Seolah menyambut perayaan Tahun Baru Imlek yang sering kali diiringi dengan hujan di berbagai wilayah, termasuk di Sandakan, Sabah, Malaysia pada Rabu, 29 Januari 2025. Di kota yang dibangun pada tahun 1879 dan pernah menjadi pusat pemerintahan dan ibu kota Borneo Utara (Kalimantan Utara) semasa jaman pemerintahan Inggris hingga Perang Dunia Kedua ini, hujan deras turun ke bumi sejak tengah malam hingga pagi hari.Â
Alhamdullilah, ketika penulis selesai sarapan dan memulai aktivitas hari ini, hujan mulai berhenti dan hanya menyisahkan gerimis. Penulis segera check out dari hotel dan melakukan kegiatan pertama yaitu kunjungan ke masjid tertua di Sandakan.
Dari petunjuk yang didapat dari "Peta Warisan", sebuah peta yang memuat informasi 10 tempat wisata di Sandakan yang terdapat di lobby hotel, diketahui bahwa masjid tertua tersebut adalah Masjid Jamek atau lengkapnya Masjid Jamek As-Sheikh Hasabollah At-Tohiri yang berusia lebih dari 130 tahun atau hampir seusia kota Sandakan itu sendiri.
"Letak Masjid Jamek tidak jauh dari sini, persis di sebelah hotel ini,"jawab resepsionis hotel ketika penulis menanyakan lokasi Masjid Jamek.
"Oh masjid yang di atas bukit di sebelah hotel ini?," tanya penulis meyakinkan. Kebetulan ketika kemarin sore sebelum memasuki lobby hotel, penulis sempat melihat sebuah masjid yang terletak di lereng bukit di Jalan Lebuh 6, bandar Sandakan.
"Benar, itu Masjid Jamek," jawab si resepsionis
Selesai dengan segala urusan check out, penulis berjalan kaki tidak sampai 5 menit menuju Masjid Jamek As-Sheikh Hasabollah At-Tohiri. Syukur lah gerimis sudah berhenti sehingga tidak perlu lagi menggunakan payung. Dari pelataran bawah masjid, tampak sebuah bangunan masjid sederhana di atas bukit dengan kubah berwarna kuning beratap seng dan tembok putih bergaris biru. Di sisi kiri tampak anak tangga menuju masjid yang ditutupi kanopi biru. Di bagian bawah, tepat sebelum anak tangga pertama, terdapat sebuah bangunan yang sepertinya bangunan baru atau tambahan yang pada bagian pintunya terdapat tulisan "untuk sholat Duha". Tampaknya bangunan ini disiapkan bagi jamaah yang tidak kuat mendaki ke ruang utama masjid yang terletak di atas bukit.
"Wah setiap jamaah yang mendaki anak tangga ini sebanyak lima kali sehari, dijamin bakal sehat secara fisik. Soalnya, anak tangganya cukup curam dan jumlahnya banyak" komentar seorang rekan penulis saat ikut menaiki anak tangga ke masjid.
Apa yang dikomentari teman penulis memang ada benarnya. Anak tangga menuju masjid cukup terjal dengan jumlah anak tangga yang lumayan banyak, Sayang, penulis tidak sempat menghitung berapa persisnya jumlah anak tangga tersebut. Pokoknya banyak lah.
Setiba di halaman dalam masjid, tampak beberapa orang masih tertidur dan segera bergegas bangun melihat kedatangan penulis.
"Tidak apa-apa, lanjutkan saja tidurnya kalau masih mengantuk," ujar penulis
"Oh tidak apa-apa, kami memang sudah saatnya bangun," ujar seorang pemuda yang ikut terbangun melihat kedatangan penulis. Ia dan beberapa temannya kemudian bergegas membereskan alas tidurnya dan meninggalkan halaman dalam masjid.
Melewati halaman dalam masjid, penulis kemudian memasuki ruang utama masjid yang tidak terkunci. Di ruang dalam masjid yang tidak terlalu luas ini, pada bagian tengahnya terdapat 4 tiang utama dari beton yang berfungsi menyangga kerangka atap masjid, dengan kipas angin besar di bawah atap. Keberadaan 4 tiang utama masjid ini mengingatkan penulis akan tiang utama atau saka guru setinggi sekitar 17 meter di Masjid Agung Demak yang dibuat oleh Wali Songo.Â
Seperti lazimnya bagian dalam sebuah masjid, di ruangan ini terdapat tempat untuk imam memimpin sholat dan sebuah mimbar untuk berkhotbah. Menariknya, mimbar yang terbuat dari kayu tersebut dicat kuning emas.
Usai melihat-lihat bagian dalam masjid, penulis menuju papan informasi dimana pada salah satu bagiannya terdapat foto seorang ulama bernama Sheikh Hasabollah At-Tohiri. Dari keterangan yang terdapat di sebelah foto tersebut, diketahui bahwa Sheikh Hasabollah At-Tohiri merupakan seorang tokoh agama di Sandakan yang lahir pada tahun 1910 dan merupakan anak seorang pedagang asal Yaman yang kerap bolak-balik ke Sandakan dan kemudian menetap di kota tersebut. Â Sheikh Hasabollah At-Tohiri dikenal aktif berdakwah dan menjadi pengurus organisasi keagamaan di Sandakan.
Selesai melihat-lihat bagian dalam masjid, penulis berjumpa dengan pengurus masjid bernama Ahmad Saufi. Ia baru saja keluar dari salah satu ruangan di masjid, yang tampaknya menjadi tempat tinggalnya.
"Assalamualaikum wr wb, saya Aris dari Tawau," ujar penulis memperkenalkan diri.
"Waalaikum salam wr wb. Saya Ahmad Saufi, pengerusi (pengurus) masjid ini sejak sekitar tiga tahun lalu," ujar Saufi
Setelah berkenalan, kami pun kemudian berbincang-bincang tentang sejarah Masjid Jamek dan bangunan masjid.
Menurut Saufi, dari angka yang terdapat pada logo masjid diketahui bahwa Masjid Jamek didirikan pada 1887. Awalnya masjid ini dikenal sebagai Masjid Jamek Bandaran Sandakan dan pernah menjadi pusat pengajian agama terpenting pada era pemerintahan Inggris di Borneo Utara.Â
Saat Perang Dunia Kedua, masjid ini pernah menjadi tempat perlindungan penduduk setempat dari serangan tentara Jepang yang mengira tentara Inggris atau Australia bersembunyi di tempat ini.
Meski Saat Perang Dunia kedua, Sandakan sempat hancur total dan menyebabkan pusat pemerintah Sabah dipindahkan dari Sandakan ke Kota Kinabalu, namun bangunan Masjid Jamek masih kukuh berdiri dengan mempertahankan bangunan aslinya dan terus menjadi tempat beribadah bagi orang islam di sekitar daerah Sandakan.
"Menurut cerita para tetua, ruang utama masjid pernah tertimpa pohon besar yang tumbang sehingga merusak bagian atap. Namun kemudian berhasil diperbaiki kembali," ujar Saufi.
"Pada awalnya bagian dalam masjid hanya di ruangan yang ditopang empat tiang ini dan bagian luarnya hanya sampai bagian ini saja," papar Saufi sambil menunjuk bagian halaman masjid yang tingginya sejajar dengan ruang dalam masjid.
"Di bagian bawah adalah halaman tambahan untuk menampung jamaah yang tidak bisa masuk ke ruangan dalam," tambah Saufi.
Dijelaskan pula oleh Saufi bahwa pada Desember 1991, nama Masjid Jamek diubah menjadi Masjid Jamek As-Sheikh Hasabollah At-Tohiri, sebagai penghormatan terhadap peran Sheikh Hasabolah At-Tohiri dalam melakukan dakwah agama Islam di Sandakan.
"Pada masanya, Sheikh Hasabollah banyak berjasa menjalankan aktivitas dakwah di masjid ini. Masjid ini bukan saja memainkan peranan sebagai rumah ibadat, tetapi juga menjadi pusat pengajian agama terpenting di pantai timur Borneo Utara lebih 100 tahun lalu," katanya.
Ditambahkan oleh Saufi bahwa meskipun masjid itu telah mengalami pelbagai perubahan, namun berbagai kegiatan dakwah tetap dilakukan di masjid ini seperti kegiatan pengajian Al-Quran, kuliah maghrib subuh mingguan, kuliah Zuhur, bacaan tahlil dan surah yassin setiap malam jumaat.
Dan pagi ini, penulis menyaksikan sendiri bahwa masjid yang didirikan lebih dari 130 tahun lalu ini, dengan segala kesederhanaannya masih berdiri kokoh dan berfungsi dengan baik dalam menjalankan berbagai kegiatan dakwah serta menjadi saksi sejarah keberadaan kota Sandakan sejak masa awal berdirinya, hancur saat Perang Dunia Kedua dan pembangunan kembali hingga saat ini menjadi kota terbesar kedua di Sabah. Â ***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI