Maksud dari zaman gegeran (kerusuhan) adalah saat terjadinya revolusi sosial pasca proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945 di Jalan Pegangsaan Timur oleh Soekarno-Hatta.
Revolusi sosial ini terjadi dibeberapa tempat di Indonesia, yang paling berdarah adalah di Sumatra dan Karisidenan Pekalongan dimana puncak revolusi terjadi di Pemalang, Tegal dan Brebes, oleh para sejarawan peritiwa ini disebut P3D, Peristiwa 3 Daerah.
Latar belakang terjadinya revolusi sosial pasca kemerdekaan adalah propaganda masa yang dilakukan kaum sosialis komunis yang menghasut masyarakat kecil untuk balas dendam terhadap penjajahan yang selama ini mereka alami. Penjajahan yang dimaksud adalah penjajah kolonial Belanda, Pendudukan Jepang, serta penjajahan aparat pangreh praja pribumi yang selama ini membantu pihak penjajah dalam memungut upeti, menggerakkan tanam paksa dan kerja rodi kepada rakyat.
Revolusi sosial yang terjadi di Sumatra berujung dibunuhnya keluwarga kerajaan Melayu (Sultan Bilah, Sultan Langkat), diserbunya kesultanan Deli, dibantainya kaum kaum bangsawan, termasuk disembelihnya penyair Amir Hamzah. Di Pekalongan Kantor Residen direbut, kemudian didudukkan aktivis Sosialis Komunis sebagai Residen Baru.
Situasi semakin panas ketika para aktivis sosialis komunis menghembuskan propaganda bahwa kalangan Islam tidak sepenuhnya mendukung revolusi. Peristiwa inilah yang menjadi penyebab menyingkirnya kaum Habaib dari Pekalongan, untuk sementara waktu mencari tempat yang aman, diantara mereka mencari perlindungan di Desa Bawang
Setelah beberapa waktu bermukim di Kediaman Kiai Jalal Suyuti, salah seorang Habaib tertarik untuk mengadakan pembacaan maulid (shalawat dan syair pujian terhadap Nabi Muhammad s.a.w)  dan memanjatkan doa di sebuah tempat tidak jauh dari kediaman Kiai Jalal, tempat itu berbentuk gundukan tanah yang agak tinggi topografinya dari tanah yang ada  disekelilingnya, setelah pembacaan maulid dan slamatan dengan menyembelih kambing, Habaib tersebut menyatakan bahwa di tempat ini terdapat makam/kuburan.
Berdasarkan penjelasan dari sang Habaib inilah maka dibangun makam ditempat yang kini dikenal masyarakat sebagai makam Syeh Ahmad Suryokonto. Setiap datang bulan Muharram tepatnya tanggal 10, masyakat sekitar dibimbing oleh keturunan dari Kiai Jalal mengadakan pembacaan maulid dan tahlil, sebagaimana ritual saat makam itu pertama kali ditemukan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI