Mohon tunggu...
Arista AprianiGirsang
Arista AprianiGirsang Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Just the way you are

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Dampak Pandemi terhadap Industri Layar Lebar

24 Agustus 2020   03:19 Diperbarui: 24 Agustus 2020   04:03 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Seperti yang kita ketahui, beberapa bulan terakhir dunia dihadapkan dengan situasi yang cukup memprihatinkan dengan adanya pandemi virus corona, hampir semua lini kehidupan dibuat lumpuh dan memunculkan fenomena krisis ekonomi di banyak Negara.

Terhitung per 18 agustus, jumlah penderita pasien covid 19 di Indonesia menyentuh angka  143.000 kasus, dengan jumlah kesembuhan 96.306, dan 6.277 kasus kematian. Lalu untuk persebarannya secara global sendiri  telah menginfeksi sebanyak 22 juta jiwa .

Dengan begitu masifnya pengaruh virus corona, membuat setiap sektor tak terkecuali industri layar lebar mengalami kemerosotan dalam segala aspek yang bergantung dengan entitas tersebut.

Secara awam, kita tentu mengetahui imbauan physical distancing maupun protokol lain yang diakomodir pemerintah guna menekan penyebaran virus corona. Imbasnya adalah dengan dihentikannya segala kegiatan yang melibatkan banyak orang di satu tempat atau ruangan, salah satunya yaitu menonton film di bioskop.

Meski maklumat kapolri yang berisi larangan berkerumun telah dicabut beberapa waktu lalu, kemudian diikuti dengan dibukanya kembali sektor wisata tanah air secara beruntun di banyak tempat, setali tiga uang industri bioskop belum mendapat izin untuk beroperasi.

Djonny Syafruddin, Ketua Gabungan Pengelola Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) bahkan menggantungkan harapan kepada pemerintah, tujuannya agar diberikan subsidi berupa penghapusan pajak hiburan minimal untuk jangka waktu satu tahun penuh guna mendukung industry bioskop mempertahankan eksistensinya baik di masa pandemi maupun sesudah pandemi.

"Kami dari pelaku industry bioskop berharap Pemerintah membantu industry bioskop dan film dengan keringanan tidak dipungutnya pajak hiburan berkisar 10% sampai 25% selama setahun. Kami tidak meminta insentif berupa suntikan dana, hanya ini saja." Ujar Djonny saat dihubungi Kontan, Selasa (18/8).

Djonny menjelaskan bahwa kerugian yang menimpa para pelaku industri bioskop belum bisa dibocorkan ke publik, alasannya setiap bioskop mempunyai mekanisme dan sistem manajerial yang berbeda sehingga memerlukan izin untuk membuka hal tersebut di ruang publik. 

Dirinya juga menyebutkan pihak bioskop masih mendapat kewajiban perihal pengeluaran dana untuk dialokasikan pada perawatan fasilitas dan penunjang bioskop, oleh karenanya sebagian dari karyawan masih dibutuhkan dan sisanya terpaksa dirumahkan untuk sementara waktu.

Sementara itu, industri perfilman tanah air semakin dibuat babak belur karena beberapa PH (Production House) terpaksa menghentikan proses produksi beberapa filmnya. jika di asumsikan proses produksi dihentikan sementara, tentu setelah situasi kembali normal akan ada kelanjutan pada setiap project yang digarap.

Nahas, setiap individu yang berperan entah didepan maupun dibelakang layar cukup menggantungkan nasib ekonominya dari jerih payah kontribusinya dalam project film, sebagaimana diketahui jika proses produksi terhenti berarti mereka juga tidak mendapat penghasilan karena sistem kerja yang disepakati demikian adanya.

Salah satu Bos dari rumah produksi yang bernama Starvison Plus, yaitu Chand Parwez mengugkapkan bahwa hantaman virus corona saat ini menjadi ancaman bagi keadaan ekonomi para krunya. Sampai- sampai, dirinya  bersama pihak terkait mengupayakan bantuan untuk meringankan beban ekonomi para kru film yang mengalami dampak pandemi virus corona. 

Senada dengan aktris senior kenamaan Shopia Latjuba yang beberapa waktu lalu melakukan siaran Live pada platform youtube melalui kanalnya, ia membeberkan hal mengejutkan yang berkaitan dengan industry film bahwa kurang lebih ada 35ribu perkerja film menjadi pengangguran. Dalam kata lain, sebagian dari mereka sementara ini  beralih profesi sembari menunggu kejelasan proses produksi film yang terhenti.

Karena pandemi virus corona, setidaknya cukup banyak film tanah air yang penayangannya harus ditunda. Sebut saja Film "KKN di Desa Penari", "Tersanjung", dan "Molulo".

Ketiga Film tersebut seyogyanya akan ditayangkan pada 19 Maret lalu, namun harus mengalami reschedule dan belum menunujukan titik terang terkait penayangannya. Lain cerita dengan "Mariposa", film ini telah tayang sejak 12 Maret namun harus ditarik dari seluruh bioskop pada 22 Maret seiring buruknya situasi di tanah air kala itu akibat kemunculan virus corona.  

Cerita yang tak jauh berbeda ditunjukkan industry perfilman Amerika Serikat atau yang kerap kita kenal dengan sebutan Hollywood. Pada awal maret, film "No Time To Die" dijadwalkan tayang perdana dan akan ditayangkan serentak pada April, namun akhirnya mengalami pengunduran hingga bulan November ke-depan.

Film tersebut sebenarnya cukup menjanjikan dan tak mengherankan sampai memunculkan konflik diskusi dalam segi pendapatan, alasannya jelas karena banyak film lain yang enggan bebarengan tayang dengan "No time To Die" dan jadwal baru berada di periode penayangan yang sibuk saat liburan. Hal itu berimbas pada pada rendahnya pemasukan film terlaris bulan Maret/April dan pemasukan tidak pasti di bulan November.

Pada 24 maret, Warner bros Pictures memberi pengunduran jadwal penayangan untuk film "Wonder Woman 1984", "Scoob!", "In The Heights", dan "Malignant". Sampai saat ini, keempat film tersebut belum diketahui secara pasti kapan akan ditayangkan.

Wabah Virus Corona juga mempunyai perngaruh yang cukup besar bagi fase empat Marvel Cinematic Universe. "Black Widow" penayangannya diundur sampai 6 November, "The Eternals" juga dipindahkan pada 12 Februari 2021, "Shang-Chi and the Legend of the Rings" dipindahkan pada 7 Mei 2021, dan beberapa film lainnya juga telah mengalami perubahan jadwal perilisan dengan masing-masing waktu yang berbeda bahkan sebagian belum menunjukkan tanda- tanda kejelasan.

Pil pahit yang diterima oleh semua pihak dalam industri film di berbagai belahan dunia sepertinya berbanding terbalik dengan apa yang di dapat oleh korea selatan. Di Negara tersebut, industri hiburan tetap Berjaya dengan program hallyu atau Korean wave, dimana film dan drama yang disuguhkan secara sporadis menjadi fokus besar jutaan pasang mata di berbagai Negara.

Kesuksesan tersebut tidak lepas dari kinerja pemerintah setempat dengan kebijakan mitigasi terhadap virus corona berupa tes massal, pendisilinan protokol kesehatan yang begitu ketat, bahkan saat proses produksi film dan sejenisnya.

Meski mendapat kesuksesan yang cukup besar, Korea Selatan semestinya tidak boleh jumawa apalagi lengah karena badai virus corona merupakan ancaman dan tidak akan ada kepastian yang menjamin terhadap semua pihak, terlebih pasca dibukanya kembali jaringan bioskop di Negara tersebut tentu dari segala sisi harus dijalankan dengan ekstra hati-hati jika tidak ingin menjadi bumerang .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun