Disisi lainnya, Gugatan cerai harus diajukan di depan Pengadilan untuk mendapatkan keabsahan, sebagaimana tertuang dalam pasal 73 yang berbunyi, "Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat...".Â
Di sini terlihat bahwa baik ikrar talak maupun gugatan perceraian hanya akan terjadi setelah upaya mendamaikan dilakukan. Oleh karena itu, keseimbangan dalam pemenuhan hak dan kewajiban suami, termasuk "nafkah batin," dan istri sebagai "penentram batin" menjadi penenang bagi keduanya sebelum perceraian terjadi.
Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 116, disebutkan beberapa alasan terjadinya perceraian, salah satunya adalah "Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sulit disembuhkan." Fokus pada kalimat "Salah satu pihak berbuat zina" menunjukkan bahwa ada kondisi di mana kebutuhan biologis antara suami dan istri tidak terpenuhi. Pemenuhan kebutuhan biologis ini penting untuk menjaga keseimbangan batin pasangan.
Menurut Sayyid Sabiq, hak istri yang menjadi kewajiban suami dibagi menjadi dua. Pertama, hak yang terkait dengan harta, seperti mahar dan nafkah (kewajiban materi), dan kedua, hak yang tidak terkait dengan harta, seperti bergaul dengan baik, berlaku adil, menyenangkan istri, serta memberikan rasa aman (kewajiban non-materi atau rohaniah). Kewajiban suami sebagai pemberi "nafkah batin" mencakup pemenuhan kebutuhan biologis istri.
Di sisi lain, kewajiban istri yang merupakan hak suami, yaitu ketaatan kepada suami, sangat penting dalam menjaga keutuhan rumah tangga. Hal ini dapat meningkatkan cinta suami, mempererat hubungan kasih sayang, mengurangi perselisihan, serta mencegah pertengkaran yang bisa berujung pada perceraian. Kewajiban istri sebagai "penenang batin" adalah dengan selalu memenuhi kebutuhan biologis suaminya.
Oleh karena itu, pemahaman dan pelaksanaan hak serta kewajiban antara suami dan istri sangatlah penting. Jika masing-masing pasangan menyadari dan menjalankan tugasnya dengan baik sesuai kemampuan, rumah tangga akan menjadi tempat penuh persahabatan, kedamaian, dan keindahan, layaknya surga kecil. Namun, jika terjadi konflik dalam keluarga yang tidak terselesaikan, rumah tangga dapat berubah menjadi sumber penderitaan, yang pada akhirnya bisa berujung pada perceraian, baik cerai talak maupun cerai gugat.
Metode Kajiannya
Tulisan ini menganalisis apakah kondisi batin antara kedua belah pihak berhubungan dengan tingginya angka kasus cerai talak dan cerai gugat yang telah diputuskan. Penelitian ini bersifat kualitatif dan menggunakan data primer serta sekunder. Data primer kualitatif dikumpulkan melalui wawancara online (melalui chat WhatsApp), sedangkan data sekunder diperoleh dari literatur dan studi kepustakaan.Â
Menurut Sugiyono, wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data untuk menggali permasalahan yang sedang diteliti dan juga untuk memahami secara lebih mendalam pandangan dari responden. Soerjono Soekanto menyebutkan bahwa data sekunder mencakup dokumen resmi, buku, hasil penelitian berupa jurnal ilmiah, laporan, buku harian, dan lain-lain.
bersambung......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H