Mohon tunggu...
Aris Wahidin
Aris Wahidin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Lulusan UIN Sunan Kalijaga 2009 Kepala SMK Ma'arif NU Bawang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Joko Tedeng (Mitologi Danyang Desa Bawang)

23 September 2019   17:25 Diperbarui: 23 September 2019   18:39 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Konon penamaan Desa Bawang diambilkan dari pohon besar yaitu pohon Kweni atau Bawang yang ada ditempat tersebut. Adalah Mbah Ronowijoyo lurah pertama desa Bawang yang menisbatkan nama buah bawang menjadi nama desa. Sewaktu masih kanak-kanak,  penulis masih bisa menyaksikan pohon bawang besar yang menjadi inspirasi nama desa tersebut, sebelum ditebang pada tahun 1993 karena layu kering setelah tersambar petir. Menurut penuturan orang sepuh desa Bawang, di pohon bawang besar inilah Danyang desa Bawang bersemayam yang bernama Joko Tedeng. Dalam bahasa jawa, Joko bermakna pemuda yang belum menikah, Tedeng bermakna tersembunyi / tak dikenal. 

Mitos tentang adanya danyang- roh halus, roh leluhur penguasa suatu tempat-sangat lekat dengan kepercayaan kapitayan masyarakat  jawa kuno. Dalam ajaran kapitayan kekuatan atau energi penguasa jagad raya yang disebut dengan Sang Yang Taya dimungkinkan bersemayang di pohon besar, sehingga sangat lumrah jika penduduk desa Bawang kala itu menganggap keramat atau angker pohon Bawang tersebut karena menjadi persemayaman sang danyang yang bernama Joko Tedeng. 

Dalam kajian athropologi dan mitologi, mitos yang ada pada hampir seluruh kebudayaan umat manusia di seluruh dunia merupakan buatan atau rekaan orang zaman dahulu yang oleh pakar Mitologi asal Amerika bernama Joseph Cambel memiliki 4 tujuan; pertama, menafsirkan kekaguman atas alam semesta (fungsi mistis), ke dua menjelaskan bentuk alam semesta (fungsi kosmologis), ke tiga mendukung dan mengesahkan tata tertib sosial tertentu (fungsi sosiologis),ke empat pelajaran menjalani hidup sebagai manusia dalam keadaan apa pun (fungsi pedagogis). Asumsi dari penulis, mitos tentang Joko Tedeng yang berkembang secara turun temurun pada masyarakat Desa Bawang tidak bisa dilepaskan dari peran Lurah pertama Desa Bawang yang bernama Ronowijoyo, adapun tujuan dari mitos tersebut lebih besifat pedagogis atau mendidik generasi penerus desa bawang dengan citra seorang pemuda tersembunyi / tak dikenal (Joko Tedeng) , yang menyimbolkan gelora semangat juang. 

Bagi penulis asumsi ini juga bisa dibuktikan melalui metode kajian psikologi analitik struktural alam bawah sadar- yang dikembangkan oleh Carl Gustav Jung-terhadap sosok sang lurah pertama Ronowijoyo. Sebagaimana dituturkan oleh H. Kadri, salah seorang keturunan Ronowijoyo pada acara tahlil bersama di cungkup makam pada rangkaian acara Merti Desa Bawang 2019; Simbah Ronowijoyo adalah seorang pendatang di Bawang, ia merupakan bagian dari sisa laskar pasukan Diponegoro yang ditugasi sebagai penabuh Bende dalam perang Jawa yang berlangsung pada tahun 1825-1830. Menurut Otto Sukatno CR, sejarwan asal Yogyakarta penulis buku Dieng Poros Dunia dan Runtuhnya Wangsa-Wangsa Jawa, seorang penabuh bende merupakan seorang prajurit dalam suatu kesatuan pasukan perang, adapun tujuan menabuh bende dalam tradisi perang jawa adalah untuk menggelorakan semangat juang. 

Generasi masa kini telah mengetahui ahir dari perang jawa, antara Pangeran Diponegoro dan Penjajah Kolonial Belanda tersebut. Sang pangeran diringkus secara curang setelah kekuatannya dilucuti, sampai akhirnya diasingkan ke Makasar hingga wafatnya. Kekalahan dalam perang jawa menjadi pukulan telak bagi rakyat kala itu, ditambah musibah meletusnya Gunung Kratau yang merenggut ribuan jiwa masyarakat jawa dan sumatra  terjadi pada waktu yang hampir bersamaan. Namun, semangat juang sang Pangeran, masih terpatri disanubari rakyat, terlebih dalam hati sisa-sisa pasukannya, tak terkecuali Ronowijaya muda. 

Setelah berhasil mengamankan diri dari kejaran Belanda, Ronowijoyo menetap di Desa Bawang, membangun tatanan masyarakat, menjadi pemimpin (lurah), sembari mendidik masyarakat dan generasi penerus Desa Bawang untuk tidak pernah memadamkan gelora semangat juangnya. Dulu semangat juang pasukan perang jawa yang ia gelorakan dengan bendenya, kini semangat juang generasi penerus desa bawang yang ia gelorakan lewat citra mitos Joko Tedengnya.

Bersambung.....   

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun