PEMBAHASAN
Dalam Islam, perkawinan adalah sebuah akad seperti akad-akad lainnya, namun Islam memberikannya predikat *Mitsaqan ghalizan*, sebuah perjanjian yang kokoh yang harus didasari oleh saling pengertian antara suami istri dan persetujuan keluarga kedua belah pihak. Tidak ada perjanjian lain dalam Al-Qur'an yang diberi penekanan sebesar ini selain perkawinan.
Jumlah kasus cerai gugat terus meningkat secara nasional, seperti yang dilaporkan Badilag pada 2014, bahwa 70% dari kasus perceraian selama periode 2010 hingga 2014 adalah cerai gugat. Di tingkat daerah, Pengadilan Agama Kwandang Gorontalo Utara pada tahun 2021 hanya menangani 8 kasus cerai talak, tetapi 92 kasus cerai gugat. Penelitian ini menggunakan pendekatan ilmu sosial profetik untuk menganalisis fenomena tersebut melalui studi literatur dan teori-teori sosial yang relevan.
Agama Islam berperan sebagai panduan dalam mengatur kehidupan, mencakup semua aspek, baik besar maupun kecil. Dalam konteks perkawinan, Islam memberikan pedoman mulai dari memilih pasangan hingga menjaga keharmonisan dalam rumah tangga. Perkawinan adalah topik yang selalu relevan dan menarik untuk dibahas, karena tidak hanya berhubungan dengan kebutuhan dasar manusia, tetapi juga dengan sebuah lembaga luhur yang disebut rumah tangga. Rumah tangga berperan sebagai benteng pertahanan moral dan akhlak manusia.
Menurut UU No. 1 Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Keluarga yang harmonis adalah yang mampu mencapai sakinah, mawaddah, dan rahmah dalam perkawinannya. Dalam pernikahan, hak dan kewajiban antara suami dan istri pun muncul.
Allah memberikan status khusus pada ikatan perkawinan sebagai perjanjian yang kokoh, berbeda dengan perjanjian lainnya seperti jual beli yang bersifat materil. Ikatan perkawinan menekankan hubungan batin yang mendalam antara suami dan istri, yang tidak hanya bersifat fisik.
Manusia dalam kehidupannya selalu terikat dengan aturan hukum untuk menciptakan ketertiban dan kedamaian, termasuk dalam hal perkawinan. Akad nikah yang sah menimbulkan hak dan kewajiban bagi suami istri yang harus dipenuhi. Gagalnya pemenuhan kewajiban ini sering menjadi sumber konflik dalam rumah tangga. Tujuan utama perkawinan adalah untuk mengabsahkan hubungan suami istri, memperoleh keturunan, dan menjaga kesucian serta cinta kasih antara suami dan istri. Namun, ketika keseimbangan batin terganggu, maka konflik akan muncul, yang dalam beberapa kasus berujung pada perceraian, meskipun talak adalah perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah, seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar. Dalam hukum perkawinan Indonesia yang sejalan dengan hukum Islam, perceraian dipersulit karena dianggap sebagai kegagalan dalam membentuk keluarga yang bahagia dan harmonis. Tujuan perkawinan, selain aspek hukum, juga dilihat dari aspek sosial, seperti perlindungan terhadap perempuan, stabilitas keluarga, dan ketenteraman batin (sakinah).Â
bersambung......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H