Selain itu, terdapat larangan bahwa barang yang sudah dihibahkan tidak bisa ditarik kembali, sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda "bahwa orang yang meminta kembali atau mengambil hibahnya adalah laksana anjing yang muntah lalu menelan kembali muntahnya.23 Seseorang yang telah memberi hibah tidak boleh menarik kembali hibahnya yang telah berlaku, kecuali jika ia seorang ayah.24
Sebagaimana dinamika yang terjadi di Indonesia, bahwa penarikan kembali hibah selalu masuk dalam registrasi Pengadilan Agama untuk kemudian diputuskan. Hibah yang telah berlaku adalah hibah yang telah diterima oleh orang yang diberi. Sedangkan hibah yang belum berlaku adalah hibah yang belum diterima oleh orang yang diberi. Sekiranya ada seseorang mengatakan kepada orang lain: "Aku hibahkan salah satu mobilku kepadamu," lalu orang tersebut menjawab: "Aku terima," namun setelah menghibahkan mobil tersebut, dia menariknya kembali, maka hal itu diperbolehkan. Sebab, hibah tersebut belum diterima oleh orang yang diberi, padahal hibah belum berlaku kecuali setelah adanya qahdh (penerimaan dari orang yang diberi, maka pada kondisi ini, pembatalan dan pencabutan hibah dapat dilakukan dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama setempat atau wilayah hukum orang yang memberi hibah tersebut bertempat tinggal.
Sekiranya hibah tersebut telah diterima, dan orang yang memberi hendak menarik kembali, maka hal tersebut tidak diperbolehkan karena barang tersebut bukan miliknya lagi, meski masih dalam majelis hibah. Sekiranya seseorang menghibahkan penanya sedangkan mereka dalam satu majelis, lalu ia berkata: "Aku tarik kembali hibah tersebut, hibah tersebut telah diterima orang yang diberi hibah, maka hibah tersebut telah berlaku dan diharamkan baginya untuk menarik kembali hibahnya tersebut. Hal ini sebgaimana tertuang dalam Pasal 22 Kompilasi Hukum Islam yang sangat tegas menyatakan bahwa hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah dari orang tua kepada anaknya. Hadist diatas yang menjelaskan tercelanya menarik kembali hibahnya diatas, menunjukan keharaman penarikan kembali hibah. Kebolehan menarik kembali dimaksudkan agar orang tua dalam memberikan hibah kepada anak-anaknya memperhatikan nilai-nilai keadilan.
Pemanfaatan barang hibah berupa tanah sawah sebagai jaminan hutang oleh pemberi hibah yang digunakan untuk menghilangkan kesulitan yang dialami oleh pemberi hibah. Pemanfaatan barang hibah yang dilakukan oleh pemberi hibah untuk menghilankan kesulitan bagi dirinya dilain sisi mendatangkan madharat bagi anak-anak, karena tanah sawah yang mereka miliki dikelola oleh orang yang memberikan hutang kepada pemberi hibah, sehingga tanah sawah yang dikelola oleh pemilik harta berkurang luasanya dan hasil yang pemilik harta peroleh dari pengelolaan tanah sawah tersebut juga sedikit, akibatnya pemilik harta kesulitan untuk memenuhi biaya kebutuhan sehari-hari dan biaya pendidikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H