a. Suami yang menjatuhkan talak kepada istrinya, dengan syarat:
1) Harus sudah dewasa, artinya memiliki kedewasaan dalam bertindak.
2) Sehat secara mental; seseorang yang terganggu akalnya tidak sah menjatuhkan talak. Jika talak dilakukan dalam kondisi gangguan akal, maka talaknya tidak sah. Penulis berpendapat bahwa ada pembaruan hukum terkait talak yang dijatuhkan dalam keadaan marah, apakah ini termasuk dalam kategori gangguan akal. Hal ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Ath-Thabarani yang berbunyi: "La Thagdab Walakal Jannah" yang berarti "Jangan marah, bagimu surga."
3) Talak harus dijatuhkan dalam keadaan sadar dan atas kehendak sendiri.
b. Perempuan yang ditalak, dengan syarat:
Istri yang ditalak harus masih terikat dalam pernikahan dengan suaminya. Begitu pula dengan istri yang diceraikan dengan talak raj'i dan masih dalam masa iddah. Hadis, sebagai sumber otoritatif kedua setelah Al-Qur'an, memberikan justifikasi tentang talak. Hal ini dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Nasai, dan Ibnu Majah, yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW pernah menceraikan Hafsah dan kemudian merujuknya kembali.
b. **Sighat** atau ucapan talak berkaitan dengan beberapa hal:
1) Ucapan talak secara mutlak: Suami menyatakan talak tanpa mengaitkannya dengan kondisi apapun. Ucapan talak dengan lafaz *sarih* (jelas) tidak memerlukan niat khusus.
2) Ucapan talak yang bersyarat: Ada dua bentuk, yaitu talak yang bergantung pada suatu syarat tertentu dan talak yang digantungkan pada suatu pengecualian.
c. Dalam kasus perceraian, istri dapat mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya. Gugatan cerai adalah istilah yang digunakan ketika istri meminta cerai dari suami. Permohonan tersebut diajukan ke pengadilan, dan pengadilan yang akan memproses serta memutuskan untuk menerima atau menolak gugatan tersebut. Gugatan cerai harus disertai dengan alasan-alasan yang sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 19, serta Kompilasi Hukum Islam Pasal 116.
Alasan perceraian yang diatur dalam pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975 meliputi:
1. Salah satu pihak melakukan perzinahan, atau menjadi pemabuk, pecandu narkoba, penjudi, dan sifat-sifat lain yang sulit diubah.
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lainnya selama dua tahun berturut-turut tanpa izin atau tanpa alasan yang sah, atau karena sebab di luar kendali.
3. Salah satu pihak dipenjara selama lima tahun atau lebih setelah pernikahan berlangsung.
4. Salah satu pihak melakukan kekerasan atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lainnya.
5. Salah satu pihak menderita cacat tubuh atau penyakit yang menyebabkan tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri.
6. Terjadi perselisihan dan pertengkaran yang terus-menerus antara suami dan istri, tanpa harapan untuk dapat hidup rukun kembali dalam rumah tangga.
Meskipun keputusan cerai ada di tangan suami, jika pengadilan atau hakim menyetujui gugatan cerai dari istri, hakim dapat memaksa suami untuk menjatuhkan talak. Dalam Islam, gugat cerai dikenal dengan dua istilah: *fasakh* dan *khulu'*. *Fasakh* adalah pembatalan ikatan pernikahan antara suami dan istri tanpa pengembalian mahar atau kompensasi dari istri kepada suami. *Khulu'* adalah gugat cerai oleh istri di mana istri mengembalikan mahar atau harta kepada suami.
Pengertian putusnya perkawinan akibat perceraian mencakup berbagai bentuk dalam Kompilasi Hukum Islam, seperti putusan cerai, ikrar talak, khuluk, dan putusan taklik talak. Pada dasarnya, istri boleh meminta cerai asalkan disertai dengan alasan yang jelas dan syarat yang dibenarkan.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu 'Abbas, istri Tsabit bin Qais datang kepada Nabi SAW dan berkata: "Wahai Rasulullah, aku tidak mencela Tsabit bin Qais dalam hal akhlak dan agamanya, tetapi aku khawatir akan melakukan tindakan yang tidak benar dalam Islam." Nabi SAW kemudian bersabda: "Apakah kamu mau mengembalikan kebunnya?" Ia menjawab, "Ya, Rasulullah." Nabi SAW kemudian bersabda: "Ambillah kebunnya, dan ceraikanlah dia." (HR al-Bukhari). Namun, meminta cerai tanpa alasan syar'i adalah haram, sebagaimana disebutkan dalam hadis Rasulullah SAW: "Siapa saja perempuan yang meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan, maka haram baginya mencium bau surga." (HR. Abu Dawud, Al-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
### Macam-Macam Talak
Talak terbagi menjadi dua jenis: talak *raj'i* dan talak *ba'in*. Para ulama sepakat bahwa talak *raj'i* adalah talak di mana suami memiliki hak untuk merujuk istrinya selama masih dalam masa iddah, baik istri bersedia dirujuk ataupun tidak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H