Mohon tunggu...
Aris Ndeok
Aris Ndeok Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Agus Harimurti ‘’The Rising Star’’ Yudhoyono, Berjudikah SBY?

26 September 2016   00:59 Diperbarui: 26 September 2016   09:22 2160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Diusungnya Agus Harimurti Yudhoyono Putra sulung Presiden RI ke - 6, Susilo Bambang Yudhoyono atau yang akrab dipanggil SBY, sebagai Cagub berpasangan dengan Sylviana Murni sebagai Cawagub DKI pada pilkada serentak 2017 oleh koalisi Cikeas ( Demokrat, PAN, PKB dan PPP ) cukup mengejutkan publik. Mengejutkan karena nama Agus sebelumnya tidak pernah disurvei dan jauh dari radar pengamatan para pengamat politik.

Publik terkejut sebab Agus yang masih militer aktif berpangkat Mayor Infanteri, rela meninggalkan keanggotaan TNI untuk bertarung dalam Pilkada DKI 2017. Agus Yudhoyono yang membawahi Gen kecerdasan dan kewibawaan SBY – Ayahnya, yang sama-sama pernah meraih Adhi Makayasa ( Penghargaan Tahunan Kepada Taruna Akademi Lulusan terbaik dari setiap matra TNI dan Kepolisian ), dimana beberapa penerima Adhi Makayasa menjadi tokoh nasional atau pembesar dinegeri ini. Agus juga mengikuti jejak ayahnya dan beberapa tokoh elit militer negeri ini yang pernah ditugaskan untuk mengikuti pendidikan Perwira Militer di Fort Leaventwort – Amerika Serikat dan Agus lulus dengan predikat yang terbaik. Sebuah prestasi yang membanggakan tentunya, dan belum lagi sederet gelar master dari pendidikan non militer lainnya dari beberapa universitas diluar negeri seperti Harvard University dll. Agus dinilai masih akan mencapai puncak karir yang lebih tinggi di militer, sesuatu yang bukan mustahil jika melihat latar belakakangnya.

Memang tidak salah melihat dan menilai masa depan cemerlang Agus di TNI, sebab Agus bukan saja seorang Perwira militer aktif yang cerdas, tapi Agus Yudhoyono juga memiliki latar belakang berasal dari keluarga begawan militer, baik dari garis keturunan ayahnya – SBY dan ibunya – Kristiani Herawati. Ayahnya Agus - SBY seorang  militer yang cerdas dengan pangkat terakhir bintang empat dan mencapai puncak karir politik tertinggi dengan menjadi Presiden RI ke – 6. kakeknya Sarwo Edhie Wibowo – Ayah dari ibunya merupakan tokoh elit militer Indonesia yang sangat disegani dimasa lalu. Belum lagi pamannya Pramono Edhie Wibowo kakak dari ibunya adalah mantan KSAD.

Melihat kecerdasaan dengan sederet gelar pendidikan militer dan non militer, dan latar belakang keluarga Agus Harimurti Yudhoyono, ditambah kewibawaan dan pembawaan diri yang tenang, tidak salah sebagian atau kebanyakan orang melihat Agus Yudhoyono adalah The Rising Stardimasa depan. Agus Yudhono dinilai publik salah satu calon pemimpin TNI  dan Negara dimasa depan mengikuti jejak ayahnya – SBY yang jadi presiden RI dua periode. 

Semua bertanya apa gerangan yang membuat SBY merestui Putra sulungnya maju dalam Pilgub DKI dan mengorbankan karir militernya yang masih panjang, mengapa bukan Ibas Putra bungsunya yang sudah lebih dahulu terjun dalam dunia politik untuk maju dalam Pilgub DKI. Ibas juga tentunya tidak kalah cerdas dari Agus, tapi memang dibanding Ibas, Agus lebih mempunyai nilai jual yang tinggi. Seorang militer yang cerdas,  dinilai tegas dan disiplin tinggi karena seorang militer dan juga good looking, ya Agus memang diberkahi postur tubuh gagah khas seorang perwira militer. Memang bukan jaminan postur tubuh atau fisik seseorang berbanding lurus dengan kewibawaan dan ketegasan dalam memimpin, tetapi dalam sebuah era demokrasi pemilihan langsung tetap saja penampilan luar kandidat mempengaruhi market pemilih.

Nama Agus Yudhoyono juga dinilai relatif bersih dan jauh dari isu negatif, karena selama ini Agus tidak pernah terlibat intrik politik para politisi dalam negeri yang hingar bingar, dan tidak terlibat dalam urusan politik Partai besutan ayahnya yaitu Demokrat, setidaknya yang terlihat didepan publik. Namanya belum terkontaminasi isu kasus hukum seperti nama adik bungsunya Ibas yang sering diterpa isu negatif, yang sayub-sayub terdengar keterlibatan Ibas dalam kasus korupsi kader Partai Demokrat dan nama Ibas pula sering dikritisi atau dibully oleh masyarakat. Walaupun selama ini tidak terbukti keterlibatan Ibas dalam isu negatif yang dituduhkan, tetapi tetap saja isu-isu negatif itu mempengaruhi nilai jual nama Ibas Yudhoyono.

Dengan mengorbankan karir militer Putra Sulungnya, untuk maju dalam Pilkada DKI 2017 yang belum tentu dimenangkan oleh Agus bersama pasangan Cawagubnya – Sylviana Murni, SBY tentu sudah berhitung dan melakukan kalkulasi politik secara mantap dengan segala kemungkinannya, kemungkinan yang terburuk atau kalah sekalipun. SBY dikenal dalam strategi dan perencanaan yang matang dalam melakukan sebuah langkah politik. Berhasil menjadi seorang Presiden dan memimpin dua periode adalah bukti nyata langkah politik SBY.

Selama ini sebagian masyarakat, elit partai dan kalangan pengamat melihat SBY menyiapkan Putra sulungnya untuk menjadi pemimpin dimasa depan. Tidak  salah berpendapat seperti itu karena dengan segala prestasi selama menempuh pendidikan militer dan non militer, dan keberuntungan dilahirkan dalam keluarga begawan militer dan politik, Agus dinilai sudah berada dalam jalur yang benar, untuk menjadi pemimpin negeri ini dimasa depan. Secara kalkulasi politik dan melihat jenjang karir militernya, tahun 2024 tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat untuk memunculkan nama Agus Yudhoyono dalam bursa Capres. Tetapi walaupun memiliki segudang modal persyaratan menjadi pemimpin negeri ini dimasa depan, tetap saja garis tangan tidak akan berbohong atau secara iman takdir sudah diatur Tuhan, garis tangan Agus bisa saja berbeda dengan ayahnya-SBY, terbukti Agus tidak mengikuti jejak ayah, paman dan kakek yang pensiun dari institusi militer dengan pangkat terakhir Jenderal atau Perwira tinggi, Agus mundur/pensiun dini pada saat masih berpangkat Mayor atau Perwira menengah. Namun juga bisa saja garis tangannya yang berbeda dengan ‘para seniornya’ dalam keluarga, membawanya lebih cepat ( tidak perlu menunggu sampai jenderal ) untuk memimpin negeri ini mengikuti jejak Ayahnya-SBY tapi melalui jalur yang berbeda yaitu melalui tangga Pilgub DKI, waktu yang akan menjawab.

Reaksi publik yang kaget atas pencalonan Agus Yudhoyono sebagai calon gubernur DKI dalam Pilkada serentak tahun 2017 yang diusung koalisi Cikeas : Demokrat, PAN, PKB dan PPP, dinilai wajar, karena dalam tradisi dan sejarah perpolitikan tanah air, hanya sedikit kalau tidak dikatakan sangat sedikit, seorang perwira militer aktif yang masih panjang karirnya mundur atau pensiun dini dari keanggotaan institusi TNI. Kebanyakan anggota militer yang maju atau namanya menghiasi bursa calon pemimpin, baik dalam pemilihan kepala daerah atau Presiden sekalipun, biasanya yang mempunyai tingkat kepangkatan diatas mayor ( Perwira Menengah ) atau sudah jadi Perwira tinggi, atau mereka yang sedang atau pernah menjabat jabatan strategis bagi militer yang sudah purna bakti dalam tugas. Tapi mungkin ‘keadaan yang tidak biasa’ atau tradisi jaman yang berubah dimana Indoensia mengikuti tren Negara maju, seperti pernyataan Panglima TNI Gatot Moeldoko menyikapi langkah perwira menengahnya Agus Yudhoyono yang mundur dari keanggotaan TNI. Bahwa di Negara maju  jarang ada Militer sampai pensiun, Sumber  (http://news.detik.com/berita/d-3305405/tak-dapat-pensiun-agus-harimurti-diberhentikan-secara-hormat-dari-tni ). Mungkin juga Agus atau keluarga besar SBY juga terpengaruh tren negara maju seperti yang dikatakan Panglima TNI, atau karena ‘keadaan tidak biasa’ yang hanya lingkaran dan orang-orang dekat SBY-Demokrat saja yang mengetahui ‘keadaan tidak biasa itu’.

Publik seakan tidak percaya dengan keputusan Agus Yudhoyono untuk pensiun dini dari TNI dan restu keluarga-SBY-Demokrat yang diberikan kepada Agus untuk maju dalam Pilgub DKI 2017. Publik bertanya-tanya dan mencoba menerawang keputusan SBY merestui Putra sulungnya maju dalam pencalonan gubernur DKI.   

SBY dinilai terlalu cepat, kurang bersabar seperti pembawaannya yang tenang dan sedang berjudi dengan merestui Agus, berjudi untuk merebut kembali kekuasaan. Agus Yudhoyono Putra sulungnya ibarat Kartu JokernyaSBY dalam sebuah permainan kartu yang dinilai terlalu cepat untuk dikeluarkan. Tetapi betulkah SBY sedang berjudi ? Bisa jadi memang SBY sedang berjudi, berjudi karena terpaksa. Tapi sebagaimana diketahui SBY juga dikenal mantap dan matang dalam sebuah perencanaan, segala detilnya diperhatikan, penuh pertimbangan.

Mungkin saja SBY dan elit Partai Demokrat menyadari  posisi SBY sendiri, dan Partai Demokrat dalam situasi kondisi perpolitikan tanah air yang tidak menguntungkan alias sedang tidak berkuasa. SBY – Demokrat menyadari rezim yang sekarang sedang  berkuasa, Jokowi – PDIP tidak akan memberi kesempatan  kepada Putranya SBY - Agus Yudhoyono untuk menjadi  ‘lebih besar’. Memang tidak ada aturan tertulis, karir dan jabatan seseorang dalam militer atau pemerintahan ditentukan rezim yang sedang berkuasa, tapi bukan menjadi suatu yang rahasia lagi bahwa karir atau jabatan seseorang juga dipengaruhi rezim penguasa. Rezim penguasa saat ini, Jokowi – PDIP terutama Megawati sebagai pemegang kendali PDIP tidak ingin penghianatan SBY yang menantang dan mengalahkan Megawati pada Pilpres 2004 terulang lagi. Megawati juga tentu saja sedang menyiapkan Putra - Putri Mahkotanya untuk menjadi pemimpin negeri ini, kelanjutan kekuasaan PDIP dan pamor trah Soekarno. Dan bukan tidak mungkin persaingan Mega – SBY terluang lagi pada Putra Putri mahkota mereka dimasa depan. SBY – Demokrat menyadari kemungkinannya Jokowi – PDIP memenangi Pileg dan Pilpres 2019 dan akan melanjutkan kekuasaan ke periode ke dua. Sesuatu yang belum tentu kebenarannya.

Sadar akan semua itu dan melalui pertimbangan dan perencanaan, SBY – Demokrat melalukan serangan balik cepat ( sedikit dipaksa ) walaupun belum pasti hasilnya, sama halnya karir militer Agus Yudhoyono yang belum pasti atau belum tentu lebih jauh lagi. Dicarilah momentum, pencalonan Agus Yudhoyono dibuat sedemikian rupa seolah-olah suprize buat masyarakat, dan memang kebanyakan masyarakat merasa surprise dengan keputusan koalisi Cikeas mencalonkan Agus Yudhoyono dalam Pilgub DKI 2017.  Seolah-olah kebetulan, padahal dalam politik tidak ada yang kebetulan.  ‘’Presiden ke-32 Amerika Serikat, Franklin Delano Roosevelt pernah mengatakan : Tak ada kebetulan dalam politik, jika seolah-olah itu terjadi, maka bisa dipastikan sudah direncanakan dengan suatu cara tertentu’’.

Pencalonan Agus Yudhoyono oleh koalisi Cikeas khususnya oleh SBY – Demokrat jelas sekali tujuan maksimalnya yaitu menatap Pilpres 2019, andaikata Agus Yudhoyono – Sylviana Murni menang dalam Pigub DKI 2017, sangat memungkin Agus Yudhoyono calon terkuat penantang Capres Petahana-Jokowi.  SBY-Demokrat tidak mau bertahan menunggu sampai 2024, menunggu dimana tidak adanya Capres Petahana, hal ini andaikan Jokowi – PDIP memenangi Pileg dan Pilpres 2019 dan undang2 yang membatasi Presiden cukup 2 periode, sehingga kalupun terpilih lagi di 2019  Jokowi tidak bisa mencalonkan diri lagi di 2024. SBY-Demokrat mencoba membuat momentum sendiri pada Pilgub DKI 2017 dan berusaha merebut momentum dari Jokowi-PDIP-Megawati yang sedang berkuasa. Dalam hal ini SBY – Demokrat menerapkan strategi total football dimana pertahanan terbaik dalam sepakbola adalah menyerang, tidak membiarkan musuhnya mengembangkan permainan’’. SBY-Demokrat mencoba menyerang agar Jokowi-Mega-PDIP tidak semakin mengembangkan kekuasaan, dengan menurunkan Putra Mahkota untuk melawan Ahok - Cagub Petahaan yang didukung Mega-PDIP plus Jokowi.

Sangat beresiko keputusan yang dibuat SBY-Demokrat dengan mengorbankan karir militer Putra Mahkotanya, tapi SBY sebagai pribadi, mantan Presiden dan juga seorang Ayah tentu sangat paham bahwa setiap keputusan apapun itu selalu ada konsekuensinya. Dalam hidup selalu ada  pilihan seperti judul buku karya SBY sendiri.

Waktu yang akan menjawab pilihan yang sudah diambil Agus Yudhoyono dengan restu dan dukungan keluarganya, berhasilkah SBY-Demokrat menjadikan Agus Yudhoyono The Real Rising Star ? yang kebintangannya akan bersinar terang di 2019 ? atau malah berubah menjadi Dark Star yang redup cahayanya karena kekalahan di Pilgub DKI 2017.

Sebetulnya soal perjudian ini, bukan hanya SBY-Demokrat saja yang melakukan perjudian. Kalau SBY-Demokrat sedang berjudi dengan mempertaruhkan karir militer anaknya Agus Yudhoyono, lain halnya dengan Megawati-PDIP dan Prabowo-Gerinda, mereka pun sedang melakukan perjudian.  Berjudi dengan mencalonkan bukan kader Partainya sebagai  Cagub DKI 1 dan kadernya ‘hanya’ menempati Cawagub DKI 2. Tidak ada jaminan Ahok atau Anies Baswedan tetap loyal di 2019.

Jadi, siapa pemenang 'perjudian' ini ?

Salam, Aris Ndeok

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun