17 April 2019 merupakan ajang pertempuran sengit para pencari pekerjaan. DPRD, DPR RI, DPD RI, sampai Presiden saling rebutan kursi. Semua para legislasi dan calon presiden yang ikut dalam kontestasi politik akan saling sikut mengikut, menggunakan segala cara agar menang dalam pertarungan politik.Â
Sehingga Esensi dari demokrasi kehilangan kesucian sebagai pintu masuk perjuangan kesejahtraan dan kesetaraan  rakyat yang menjadi roh dari demokrasi itu sendiri.Â
Sehingga jalannya demokrasi politik bukan lago sebagai pertarungan ide dan gagasan dalam pembangunan bangsa melainkan pertarungan siapa paling bisa membagikan uang.Â
Sehingga rakyat pun tanpa disadari diajari dengan baik oleh para calon penguasa dan para intelektual. Sehingga muncullah istilah "Serangan Fajar "Â
Istilah serangan fajar adalah istilah yang dipakai ketika H-1 dalam gelaran pemilihan umum untuk mendapatkan suara dengan cara yang busuk.Â
Dengan memberikan uang kepada masyarakat dengan dalil memberikan hak suara memilih si pemberi uang. Serangan fajar atau money politic merupakan kejahatan politik .
Undang-undang (UU) no 10 Tahun 2016 sebagai perubahan Undang-undang No 8 tahun 2015 tentang Pilkada. Dalam pasal 187 poin A sampai DÂ
Menyebutkan orang yang terlibat dalam politik uang sebagai pemberi bisa dipenjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan atau 6 tahun.Â
Selain hukuman badan pelaku juga dikenakan denda paling sedikit 200 Juta dan paling banyak 1 Milyar, Sanksi pidana pun berlaku untuk penerima berbau politik uang.
Ada sebagian kandidat menggunakan uang sebagai nilai jual suara yang akan didapat. Sehingga tak heran jika terpilih para kandidiat ini hanya akan sibuk mencari kepentingan proyek dan pribadi guna mengganti semua kerugian saat pemilihan tadi.Â
Sehingga keberadaannya sebagai wakil rakyat tak pernah dipandang. Jabatan itu dijadikan sebagai ladang pekerjaan guna menimbun kekayaan pribadi.
Sampai kapanpun serangan fajar tidak akan pernah berhenti jika para calon yang mengikuti kontestasi politik tidak berhenti melacurkan diri kepada rakyat dan mengajari rakyat untuk kembali pada hakikat demokrasi itu sendiri.Â
Rakyat pun tidak akan pernah berhenti melacurkan diri dengan menggadai harga diri dengan 300 ribu hanya untuk memberikan hak suaranya.Â
Seharusnya para cendikiawan menyadari keikutsertaan dalam kontestasi politik merupakan panggila moril akan pembangun bangsa demi terciptanya masyrakat yang adil dan sejahtra tanpa penindasan manusia atas manusia dan penindasan bangsa atas bangsa yang dimulai dengan menyadari hal sederhana seperti politik uang adalah tindakan mecurkan diri pada kepentingan diri sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H