ataupun tidak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H