Mohon tunggu...
A K Basuki
A K Basuki Mohon Tunggu... karyawan swasta -

menjauhi larangan-Nya dan menjauhi wortel..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Aku Ayahmu, Anakku

14 Juni 2011   13:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:31 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kau hanya melihat dirimu dari sudut pandang yang kau ingini saja. Jika kau berdiri di alasku, sebagai aku, kau akan mengatakan bahwa perempuan seutuhnya bukanlah perempuan yang tidak mampu beranak. Kau pikir perempuan hanya seekor Ratu Rayap yang lahir, beranak dan kemudian mati? Tentu saja bukan, karena engkau lahir, bertumbuh melalui proses sedemikian lama, bersekolah di sekolah manusia, menemukan pasangan dan  lalu menikah. Kau tahu Ratu Rayap, bukan? Dia hanya mampu berbaring sepanjang hari dengan perut yang besar dan berisi telur-telur bakal anaknya. Dan kau tahu siapa yang membuahinya? Ah, aku tak mau membuatmu ngeri. "

Ibumu lalu tertawa dan justru air matanya itu menjadi tumpah sama sekali mengaliri kedua pipinya yang permai. Ah, Anakku, kau harus melihat jika dia tertawa. Sungguh tak ada bedanya dengan seorang bidadari pengasuhmu yang tercantik dan mungkin menjadi favoritmu dan sering kau godai dengan menarik-narik anak rambut dekat telinganya atau kau gigit ibu jarinya. Kemudian jika dia berpura-pura marah dan lari mengejarmu kau dengan senang hati membuatnya lelah dengan berputar-putar di bawah sebatang pohon surga sambil berteriak-teriak: Tangkap aku! Tangkap aku!

Anakku, kukatakan kepadamu, ibumu akan dengan senang hati pula mengejarmu jika kelak engkau mencoba lari dari pondongannya setelah kau ganggui pula. Aku jamin yang demikian itu. Lalu yang terjadi kemudian kau pasti akan bersembunyi di belakang tubuhku, tapi aku berpura-pura tidak melihatmu dan ibumu hanya mendapatkan bagian depan tubuhku, tapi dia akan menyembunyikan tawanya dan tetap berpura-pura kehilanganmu untuk menyenangkan hatimu.

Itu salah satu bayangan tentang kebersamaan kita kelak. Indah, bukan? Semoga waktu itu akan cepat datang karena akupun telah tak sanggup bersabar lagi kecuali jika memang aku harus tetap bersabar. Musim demi musim yang bahagia ataupun putaran bumi yang membosankan telah aku lalui bersama hanya dengan ibumu. Tidakkah kau melihatnya dari ketinggian dan berkehendak untuk mempercepat waktu yang akan datang kelak dan berada di tengah-tengah kami?

Anakku, aku adalah ayahmu. Kau boleh coba membuktikannya dengan mengumpulkan semua kawan sebayamu yang senantiasa bermain-main denganmu di sana, di antara rasa segan dan jenuh menunggu titah Tuhan untuk turun ke dunia dan berdiri berjajar di hadapanku. Kalian pun boleh memasang banyak ekspresi yang kalian mampu untuk mengelabuiku dan aku akan tetap dapat menunjukmu dengan jitu. Kalian, kau pun anakku, boleh menyangkalnya untuk memberikan ujian yang lebih sulit kepadaku walaupun aku telah memilihmu, tapi aku tidak akan sedikitpun menjadi ragu karena aku tahu dan yakin akan hatiku yang telah benar-benar terikat takdir Tuhan padamu.

Aku akan mengenali raut wajahmu, hapal aroma tubuhmu, menemukan pahatan-pahatan kalam Tuhan yang menunjukkanmu padaku dari tiap serat rambutmu. Atau perlu kubawa ibumu serta? Karena seorang ibu akan dapat mengenali buah hatinya dengan mata tertutup saja. Dia jelas akan lebih lihai daripada ayah, seperti seorang petani mengenali angin musim dan perubahan cuaca. Dengan doa pun dia terasa lebih akrab dari siapapun yang pernah berdoa hingga aku pernah berkata kepada ibumu:

"Jauhkanlah prasangka burukmu kepada Tuhan."

Ibumu hanya memandangku tidak mengerti.

"Apa maksudmu?"

"Jauhkan prasangka burukmu kepada Tuhan."

"Aku tidak berprasangka buruk kepada Tuhan. Kenapa kau mendugaku seperti itu?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun