d. **Kontradiksi Dasar** Â
  Dalam suatu materi atau realitas objektif, terdapat lebih dari satu kontradiksi. Kontradiksi atau kontradiksi-kontradiksi yang menentukan sifat dari suatu materi atau realitas objektif, atau yang menentukan keberadaannya, disebut sebagai kontradiksi atau kontradiksi-kontradiksi dasar. Perubahan pada kontradiksi dasar berarti perubahan dari satu kualitas ke kualitas lain, atau dari satu materi menjadi materi yang lain. Misalnya, eksploitasi buruh oleh kaum kapitalis merupakan kontradiksi dasar dari masyarakat kapitalis, dan ketika kontradiksi ini hilang, masyarakat kapitalis juga akan lenyap dan berubah menjadi masyarakat yang berbeda.
  Implikasi praktis dari pemahaman ini adalah kita hanya bisa memahami sesuatu dengan baik jika kita mengenali dengan jelas apa kontradiksi dasarnya. Hanya dengan demikian kita dapat mengetahui apakah sesuatu mengalami perubahan kualitatif, dan juga dapat berusaha untuk mengubahnya.
e. **Kontradiksi Pokok atau Utama** Â
Pada setiap tahap perkembangan suatu hal, tidak semua kontradiksi yang ada memiliki peran yang sama. Di antara kontradiksi-kontradiksi tersebut, pasti ada satu kontradiksi yang paling menonjol dan memainkan peran utama. Kontradiksi ini disebut sebagai kontradiksi pokok atau utama. Contohnya, sebelum kemerdekaan tahun 1945, kontradiksi antara rakyat Indonesia (terutama pekerja) dengan penjajah kolonial merupakan kontradiksi pokok dalam masyarakat Indonesia. Implikasi praktisnya adalah kita harus dapat mengidentifikasi kontradiksi pokok ini, karena dengan menyelesaikannya, kontradiksi-kontradiksi lain dapat diselesaikan dengan lebih mudah. Misalnya, tanpa memecahkan kontradiksi antara rakyat Indonesia dan penguasa kolonial, kita tidak bisa menyelesaikan kontradiksi antara kaum petani dan tuan-tuan feodal, karena kelas feodal ini dipertahankan oleh sistem kolonial.
f. **Mutasi** Â
Kontradiksi pokok tidak selalu tetap. Dalam kondisi dan situasi tertentu, kontradiksi yang sebelumnya bukan pokok dapat berubah menjadi kontradiksi pokok. Pergeseran atau perubahan ini disebut mutasi kontradiksi pokok. Sebagai contoh, kaum imperialis pernah berusaha agar kontradiksi antardaerah atau antarsuku di Indonesia menjadi kontradiksi pokok, sehingga bangsa kita dapat dipecah belah dan dikuasai oleh mereka. Implikasi praktisnya adalah kita harus memahami kondisi atau syarat yang memungkinkan suatu kontradiksi untuk bermutasi menjadi kontradiksi pokok. Hanya dengan mengetahui kondisi ini, kita dapat mendorong atau mempercepat mutasi tersebut, atau sebaliknya, mencegah dan menghambatnya. Sebagaimana manusia dapat menciptakan mesin penetas dengan mengetahui secara jelas dan tepat syarat-syarat yang dibutuhkan agar telur ayam menetas menjadi anak ayam.
g. **Kedudukan Dua Segi dalam Suatu Kontradiksi** Â
Dua segi yang berkontradiksi tentu memiliki kualitas yang berbeda. Salah satu segi pasti mewakili kekuatan lama yang tidak memiliki masa depan, sedangkan segi lainnya mewakili kekuatan baru yang sedang tumbuh. Dalam proses perkembangan, kedudukan kedua segi ini juga tidak sama. Pada awal perkembangan kontradiksi, segi lama yang tampak besar dan kuat menempati posisi dominan dan memimpin, sedangkan segi baru yang masih kecil dan lemah berada dalam posisi dikuasai dan dipimpin. Namun, dalam perkembangannya, segi baru ini tumbuh dan menjadi semakin kuat, sementara segi lama semakin melemah dan usang, hingga akhirnya segi baru menggantikan segi lama sebagai pemimpin. Ini menunjukkan bahwa arah perkembangan kontradiksi mengalami perubahan. Jika sebelumnya bergerak ke satu arah, kini berbalik ke arah lain. Implikasi praktis dari pemahaman ini adalah kita harus selalu berusaha memahami dengan baik segi-segi yang berkontradiksi, baik dari segi kualitas maupun kedudukannya dalam proses perkembangan. Jika kita ingin mengalahkan musuh rakyat yang tertindas, kita harus mempelajari dengan mendalam kondisi dan posisi musuh, serta kondisi kita sendiri. Selain itu, bagi kita yang menginginkan perubahan dan pembebasan, kita harus selalu berfokus pada kekuatan-kekuatan yang sedang tumbuh dan memiliki masa depan, serta mendukung syarat-syarat yang diperlukan bagi perkembangannya, agar kita dapat membantu mempercepat pertumbuhannya.
h. **Kesatuan yang Relatif, Pertentangan yang Mutlak** Â
Ketika kita melihat dua segi dalam suatu kontradiksi, kita dapat melihat bahwa kedua segi tersebut sejak awal hingga akhir proses perkembangannya selalu bertentangan, dan selalu berusaha untuk mengenyahkan satu sama lain tanpa syarat. Ini berarti pertentangan antara kedua segi tersebut adalah mutlak, terlepas dari kondisi apapun. Kesatuan di antara keduanya mungkin terjadi karena perbedaan kualitas dan posisi dalam kesatuan tersebut, di mana ada yang menguasai dan ada yang dikuasai. Kesatuan ini bersifat sementara, karena dalam perkembangannya, kedua segi tersebut akan mengalami mutasi, di mana yang semula dikuasai akan menjadi yang menguasai, dan terjadi perubahan kualitatif, menggantikan kesatuan yang lama dengan yang baru. Pemahaman ini berarti bahwa kompromi dengan musuh hanya bersifat sementara (taktis), sedangkan perjuangan melawan musuh adalah mutlak (strategis), berlangsung terus menerus, dengan bentuk dan bidang yang bervariasi. Â
Dalam kontradiksi, ada dua pengertian:
**1. Berdasarkan wataknya, ada kontradiksi yang antagonistik, seperti antara kaum buruh dan kapitalis, atau petani dan tuan-tuan feodal, di mana kepentingannya bertentangan langsung. Ada juga kontradiksi yang non-antagonistik.
**2. Berdasarkan bentuknya, perjuangan antara kedua segi yang berkontradiksi bisa bersifat antagonistik atau non-antagonistik. Perjuangan yang non-antagonistik adalah perjuangan yang terbuka dan tidak melibatkan kekerasan. Contohnya, perjuangan kaum buruh melawan majikan yang masih dalam bentuk protes atau perundingan, atau bahkan mogok kerja yang tertib, masih digolongkan sebagai perjuangan non-antagonistik. Namun, jika terjadi pengambilalihan pabrik dengan kekerasan, maka perjuangan tersebut menjadi antagonistik. Kontradiksi yang bersifat antagonistik belum tentu harus langsung mengambil bentuk perjuangan yang antagonistik; bisa saja masih dalam bentuk perjuangan non-antagonistik, seperti aksi-aksi reformasi. Semua tergantung pada kondisi dan situasi yang ada. Namun, pada tingkat terakhir dari perkembangannya, kontradiksi ini pada umumnya akan mengambil bentuk perjuangan yang antagonistik, karena tidak ada penguasa yang rela menyerahkan kekuasaannya secara sukarela; mereka akan mempertahankannya dengan kekerasan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H