Mohon tunggu...
A K Basuki
A K Basuki Mohon Tunggu... karyawan swasta -

menjauhi larangan-Nya dan menjauhi wortel..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sugali, Sebuah Cerpenisasi Lagu Iwan Fals

28 Maret 2012   10:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:22 1074
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sugali Oleh: AK Basuki

Aku telah mengenalnya jauh sebelum seluruh negeri heboh menanggapi suara berita-berita yang tertulis dalam koran. Hampir sebagian besar media memang memuat cerita tentang dia, seorang lelaki yang sering keluar masuk bui dan jadi buronan polisi, Sugali. Dia adik bapakku, tapi justru tidak pernah bersedia kupanggil paman. Dia lebih suka kupanggil dengan nama saja, tanpa embel-embel lain.

"Sugali. Panggil Gali saja. Persetan segala formalitas keluarga!" katanya saat pertama kali bertemu. Umurku hampir 15 tahun waktu itu, dan dia dengan sangat mengejutkan hadir di prosesi pemakaman Bapak. Kejadian yang sangat mengherankan karena menurut cerita-cerita Bapak semasa hidup, adik satu-satunya itu seperti angin yang tak bisa diam di satu tempat hingga aku dan adik-adikku, keponakan-keponakannya, tak pernah mengenalnya. Sangat mengherankan jika dia bisa tiba-tiba muncul tepat di hari kematian Bapak kecuali kemungkinan bahwa sebenarnya Sugali dan Bapak selalu saling berhubungan. Entah bagaimana caranya, hanya mereka berdua yang tahu. Jikalau tidak demikian, hubungan batin mereka pastilah lebih erat hingga punya kemampuan kontak batin melampaui kewajaran. Kenyataan yang baru kuketahui jauh bertahun-tahun setelahnya, ternyata Bapak memang menyembunyikannya dari keluarga.

Kematian Bapak seakan memicu tombol di dalam hatinya untuk dengan penuh kesadaran mengambil alih tanggung jawab mengurus aku, Ibu dan kedua adikku. Tentu saja dia tidak menggantikan Bapak dalam arti sebenarnya, tapi dialah yang membuat perekonomian keluarga kami tetap stabil. Semua kebutuhan dia yang mencukupi walaupun Ibu tidak pernah benar-benar mengharapkannya. Dia jadi seperti sinterklas yang tiba-tiba saja jatuh dari langit tepat di atas tungku dapur keluarga kami. Rasa tanggung jawabnya tidak bisa dibilang murahan walaupun memang dia hampir tidak pernah bertandang karena alasan kesibukannya.

Hanya satu yang kusesali, semua yang kami dapatkan darinya ternyata hasil kerja haram. Baru aku ketahui justru ketika keluarga telah banyak berhutang budi kepadanya. Modal Ibu membuka toko kelontong, biaya sekolahku dan adik-adik, fitrah lebaran atau apapun yang pernah dia berikan pada kami ... semua adalah hasil menggarong.

Garong. Sugali adalah seorang garong.

Sungguh, jika dia tidak datang pada suatu malam berhujan dengan luka tembak yang berdarah-darah pada paha kanannya, aku dan Ibu tidak akan pernah menyangka demikian.

"Kawanku mati semua. Untung nyawaku ada sembilan," dia berkata saat Ibu dengan tangan gemetar membalut lukanya. Lalu dia menunjuk sesuatu yang terikat di pinggangnya sambil tertawa untuk sekedar meredakan ketegangan kami, "Jimat ini ternyata palsu!"

Aku menggigil karena marah dan kecewa. Ibu pun sama, tapi semua telah telanjur. Sugali hanya berkali-kali mengucapkan maaf sambil berjanji tidak akan membawa kami dalam kesulitan. Dia memohon agar Ibu mau meminjamkan sedikit uang padanya lalu dapat pergi malam itu juga. Dia memang tertangkap pada akhirnya, jauh di kota lain karena peluru yang masih tertinggal di paha kanannya ternyata membuatnya demam tinggi berhari-hari dan memperlambat gerak pelariannya.

Lewat beberapa tahun kemudian, namanya justru semakin berkibar di dunia hitam. Pengalaman keluar masuk bui, semakin membuatnya mempunyai banyak kawan yang kemudian di belakang hari digalangnya untuk membentuk kelompok kejahatan baru yang sangat berbahaya. Mereka komplotan yang tidak segan-segan membunuh untuk mendapatkan bayaran, bahkan menggarong menggunakan senjata api. Kerja mereka pun sangat rapi hingga polisi selalu kesulitan untuk memburu jejak dalam usaha menangkap mereka. Makin besarlah namanya. Makin ditakuti sepak terjangnya karena  kehebatan dan kesadisannya.

Muncul cerita-cerita tentangnya, ada yang mendekati benar, ada yang sangat mengada-ada. Seperti misalnya yang mengatakan bahwa Sugali adalah garong sakti, berani dan tidak bisa mati.Suara senapan hanya dianggap petasan. Tiada rasa ketakutankarena diapunya ilmu kebal senapan. Tak ada yang mampu melawannya, polisi paling jagoan dengan persenjataan lengkap sekalipun akan takluk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun