Ketika senja hendak menelan matahari
Kembali pada singgasana
Awan menyelimuti kepergian Berganti malam penuh kesunyian
Dering mendesing bunyi smartphone pembelian ibu Memecah kesendirianku
Saat menyaksikan senja berganti malam
Ada kabar dari tempat yang jauh
Tempat pertama kali  Melihat dunia
dingin mencekam menyelimuti rasa
Ada kabar ibu telah berpulang kepada llahi
Tetesan air mata menari dipipiku  Batin menolak pada kepergian yang tak  kurestui
kenapa harus ibu?
kenapa harus sekarang?
Kata yang berperang melawan Ketidak inginanku
Untuk hati yang mencoba ikhlas
Ibu..
Karena rasa ingin lebih
Demi ingin yang terlampau hebat
Aku menggores luka
Mengundang marah
Melukis kecewa di wajah Keriput yang termakan usia
Maaf ..
Kata yang tak sempat diucapkan  mulut kepada telingamu
Sepertimu yang tak pernah jujur tentang marah dan kecewamu
Seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu
Maaf...
Aku yang kau cintai
Tak mampu melukis senyum
Menggambar bangga diwajahmu
Terimakasih...
Menjadikan aku lelaki kuat
Dari lentik jemari penuh do'a Dengan harap yang tak pernah pudar
Dalam sadar penuh sabar
Seringlah menemuiku, Ibu
Dalam mimpi dan khayalan Menjadi mimpi penghias harapan Saat menapaki jejak yang kau tinggalkan
Demi harap yang dilantunkan dalam do'a
Dalam tangis penuh amarah
Ada doa dalam diam
Kiranya llahi menyiapkan yang
terbaik untukmu
Dikeabadian
Sampai nanti waktu
Kita bertemu dalam ingin-Nya
Terima kasih ibu
Terima kasih
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI