Mohon tunggu...
Muhammad Ramli Arisno
Muhammad Ramli Arisno Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Dulu hobi baca, sekarang lebih suka nonton berita. Memiliki ketertarikan dengan politik dan psikologi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Lumbung Pangan Ibu Pertiwi

27 September 2018   10:30 Diperbarui: 27 September 2018   10:55 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PERNAHKAH Indonesia kelaparan dalam sejarahnya sejak pertama kali daratannya dihuni manusia? Mungkin pernah, di suatu masa yang sudah terhapus dari ingatan manusia. Sebab, sepanjang yang saya ketahui, sejak berdaulat, tidak sekalipun negara ini pernah mengalami kelaparan yang ekstrim seperti yang pernah atau selama ini dirasakan oleh negara-negara di Afrika; Ethiopia, Komoro, Burundi, Eritrea, atau Zambia. Yang benar-benar mengalami kelaparan.

Indonesia memang pernah mengalami krisis ekonomi di awal pemerintahan Soekarno dan di penghujung usia rezim Soeharto. Ketika itu bahan pangan dibeli dengan harga yang sangat tinggi. Namun semua itu tidak sampai membuat rakyat tak bisa makan secara total kemudian mati kelaparan, atau hidup dengan perut kosong selama bertahun-tahun. Kelaparan yang dialami bangsa ini hanya seperti gigitan serangga yang meninggalkan rasa gatal. Setelah digaruk, rasa gatal pun hilang.

Karena Indonesia adalah negara lumbung pangan. Lumbung yang bukan sekadar lumbung berupa rumah panggung beratap jerami atau semacam gudang yang didalamnya tersimpan padi yang akan mencukupi hidup sekeluarga atau memenuhi perut anak bangsa ini dari musim tanam dan panen ke musim tanam dan panen berikutnya. Melainkan lumbung berupa tanah subur yang siap menerima benih tanaman apa saja dan mampu menumbuhkannya dengan bulir-bulir yang penuh dan bernas.

Mampu mengenyangkan perut rakyatnya, serakus apapun cara dia makan tanpa harus mendatangkannya (impor) dari negara lain. Negara kita yang dikenal agraris sejak masih berbentuk kerajaan-kerajaan. "Orang bilang tanah kita tanah surga tongkat kayu dan batu jadi tanaman..." Apa yang Anda ingat dari petikan kalimat kalimat itu? Teringat Farhat Abbas? Oh, no, no, no...jangan berikan saya jawaban jenaka seperti itu. Percayalah, Anda nggak bakalan masuk surga jika hanya teringat senandung yang dinyanyikannya di acara ILC, Selasa malam lalu.

Koes Plus tidak salah menciptakan dan mempopulerkan lagu yang memuji kesuburan alam Indonesia. Tongkat kayu tumbuh menjadi ubi yang empuk dan berkualitas tinggi. Batu (benih tanaman) yang ditanam selalu menghasilkan. Jumlahnya berlebih yang sebagiannya selalu dapat disimpan di gudang gudang Bulog, yang tidak jarang karena saking banyaknya dan tidak termakan, beras yang ditampung itu sampai busuk dan harus dikembalikan (diuruk) menjadi tanah kembali.

Kita memiliki "tambang" yang selalu tersedia secara cukup untuk konsumsi kebutuhan kita. Meski seluruh dunia mengembargo negara kita seperti terkurungnya rumah Pak Eko di Ujungberung yang tidak memiliki akses keluar maupun masuk ke dalam rumah karena terkepung tembok rumah tetangga. Kita masih tetap bisa hidup dengan sumber daya alam yang kita miliki. Lalu mengapa pemerintah masih ngotot impor beras, impor garam, impor gula yang kesemuanya justru tersedia berlimpah?

Mending menyiapkan SDM yang masih bersemangat menggarap lahan kita yang subur, mendatangkan alat-alat dan mesin pertanian agar mudah menggarap lahan yang kita miliki. Mengambil alih teknologi di bidang pertanian agar kita dapat memanen padi tidak cuma dua kali dalam setahun. Memfasilitasi penelitian pemuliaan tanaman untuk memperpendek umur pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi layaknya tanaman palawija yang bisa dipanen dalam 2-3 bulan saja. Memperoleh hasil panen yang berlimpah untuk kita ekspor atau kita bagikan menjadi bantuan sosial kepada negara-negara yang membutuhkan.  

Wajar jika pemerintah sekarang ditertawakan karena mengimpor barang yang sudah tersedia banyak dan berlimpah di gudang. Apa iya menteri-menteri yang menginisiasi impor bahan pangan itu juga menerima wahyu atau ahli membaca tabir mimpi seperti mukjizat yang dimiliki Nabi Yusuf Alaihissalam. Meramal Indonesia akan dilanda kekeringan selama 7 tahun sehingga harus mendatangkan beras dalam jumlah besar untuk mencegah rakyatnya kelaparan. (Muhammad Ramli Arisno)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun