Mohon tunggu...
Ari Susanto
Ari Susanto Mohon Tunggu... Lainnya - Suka nulis

Berusaha untuk bisa lebih menghargai waktu yang tak bisa diulang kembali.

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Mengenal Dulmuluk, Teater Kesenian Tradisional yang Menjadi Warisan Budaya di Sumatera Selatan

17 November 2024   21:45 Diperbarui: 17 November 2024   21:51 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Teater Dulmuluk (pexels.com/Robert Stokoe)

Teater kesenian tradisional Dulmuluk mungkin masih terdengar asing bagi pembaca Kompasiana. 

Namun, bagi sebagian besar masyarakat Sumatera Selatan khususnya Kota Palembang, Dulmuluk dikenal sebagai seni pertunjukan yang populer pada masanya.

Buat kamu yang belum tahu, Dulmuluk merupakan teater kesenian tradisional yang berkembang sebagai media hiburan masyarakat sekaligus menjadi bagian dari ragam budaya di Sumatera Selatan.

Tak cuma menghadirkan hiburan untuk masyarakat, seni pertunjukan yang memadukan syair, musik, dan drama ini juga sarat akan pesan moral dari setiap lakon yang dibawakan.

Kesenian Dulmuluk biasanya diadakan untuk memeriahkan berbagai acara, seperti pernikahan, khitanan, dan lain sebagainya, pada malam hari di lapangan terbuka atau di atas panggung.

Teater Dulmuluk sudah diakui UNESCO melalui Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Daerah sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda.

Berbeda dengan teater tradisional lainnya, Dulmuluk memiliki ciri khas yaitu adanya bermas atau salam penghormatan berupa nyanyian yang disertai gerak tari pada awal dan akhir teater.

Teater Dulmuluk sendiri dimulai dengan nyanyian salam pembuka atau bermas. Dilanjutkan dengan bekiso, yaitu saat seorang pemain duduk di samping pemain musik untuk melantunkan kisah dengan suara yang lantang. Kemudian drama Dulmuluk dimulai hingga selesai dan ditutup dengan bermas.

Bagaimana sejarah awal munculnya teater Dulmuluk? Yuk, telusuri lebih jauh!

Sejarah Singkat Teater Kesenian Tradisional Dulmuluk

Sebelum menjadi teater seperti saat ini, Dulmuluk berawal dari pembacaan syair kisah Abdul Muluk Jauhari dari kitab Kejayaan Kerajaan Melayu oleh Syekh Achmad Bakar atau Wan Bakar, seorang pedagang keturunan Arab pada tahun 1854 di sekitar rumahnya di wilayah Tangga Takat, Kelurahan 16 Ulu, Kota Palembang.

Kisah Abdul Muluk dikarang oleh Saleha, adik perempuan dari Raja Ali Haji Ibn Raja Achmad Ibn Yang Dipertuan Muda Raja Ali Haji Fi Sabilillah yang bertahta di Negeri Riau pulau Penyengat Indra Sakti pada abad ke-19.

Saat berdagang ke luar negeri, Wan Bakar sering mengadakan acara pembacaan syair Abdul Muluk yang sukses menarik perhatian masyarakat di negara yang ia singgahi. 

Perlahan, acara pembacaan syair ini mulai menambahkan beberapa orang sebagai pemeran tokoh dengan iringan musik gambus dan terbangan (sejenis musik rebana).

Pada tahun 1919, pembacaan teks syair Abdul Muluk untuk pertama kalinya dibawakan dalam bentuk dialog disertai gerak tubuh sesuai peran masing-masing yang dilakukan di lapangan terbuka.

Pada awalnya, teater Dulmuluk hanya dimainkan oleh laki-laki, termasuk untuk memerankan tokoh perempuan, karena saat itu para perempuan tidak mau ikut pementasan teater. Namun sekarang, para perempuan sudah aktif dan ikut berperan dalam pertunjukan Dulmuluk.

Upaya Melestarikan Teater Kesenian Tradisional Dulmuluk

Tak dapat dipungkiri bahwa teater kesenian tradisional Dulmuluk saat ini mulai tergerus perkembangan zaman. 

Masyarakat lebih memilih hiburan modern yang lebih beragam dan bisa didapat dengan mudah, sehingga membuat pertunjukan seperti Dulmuluk perlahan ditinggalkan.

Meski begitu, tekad kuat untuk melestarikan kesenian Dulmuluk ini tetap terjaga dalam diri seniman dan Pemerintah Sumatera Selatan.

Penayangan teater Dulmuluk di TVRI Palembang dan media massa lokal lainnya menjadi salah satu upaya yang dilakukan untuk menarik minat lebih banyak penonton, termasuk dari kalangan muda.

Pelestarian teater Dulmuluk juga dilakukan oleh para seniman melalui sanggar-sanggar kesenian di berbagai daerah di Sumatera Selatan yang masih eksis hingga sekarang.

Salah satunya sanggar Harapan Jaya yang didirikan oleh Jonhar Saad sejak tahun 1967. Sanggar Harapan Jaya aktif mengajarkan Dulmuluk kepada generasi muda dan mementaskannya dari panggung ke panggung.

Dalam perjalanannya, Sanggar Harapan Jaya tak hanya menjadikan teater Dulmuluk sebagai media hiburan, tetapi juga sebagai media informasi dan edukasi untuk masyarakat.

Hingga saat ini teater kesenian tradisional Dulmuluk masih terus berusaha beradaptasi dengan perubahan zaman agar tetap lestari dan bisa dinikmati generasi selanjutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun