Mohon tunggu...
Aristo Lamboru Landukati
Aristo Lamboru Landukati Mohon Tunggu... Buruh - Mahasiswa

Menjinakkan imajinasi agar tak liar mempermainakan naluri

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Serangan Fajar adalah Bentuk Melacurkan Diri

3 April 2019   07:05 Diperbarui: 3 April 2019   11:50 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 17 April 2019 merupakan ajang pertempuran sengit para pencari pekerjaan. DPRD, DPR RI, DPD RI, sampai Presiden saling rebutan kursi. Semua para legislasi dan calon presiden yang ikut dalam kontestasi politik akan saling sikut mengikut, menggunakan segala cara agar menang dalam pertarungan politik. 

Sehingga Esensi dari demokrasi kehilangan kesucian sebagai pintu masuk perjuangan kesejahtraan dan kesetaraan  rakyat yang menjadi roh dari demokrasi itu sendiri. 

Sehingga jalannya demokrasi politik bukan lago sebagai pertarungan ide dan gagasan dalam pembangunan bangsa melainkan pertarungan siapa paling bisa membagikan uang. 

Sehingga rakyat pun tanpa disadari diajari dengan baik oleh para calon penguasa dan para intelektual. Sehingga muncullah istilah "Serangan Fajar " 

Istilah serangan fajar adalah istilah yang dipakai ketika H-1 dalam gelaran pemilihan umum untuk mendapatkan suara dengan cara yang busuk. 

Dengan memberikan uang kepada masyarakat dengan dalil memberikan hak suara memilih si pemberi uang. Serangan fajar atau money politic merupakan kejahatan politik .

Undang-undang (UU) no 10 Tahun 2016 sebagai perubahan Undang-undang No 8 tahun 2015 tentang Pilkada. Dalam pasal 187 poin A sampai D 

Menyebutkan orang yang terlibat dalam politik uang sebagai pemberi bisa dipenjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan atau 6 tahun. 

Selain hukuman badan pelaku juga dikenakan denda paling sedikit 200 Juta dan paling banyak 1 Milyar, Sanksi pidana pun berlaku untuk penerima berbau politik uang.

Ada sebagian kandidat menggunakan uang sebagai nilai jual suara yang akan didapat. Sehingga tak heran jika terpilih para kandidiat ini hanya akan sibuk mencari kepentingan proyek dan pribadi guna mengganti semua kerugian saat pemilihan tadi. 

Sehingga keberadaannya sebagai wakil rakyat tak pernah dipandang. Jabatan itu dijadikan sebagai ladang pekerjaan guna menimbun kekayaan pribadi.

Sampai kapanpun serangan fajar tidak akan pernah berhenti jika para calon yang mengikuti kontestasi politik tidak berhenti melacurkan diri kepada rakyat dan mengajari rakyat untuk kembali pada hakikat demokrasi itu sendiri. 

Rakyat pun tidak akan pernah berhenti melacurkan diri dengan menggadai harga diri dengan 300 ribu hanya untuk memberikan hak suaranya. 

Seharusnya para cendikiawan menyadari keikutsertaan dalam kontestasi politik merupakan panggila moril akan pembangun bangsa demi terciptanya masyrakat yang adil dan sejahtra tanpa penindasan manusia atas manusia dan penindasan bangsa atas bangsa yang dimulai dengan menyadari hal sederhana seperti politik uang adalah tindakan mecurkan diri pada kepentingan diri sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun