Pemahaman kontekstual M. Quraish Shihab mengenai ayat ketiga dari QS. An-Nisa umumnya berfokus pada perlakuan tidak adil terhadap anak yatim, khususnya perempuan, yang terjadi pada masa lalu. Berdasarkan sebab turunnya ayat, dapat disimpulkan bahwa praktik ketidakadilan sering dialami oleh mereka. Dalam konteks Indonesia, mirip dengan Hamka, penafsiran Quraish Shihab mengenai poligami dalam QS. An-Nisa ayat 3 juga dipengaruhi oleh faktor lokal dan realitas sosial di masyarakat, khususnya meningkatnya kasus-kasus terkait praktik poligami. Penafsiran ini muncul dari rasa tanggung jawabnya untuk memberikan pemahaman yang relevan kepada masyarakat terkait berbagai problematika sosial.
Menurut Quraish Shihab, pesan moral dan hukum yang bersumber dari Al-Qur'an harus disampaikan dengan cara yang mudah dipahami oleh masyarakat. Dalam konteks maraknya perceraian, ia berpendapat bahwa daripada melakukan talak, terutama jika masalah rumah tangga terkait dengan ketidakmampuan mendapatkan keturunan, poligami bisa menjadi alternatif terbaik. Dengan poligami, menurutnya, kehormatan dan martabat perempuan dapat lebih terjaga.
PENUTUP
Secara historis, akar permasalahan poligami terletak pada beragamnya pemahaman masyarakat, baik di dunia Islam secara umum maupun di Indonesia secara khusus. Isu utama dan kontroversi poligami hampir selalu berfokus pada dua aspek, yaitu dasar hukum dan persyaratannya. Kedua aspek ini sering kali menjadi sumber perdebatan dalam konteks sejarah dunia dan Indonesia, serta dalam kajian sosiologi, antropologi, budaya, dan politik, meskipun berbagai pendekatan telah digunakan untuk menjelaskan alasan dan pembenarannya.
Tulisan ini mengkaji isu poligami dari sudut pandang sejarah dengan pendekatan fenomenologi. Namun, pendekatan ini dianggap belum sepenuhnya menyentuh keseluruhan aspek poligami sebagai solusi dalam pernikahan. Selain itu, konteks sejarah dan dinamika tafsir Al-Qur'an di Indonesia, seperti penafsiran Hamka dalam *Tafsir Al-Azhar* dan M. Quraish Shihab dalam *Tafsir Al-Misbah*, sering kali menjadi solusi untuk menjawab problematika lokal umat Islam Indonesia. Hal ini sejalan dengan tujuan penulisan tafsir tersebut, baik oleh Hamka maupun Quraish Shihab, yaitu sebagai sarana agar umat Islam di Indonesia, melalui tafsir yang ditulis dalam aksara latin dan berbahasa Indonesia, lebih mudah memahami pesan moral Al-Qur'an. Dengan demikian, perilaku umat Islam Indonesia dapat berlandaskan pada nilai-nilai dan petunjuk dari Al-Qur'an.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H