Mohon tunggu...
Andana Aristyo Prayogo
Andana Aristyo Prayogo Mohon Tunggu... Penulis - Public Relations and writing enthusiast || Bachelor of Communication Science || Winner of Best Project in Public Relations, “PR Event Management” and “Management Strategic PR” Class of 2019 at KOMMAKSI UMM 2023

Seorang penulis pemula dan pembuat konten yang bersemangat untuk menjelajahi dunia digital dan berbagi pengetahuan bermanfaat. Saya percaya bahwa setiap cerita dan ide memiliki potensi untuk menginspirasi dan mengubah cara kita melihat dunia, maka dari itu melalui menulis, saya harap dapat menghadirkan perspektif segar dan tips yang bermanfaat untuk membantu oranglain.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Stigma Kesehatan Mental: Bahaya Tersembunyi yang Terabaikan

6 September 2024   20:00 Diperbarui: 6 September 2024   20:04 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (www.vecteezy.com)

 

Stigma negatif terhadap gangguan kesehatan mental masih menjadi masalah besar di banyak negara, termasuk Indonesia. Meskipun kesadaran tentang pentingnya kesehatan mental semakin meningkat, banyak orang masih merasa enggan untuk mencari bantuan karena khawatir akan penilaian negatif dari lingkungan sekitar. Stigma ini bisa berdampak buruk pada mereka yang mengalami masalah mental, memperparah kondisi, dan memperlambat proses pemulihan.

Apa Itu Stigma Kesehatan Mental?

Stigma adalah pandangan negatif atau penilaian buruk yang diberikan masyarakat kepada individu atau kelompok tertentu. Dalam konteks kesehatan mental, stigma muncul ketika seseorang yang mengalami gangguan mental dipandang lemah, tidak kompeten, atau bahkan berbahaya. Pandangan ini sering kali didasarkan pada kesalahpahaman, kurangnya pengetahuan, atau stereotip yang salah tentang gangguan mental.

Ada dua jenis stigma yang umum:

  1. Stigma Sosial: Ini terjadi ketika masyarakat memberikan penilaian negatif kepada individu dengan gangguan mental. Stigma ini dapat menyebabkan diskriminasi di tempat kerja, lingkungan sosial, atau bahkan dalam layanan kesehatan.

  2. Stigma Internal: Stigma ini terjadi ketika individu yang mengalami gangguan mental mulai percaya pada stereotip negatif tentang diri mereka sendiri. Hal ini bisa menyebabkan perasaan malu, rendah diri, dan enggan untuk mencari bantuan.

Dampak Buruk dari Stigma

Stigma terhadap kesehatan mental membawa dampak yang sangat merugikan, baik bagi individu yang mengalami gangguan mental maupun bagi masyarakat secara umum. Beberapa dampak negatifnya meliputi:

  1. Penundaan dalam Mencari Bantuan: Banyak orang yang mengalami gangguan mental enggan untuk mencari bantuan profesional karena takut akan penilaian negatif. Mereka khawatir bahwa pengakuan tentang kondisi mereka akan dianggap sebagai kelemahan.

  2. Isolasi Sosial: Individu yang menghadapi stigma sering kali menarik diri dari pergaulan karena merasa tidak diterima. Ini dapat memperburuk kondisi mental mereka, menciptakan lingkaran setan yang semakin sulit untuk dipecahkan.

  3. Diskriminasi di Tempat Kerja: Banyak orang dengan gangguan mental menghadapi diskriminasi di dunia kerja. Mereka mungkin dianggap kurang produktif atau tidak mampu menjalankan tanggung jawab mereka, meskipun kenyataannya, banyak yang mampu bekerja dengan baik setelah mendapatkan dukungan yang tepat.

  4. Kualitas Hidup yang Menurun: Stigma dan diskriminasi dapat menurunkan kualitas hidup individu. Mereka mungkin mengalami perasaan malu, rendah diri, atau bahkan depresi karena pandangan negatif yang mereka terima dari orang lain.

Langkah-Langkah untuk Menghapus Stigma

  1. Pendidikan dan Kesadaran: Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang kesehatan mental adalah langkah pertama yang krusial. Banyak stigma muncul karena kurangnya informasi. Kampanye kesadaran publik, diskusi terbuka, dan pendidikan di sekolah-sekolah tentang pentingnya kesehatan mental dapat membantu mengubah pandangan masyarakat.

  2. Menggunakan Bahasa yang Tepat: Bahasa memiliki peran besar dalam membentuk stigma. Hindari penggunaan istilah yang merendahkan atau negatif seperti "gila" atau "lemah" untuk menggambarkan seseorang yang mengalami gangguan mental. Sebaliknya, gunakan bahasa yang mendukung dan penuh empati.

  3. Dukungan dari Tokoh Masyarakat: Peran figur publik dan influencer sangat penting dalam mengubah pandangan masyarakat. Ketika tokoh masyarakat secara terbuka membicarakan kesehatan mental mereka sendiri atau mendukung kampanye kesehatan mental, hal ini dapat membantu mengurangi stigma dan mendorong lebih banyak orang untuk mencari bantuan.

  4. Layanan Kesehatan yang Inklusif: Sektor kesehatan harus berperan aktif dalam mengurangi stigma. Profesional kesehatan harus dilatih untuk menangani pasien dengan gangguan mental dengan empati dan tanpa prasangka. Layanan kesehatan mental juga harus mudah diakses dan bebas stigma.

  5. Membuka Diskusi Terbuka: Diskusi terbuka tentang kesehatan mental dapat membantu mengurangi stigma. Dengan semakin banyak orang yang berbicara tentang pengalaman mereka, ini dapat memberikan contoh bagi orang lain untuk melakukan hal yang sama dan merasa bahwa mereka tidak sendirian.

Kesimpulan

Menghapus stigma terhadap gangguan kesehatan mental bukanlah tugas yang mudah, tetapi ini adalah langkah penting untuk menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan peduli. Stigma menyebabkan individu yang membutuhkan bantuan merasa takut untuk mencari dukungan, yang pada akhirnya memperburuk kondisi mereka. Melalui pendidikan, dukungan tokoh masyarakat, penggunaan bahasa yang tepat, serta peningkatan akses ke layanan kesehatan mental, kita dapat membantu mengubah pandangan negatif tersebut. Setiap langkah kecil menuju kesadaran yang lebih besar akan membuat perbedaan bagi mereka yang berjuang dengan kesehatan mental.

Stigma tidak hanya berdampak pada mereka yang mengalami gangguan mental, tetapi juga pada masyarakat secara keseluruhan. Dengan menghapus stigma, kita menciptakan lingkungan di mana kesehatan mental diterima dan didukung seperti halnya kesehatan fisik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun