Kewajiban suami sebagai pemberi "nafkah batin" merupakan hak istri, sementara kewajiban istri sebagai "penenang batin" adalah hak suami. Hal ini diartikan sebagai pemenuhan kebutuhan biologis atau hubungan suami-istri yang sah, yang menjadi fondasi utama dalam sebuah rumah tangga. Kebutuhan dasar ini harus dipenuhi, terutama bagi suami, karena secara alami pria lebih cenderung membutuhkan kepuasan fisik dari pasangannya, dan kebutuhan ini sulit untuk ditunda lama. Jika terlalu lama tertunda, perselingkuhan mungkin terjadi.
Berbeda dengan istri, yang dapat bertahan tanpa berhubungan biologis hingga empat bulan, sebagaimana dinyatakan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Umar Ibn Khattab. Menurut teori yang dikemukakan oleh Rizal Darwis, kebutuhan istri untuk berhubungan biologis termasuk dalam aspek "nafkah batin" kedua. Sebelum memenuhi kebutuhan biologis istri, suami harus terlebih dahulu menciptakan rasa aman dan nyaman. Rasa aman dan kenyamanan, baik di dalam maupun di luar rumah, harus diberikan oleh suami agar keseimbangan batin tercapai, sehingga menjadi benteng dari konflik dan perselisihan yang dapat berujung pada perceraian.
Dari diagram batang di atas, dapat dijelaskan bahwa dalam kasus cerai talak yang diputuskan dengan alasan perselingkuhan oleh istri, terdapat 40 kasus dari total 46 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa peran istri sebagai "penenang batin" sering diabaikan, dan pentingnya pemenuhan kebutuhan biologis harus diperhatikan demi menjaga stabilitas dan keharmonisan rumah tangga. Alasan kedua adalah perilaku buruk istri, seperti terlalu banyak mengurusi urusan orang lain, yang memicu konflik baik dengan keluarga maupun teman, sehingga suami memutuskan untuk menceraikan istrinya. Faktor ekonomi hanya menjadi penyebab satu kasus perceraian, yang menandakan bahwa penghasilan tinggi dan kemapanan ekonomi tidak terlalu mempengaruhi keputusan suami untuk bercerai, karena istri cenderung menerima penghasilan suami dengan lapang dada, serta memiliki pemahaman agama yang baik mengenai pentingnya rezeki yang halal, bukan jumlahnya.
Sementara itu, pada kasus cerai gugat, perselingkuhan menempati posisi kedua dengan 88 kasus dari 208 kasus perceraian yang telah diputus. Ini menandakan bahwa pemenuhan "nafkah batin" dari suami, termasuk rasa aman, nyaman, cinta, kasih sayang, dan kebutuhan biologis istri, sangat penting namun sering diabaikan. Di sisi lain, perilaku kasar suami, seperti KDRT (kekerasan dalam rumah tangga), pemabukan, perjudian, pencurian, dan sejenisnya, menjadi alasan utama istri menggugat cerai, dengan jumlah 108 kasus dari 208 kasus pada tahun 2021. Faktor ekonomi juga menjadi penyebab cerai gugat, di mana adanya perbedaan penghasilan antara suami dan istri menyebabkan ketergantungan pada istri untuk menanggung beban keluarga. Hal ini membuat suami malas bekerja, dan istri sering kali mencari pasangan dengan jabatan atau penghasilan yang lebih tinggi, yang kadang berujung pada perselingkuhan.
Data tersebut diperoleh dari Pengadilan Agama Kwandang sepanjang tahun 2021, berdasarkan wawancara singkat online (melalui chat WhatsApp) dengan salah satu Panitera, Bapak Rajabudin. Data ini juga menunjukkan perbandingan yang signifikan ketika hak untuk membubarkan pernikahan diserahkan kepada istri. Hal ini juga dapat diartikan bahwa ajaran Islam yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, menjadikan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan lil Alamin).
PENUTUP
Keberlangsungan rumah tangga harus senantiasa dijaga. Salah satu cara menjaganya adalah dengan menyeimbangkan hak dan kewajiban suami dan istri, terutama dalam hal kondisi batin masing-masing. Data dan penjelasan yang telah disampaikan sebelumnya menunjukkan bahwa pernikahan, sebagai ikatan batin yang kuat (mitsaqan galizan) dari Allah SWT, harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Keinginan yang besar untuk memiliki pasangan hidup harus disertai dengan pemahaman yang mendalam mengenai arti pernikahan. Pemahaman ini perlu dimulai dengan niat yang kokoh, bahwa menikah adalah ibadah yang sangat dianjurkan dalam Islam dan memiliki pahala yang berlimpah serta jangka panjang.
Oleh karena itu, diperlukan perubahan paradigma, kebiasaan, perilaku, sifat, dan sikap dari kedua belah pihak. Hal ini akan memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang pernikahan dan membantu memperkuat cara berpikir, bertindak, serta bertingkah laku dalam menghadapi masalah, perselisihan, dan perbedaan pendapat dalam rumah tangga. Dengan begitu, perceraian bisa dihindari, masalah dapat diselesaikan, dan anggota keluarga bisa menyatu serta berkontribusi dalam memperbaiki tatanan sosial, kehidupan berbangsa, dan bernegara. In Syaa Allah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H