Mohon tunggu...
ARI SUDRAJAT
ARI SUDRAJAT Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Jadilah bagian dari perubahan untuk bangsa yang besar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kisah Pemuda Asal Makassar, Mengabdi Sebagai Guru di Pelosok Negeri Halmahera Barat

15 September 2022   13:34 Diperbarui: 15 September 2022   14:05 969
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto kegiatan MTs Negeri Almahera Barat/dokpri

Menjadi bagian perubahan untuk mencerdaskan anak bangsa bukan suatu pekerjaan terbilang mudah, bagi Edi Kurniawan (28) pemuda asal Makassar Sulawesi Selatan ini menceritakan tentang pengalaman getir yang ia alami selama mengabdi sebagai guru. Kamis,(15/9/2022).

Tak pernah terbayangkan sebelumnya, jika Ia akan mengabdi di daerah pelosok Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara, namun nasib membawanya ke sana usai lulus seleksi CPNS 2019 lalu. Sebagai tenaga pengajar mata pelajaran Akidah Akhlak.

Kepada media Edi menceritakan pengalamanya menjadi seorang guru di pelosok daerah Halmahera Barat "Saya tidak pernah membayangkan akan mengajar di daerah pelosok, terlebih akses ke sana juga sangat sulit, tapi karena ini kewajiban, saya harus jalankan dengan ikhlas demi mencerdaskan anak bangsa," ujarnya.

Pria yang akrab disapa Edi tersebut saat ini mengajar di sebuah sekolah di Desa Bobaneigo Kecamatan Jailolo Timur Kabupaten Halmahera Barat, tepatnya di MTs Negeri Halmahera Barat. Sebuah kawasan yang jauh dari perkotaan, berada di dekat teluk Halmahera.

Foto kegiatan MTs Negeri Almahera Barat/dokpri
Foto kegiatan MTs Negeri Almahera Barat/dokpri

Sebuah kawasan yang minim mendapat sentuhan pembangunan, listrik terbatas, sinyal telepon terbatas, bahkan akses jalan pun masih sulit dilalui. Meskipun demikian, pendidikan tetap harus menjadi prioritas bagi siapapun yang sudah masuk ke dalamnya, meski harus mengalami kisah getir setiap harinya.

Edi merupakan putra asal Makassar Sulawesi Selatan, ia sempat mengenyam pendidikan di Universitas Negeri Manado di Fakultas Ilmu Keolahragaan Jurusan Pendidikan Olahraga namun setelah semester 7 justru ia pindah menyelesaikan gelar sarjana di STAI DDI Jeneponto Sulawesi Selatan pada Fakultas Pendidikan Agama Islam Jurusan Tarbiyah.

Bukan hanya Edi yang bertugas di pelosok daerah Halamahera Barat tersebut, ada juga seorang guru muda yang berasal dari tanah Jawa, Sumatera, Ambon, Manado, Ternate dan sekitarnya. Edi tinggal dirumah kontrakan warga yang ia sewa pertahun bersama dua rekanya yang berasal dari Ternate dan Banyuwangi. Lokasinya tidak jauh dari sekolah tempat ia bertugas.

Dalam perjalanannya menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) ia harus menempuh perjalanan dari Makassar menggunakan pesawat ke bandara Ternate sekitar 2 jam, kemudian menyeberang dengan kapal laut ke daratan Halmahera dengan jarak tempuh waktu 1 jam dilanjutkan 30 menit menggunakan kendaraan roda dua untuk menuju ke sekolah tempat Ia bertugas.

"Dari Makassar saya harus menggunakan pesawat ke Ternate karena tidak ada Jalur ke Bandara Maluku dengan jarak tempuh sekitar 2 jam, setelah itu saya melanjutkan dengan menggunakan Kapal Laut sekitar 1 jam terus lanjut menggunakan sepeda motor 30 menit," kata Edi.

Potret perjalanan menuju Halmahera Barat menggunakan kapal laut/dokpri
Potret perjalanan menuju Halmahera Barat menggunakan kapal laut/dokpri

Tak hanya jarak tempuh perjalanan, sarana bangunan gedung sekolahnya pun belum memadai atau perlu adanya sentuhan pembanngunan, seperti ruang guru, ruang kelas, perpustakaan, toilet dan lab komputer yang masih terbatas. Jika dibandingkan dengan sekolah lain di perkotaan.

Sudah dua tahun lebih Ia melakukan kegiatan mengajar, Ia mengaku memang awalnya sangat berat, namun ia jalani dengan penuh keikhlasan dan teguh pendirian sebagai seorang guru demi mencerdaskan anak bangsa.

Sempat juga Ia keberatan dengan penempatan di sekolah itu, tapi untuk menjadi seorang guru, Ia tidak bisa dan tidak harus memilih tempat dimana Ia mau mengajar, sebab seluruh daerah sangat membutuhkan pendidikan. Pendidikan bukan tentang kawasan maju atau daerah terpencil, semuanya sama rata.

"Lama kelamaan saya ikhlas dengan kondisi ini, dan saya berpikir kalau bukan saya siapa lagi, toh anak-anak disini sangat butuh pendidikan juga, jadi saya senang dan bersyukur bisa membagi ilmu disini," lanjutnya.

MTs Negeri Halmahera Barat tersebut tidak seperti sekolah di kawasan ramai penduduk, fisilitas sangat tidak lengkap, disana ada 8 ruangan untuk belajar, 1 ruangan untuk perpustakaan, 1 lab komputer dan 1 ruangan untuk ruang guru.

Foto saat upacara pengibaran bendera merah putih di MTs Negeri Almahera Barat/dokpri
Foto saat upacara pengibaran bendera merah putih di MTs Negeri Almahera Barat/dokpri

Ruangan sekolah juga banyak yang rusak. Sejumlah  langit-langit yang terbuat dari triplek sudah mulai lepas dan berlubang hampir di seluruh ruangan. Mulai dari ruangan belajar siswa, ruangan guru, lab komputer dan ruang perpustakaan.

"Kalau untuk pembangunan sekolahnya disana banyak ruangan yang sudah rusak dimakan usia, seperti ruang guru, ruang kelas dan fasilitas lainya langit atapnya sudah pada copot dan banyak yang bolong-bolong, jika dibandingkan jauh dengan sekolah yang diperkotaan sana," tambahnya.

Jumlah siswa yang bersekolah di MTs Negeri Halmahera Barat cukup banyak, sebab semangat orang tua disana memiliki harapan besar agar anak-anaknya bisa menjadi bagian untuk pembangunan daerahnya yang lebih maju. Saat ini seluruh siswa sudah ratusan murid, berbeda dari tahun-tahun sebelumnya ketika belum menjadi sekolah Negeri.

Edi Kurniawan (28) saat bersua foto dan memberikan arahan kepada muridnya/dokpri
Edi Kurniawan (28) saat bersua foto dan memberikan arahan kepada muridnya/dokpri

Ia berharap, ada perhatian serius dari pemerintah terhadap kondisi masyarakat di Negeri Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara. Kebutuhan mendasar seperti bahan pokok yang mahal, jaringan telekomunikasi terbatas hingga pembangunan jalan yang terbatas sangat diharapkan oleh masyarakat.

"Harapan saya ada perhatian lebih kepada sekolah kami, karena sekolah ini jadi harapan besar untuk masyarakat, tapi ini sangat berarti bagi masyarakat sekitar untuk mendapatkan pendidikan sebagai harapan untuk kemajuan bangsa di pelosok negeri," pungkasnya.

Perlu diketahui, Akibat kurangnya tenaga pengajar di sekolah tersebut, Edi harus rela membagi waktunya untuk mengajar pelejaran Penjaskes dan Al-Quran Hadis (Qurdis). Kebetulan dulu ia pernah mengenyam di Fakultas Ilmu Keolahragaan Unima. I Ary

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun