Mohon tunggu...
Arista DewiPutri
Arista DewiPutri Mohon Tunggu... Lainnya - MAHASISWA SEJARAH

MAHASISWA PRODI SEJARAH UNIVERSITAS INDRAPRASTA

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Munculnya Organisasi Poetri Mardika Masa Kebangkitan Nasional

8 Juni 2021   14:00 Diperbarui: 8 Juni 2021   14:01 975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemikiran mengenai pendidikan bagi kaum perempuan sebelum tahun 1908 sudah mulai dimunculkan oleh Raden Ajeng Kartini, sebagai sosok pahlawan bagi kau  perempuan. Melalui tulisannya dalam surat-suratnya yang dikirimkan kepada sahabat-sahabat penanya ia menuangkan ungkapan hatinya mengenai pentingnya pengajaran atau pendidikan bagi kaum perempuan Jawa. Perempuan Jawa yang pada masa itu ditempatkan pada posisi yang kurang beruntung menjadikan mereka tidak dapat berkembang dikarenakan dominasi kaum laki-laki dalam budaya patriaki. Atas dasar perbedaan biologis antara kaum perempuan dan laki-laki, menyebabkan terjadinya ketimpangan gender. Adat istiadat yang ada menjadikan ruang gerak kaum perempuan terbatas sehingga menjadikan mereka sulit untuk mendapatkan hak-haknya dalam kehidupan bermasyarakat.

Namun memasuki awal abad ke-20 terjadi perubahan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat pribumi akibat adanya pemikiran mengenai Politik Etis oleh Th. Van Deventer. Van Deventer merumuskan gagasan Politik Etis yang berisi tentang emigrasi, irigasi, dan edukasi. Kebijakan tersebut dijadikan sebagai langkah awal menuju perubahan. Kebijakan tersebut mendorong terciptanya modernisasi dalam bidang pendidikan. Pembangunan lembaga pendidikan modern oleh Belanda mampu menciptakan suatu masyarakat baru yang mulai paham dengan unsur-unsur modernitas. Pendidikan tersebut mampu melahirkan golongan elite baru yang secara budaya akrab dengan gagasan modern dan makin sadar akan kondisinya sebagai masyarakat yang terjajah dan melahirkan pandangan baru mengenai perempuan.

Dan pada tahun 1912, pertama kali didirikan organisasi perempuan yang pertama di Jakarta yaitu yang dinamakan Putri Mardika atas prakarsa Boedi Oetomo. Organisasi ini bertujuan memberikan bantuan, bimbingan  dan penerangan kepada gadis pribumi dalam menuntut pelajaran dan menyatakan pendapat di muka umum, memperbaiki hidup wanita sebagai manusia yang mulia, memberi beasiswa, menerima anggota pria dan menerbitkan majalah bulanan Putri Mardika.

Putri Mardika adalah organisasi keputrian tertua dan merupakan bagian dari Budi Utomo. Organisasi ini berdiri untuk memperjuangkan pendidikan untuk perempuan, mendorong perempuan agar tampil di depan umum, membuang rasa takut, dan mengangkat perempuan ke kedudukan yang sama seperti laki-laki. Organisasi Poetri Mardika didirikan di Batavia tahun 1912. Organisasi ini diketuai oleh R.A. Theresia Sabaroedin dan wakil ketua R.A. Sutinah Joyopranoto. Poetri Mardika merupakan organisasi yang bertujuan memberikan motivasi kepada perempuan pentingnya meningkatkan taraf hidup para perempuan baik dalam pendidikan maupun dalam kehidupan sosial.

Poetri Mardika merupakan organisasi utama yang bergerak dalam menyebarkan emansipasi perempuan. Dalam perkumpulan Poetri Mardika ini tentu saja ada sesuatu yang ingin dicapai. Hadirnya emansipasi berawal dari upaya perorangan yang kemungkinan di munculkan dari R.A. Kartini serta Dewi Sartika. Mereka merupakan sosok perempuan yang memperjuangkan perempuan terkhusus dalam hal pendidikan. R.A. Kartini pada masanya memperjuangkan perempuan untuk meraih pendidikan melalui gagasannya. Sebagai contoh lihat dalam surat-suratnya R.A. Kartini yang mengkritik adat yang membatasi peranan perempuan. Bahkan ketika itu posisi dan status perempuan diremehkan sehingga perempuan tidak mendapatkan kesempatan untuk menikmati pendidikan tinggi. Setelah R.A. Kartini, ada Dewi Sartika yang melanjutkan gerakan pendidikan perempuan. Dewi Sartika mendirikan Sakola Istri pada 16 Januari 1904 di Paseban Kabupaten Bandung dengan murid berjumlah 20 dan guru berjumlah tiga orang diantaranya; Dewi Sartika, Ibu Purma, dan Ibu Uwit. Sekolah ini memberikan pelajaran umum sekaligus pelajaran keterampilan perempuan, seperti memasak, membatik, merenda, menyulam, dan lain-lain. Hal ini telah menunjukan dalam periode inilah mulai muncul upaya untuk menyadarkan perempuan dalam mengekpresikan diri untuk mengeluarkan gagasan mereka. Corak tujuan utama Poetri Mardika hampir sama dengan pergerakan perempuan pada masa abad ke-20 yaitu bertujuan meningkatkan taraf pendidikan dan keterampilan.

Dan Poetri Mardika juga bekerja sama dengan SOVIA yang didirikan pada tanggal 19 Agustus 1912 yang di pimpin oleh Nona Charlotte Jacobs. Upaya yang dilakukan oleh SOVIA diantaranya adalah: membantu perempuan bumiputra agar dapat belajar ilmu kedokteran, mendirikan asrama untuk para pelajar dari negri lain, serta mendirikan rumah pondokan untuk para pribumi yang belajar kebidanan dan kedokteran. Tujuan Poetri Mardika bekerjasama dengan SOVIA adalah memberikan upaya terhadap para perempuan dengan mengadakan pengajaran keterampilan kebidanan.

Alasan Poetri Mardika bekerjasama dengan SOVIA yaitu untuk mencetak perempuan sebagai dokter terutama bidan, dengan memberikan pengajaran ilmu kebidanan dan kedokteran kepada perempuan-perempuan eropa dan pribumi. Ketika perempuan telah lulus dari SOVIA mereka tidak terikat terhadap pemerintah atau tidak bekerja terhadap pemerintah sehingga dapat bekerja dengan membuka praktik bidan. Karena dengan menjadi bidan perempuan dapat membantu para perempuan untuk bersalin terkhusus untuk yang kurang mampu. Kemudian dengan mengupayakan program yang dibuat tentu harus melalui proses perkenalan kepada masyarakat. Poetri Mardika berusaha untuk memperkenalkan gagasannya serta memberikan kesadaran kepada perempuan guna pentingnya pendidikan.

Kemudian hambatan yang dialami oleh organisasi Poetri Mardika dapat terjadi dikarenakan kurangnya pemasukan dana serta merosotnya aktivitas aktivitas oragnisasi yang kerap kontributif untuk mengadakan kegiatan dan menulis artikel. Hal ini disebabkan banyaknya kepentingan-kepentingan lainnya disetiap urusan para anggota. Faktor lainnya yang menyebabkan organisasi ini pudar cahayanya adalah masifnya resintesi-resintesi yang berasal dari masyarakat yang menolak perubahan. Dapat dikatakan juga bahwa awal abad ke-20 merupakan abad fase dasar perjuangan hak-hak perempuan Indonesia. Kemudian ,dampak yang terjadi terhadap perempuan dengan hadirnya Poetri Mardika adalah membuka pikiran yang membelenggu akan adat isitiadat yang merugikan pihak.

Sumber :

* Siwi Tyas Fheny Cahyani, Kayan Swastika, Sumarjono. Perjuangan Organisasi Perempuan Indonesia Menuntut Hak Pendidik Pada Masa Kolonial Belanda Tahun 1912-1928. Universitas Jember (UNEJ). diakses dari https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/64112/SIWI%20TYAS%20FHENY%20CAHYANI.pdf?seque. pada tanggal 5 juni 2021.

*Nur Urifatulailiyah, 2017. Pemikiran Pendidikan perempuan Pribumi jawa Dalam Pers Kolonial Tahun 1908-1928. Universitas Negeri Surabaya. Diakses dari https://core.ac.uk/download/pdf/230696179.pdf. Pada tanggal 5 Juni 2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun