Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengokohkan Ideologi Pancasila: Refleksi Hari Bela Negara

19 Desember 2024   18:56 Diperbarui: 19 Desember 2024   18:56 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap 19 Desember, masyarakat Indonesia memperingati Hari Bela Negara (HBN) untuk mengingat dan memperingati perjuangan para pahlawan yang membela Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. Penetapan 19 Desember sebagai HBN merujuk pada Deklarasi Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang terjadi pada 19 Desember 1948 di Sumatera Barat.

PDRI adalah pemerintahan sementara yang dibentuk dalam rangka menyelamatkan legitimasi konstitusional Indonesia, setelah presiden dan wakilnya ditawan pada Agresi Militer Belanda II. Deklarasi PDRI dilakukan oleh Mr Syafruddin Prawiranegara yang diberikan mandat oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta sesaat sebelum mereka ditangkap oleh Belanda.

Diperingatinya HBN setiap 19 Desember menjadi momentum penting bagi bangsa Indonesia untuk memperkuat semangat bela negara dan memperkokoh ideologi Pancasila, demokrasi, dan hak asasi manusia (HAM) yang menjadi asta cita pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Tantangan Memperkokoh Ideologi Pancasila

Pancasila berasal dari bahasa Sanskerta, "Panca" berarti lima dan "Sila" berarti prinsip atau asas. Pertama kali disampaikan oleh Ir. Soekarno dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945 pada sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Pancasila kemudian disepakati sebagai dasar negara pada sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945.

Pancasila terdiri dari lima prinsip yang saling terkait dan menjadi dasar negara Indonesia yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan sosial. Prinsip-prinsip ini harus terus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk mempertahankan keutuhan dan keharmonisan bangsa.

Sebagai sebuah ideologi, Pancasila telah menjadi fondasi kuat bagi keberlangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan keberagaman yang ada di dalamnya. Pancasila merupakan kesepakatan dasar dan ideologi negara Indonesia yang disepakati para pendiri bangsa untuk mempersatukan bangsa Indonesia yang beragam.

Di tengah dinamika global yang kompleks, upaya memperkokoh ideologi Pancasila sebagai fondasi bangunan NKRI merupakan keharusan bagi bangsa dan negara Indonesia, baik secara ideologis ataupun strategis.

Secara ideologis, upaya memperkokoh Pancasila diperlukan guna mengembangkan nilai-nilai dasar seperti keadilan, kesetaraan dan kebersamaan, mempertahankan identitas nasional dan kebudayaan Indonesia, menghormati keberagaman agama, budaya dan etnis serta meningkatkan kesadaran nasional dan cinta tanah air.

Sedangkan secara strategis, upaya memperkokoh Pancasila penting untuk mempertahankan kesatuan dan keutuhan bangsa, memperkuat Pancasila membantu menghadapi tantangan globalisasi dan perubahan sosial, memperkuat demokrasi dan partisipasi warga negara dan mengurangi konflik sosial dan intoleransi.

Tentu saja sangat disadari bahwa upaya memperkokoh ideologi Pancasila bukanlah tugas yang mudah. Banyak tantangan yang mesti dihadapi, baik internal maupun eksternal.

Secara internal, kita dihadapkan pada masalah kesenjangan sosial dan ekonomi; perbedaan agama, budaya dan etnis; kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang Pancasila; pengaruh globalisasi dan perubahan sosial dan konflik politik dan ideologi.

Sementara tantangan eksternal yang mengemuka antara lain pengaruh ideologi asing yang bertentangan; ancaman terorisme dan ekstremisme; perubahan geopolitik dan ekonomi global; pengaruh media sosial dan teknologi dan ketergantungan pada kekuatan asing.

Memperkokoh Pancasila Melalui Pendidikan

Menyikapi tantangan yang mengemuka perlu strategi terpadu dan efektif dalam memperkokoh ideologi Pancasila, salah satunya melalui pendidikan. Melalui pendidikan, nilai-nilai Pancasila dapat diperkenalkan sejak dini dan membentuk kesadaran dan pemahaman yang mendalam.

Melalui pendidikan dapat pula dikembangkan kemampuan kepemimpinan dan pengambilan keputusan yang tepat, dapat dilakukan peningkatan kesadaran nasional dan cinta tanah air, dilakukannya pengajaran toleransi dan menghormati keberagaman dan dilakukannya pengembangan kemampuan sosial dan empati.

Untuk dapat melaksanakan strategi terpadu dan efektif diperlukan peran aktif semua pihak terkait yaitu Pemerintah yang memiliki peran penting dalam penyusunan kebijakan, Masyarakat yang memiliki peran aktif dalam memperkokoh Pancasila, Pendidik yang berperan dalam mengajarkan nilai-nilai Pancasila, Tokoh masyarakat dalam hal keteladanan dan sebagai penggerak dan Media yang berperan dalam penyebaran informasi yang akurat.

Dalam kaitannya dengan peran Pemerintah sebagai penyusun kebijakan pendidikan dan penguatan karakter Pancasila, melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pemerintah telah memasukkan kembali mata pelajaran Pancasila dalam kurikulum pendidikan nasional. Dimasukkannya kembali Pendidikan Pancasila ke kurikulum pendidikan telah mengakhiri kekosongan pembelajaran Pancasila di sekolah sejak Reformasi 1998 atau lebih dari dua dekade.  

Sebagai tindaklanjutnya, Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi saat itu, telah mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila dalam kurikulum pendidikan formal, khususnya di dalam Kurikulum Merdeka Belajar. Selanjutnya, melalui Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) telah disusun dan diterbitkan Buku Teks Utama (BTU) Pendidikan Pancasila yang terdiri dari dua buku, yaitu Buku Siswa dan Buku Panduan Guru. Pembuatan buku ini bertujuan untuk memperkuat pemahaman dan pengamalan nilai-nilai Pancasila di kalangan siswa dan guru.

Berbeda dengan buku teks pendidikan Pancasila di masa lalu yang hampir semua berisi materi pengetahuan Pancasila (kognitif), peserta didik cenderung dididik untuk lebih banyak menghafal pengetahuan Pancasila dibandingkan mempraktikkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, maka di dalam BTU Pendidikan Pancasila yang disusun BPIP ini komposisinya dirombak total.

BTU Pendidikan Pancasila versi baru hanya memuat 30 persen aspek kognitif seperti Sejarah Pancasila, Nilai-nilai Pancasila dan kedudukan Pancasila. Sisanya 70 persen memuat aspek afketif (perilaku) tentang pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dan peran serta peserta didik dalam memperkuat Pancasila. Dengan komposisi seperti ini, peserta didik dituntut untuk lebih banyak mempraktikkan pengetahuan yang didapat ke dalam perilaku sehari-hari, baik di lingkungan sekolah, keluarga, RT, RW dan lingkungan lebih luas lagi.

Selain melakukan upaya memperkokoh Pancasila melalui pendidikan, hal lain yang perlu dilakukan adalah mendorong kegiatan pendidikan di luar sekolah, seperti pelatihan dan workshop. Pemerintah sebagai pembuat dan pelaksana kebijakan dapat  mendorong lebih kuat kegiatan komunitas melalui program-program sosial dan budaya yang mempromosikan nilai-nilai Pancasila dan melakukan Dialog Intergenerasi yaitu diskusi antar generasi untuk memperkuat pemahaman tentang Pancasila.

Penutup

Dalam upaya menghadapi dinamika perubahan global, upaya memperkokoh Pancasila sesuai Asta Cita Pertama Program Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka merupakan suatu harapan baru untuk membangun negara dan bangsa yang lebih berkeadilan.

Asta Cita diharapkan dapat membawa perubahan signifikan dalam pembuatan kebijakan yang dapat mengembalikan kedaulatan negara dalam mengelola negara untuk mencapai kesejahteraan rakyat.

Menghadapi tantangan internal dan eksternal dalam memperkokoh Pancasila, perlu adanya strategi terpadu dan efektif melalui sinergi antara pemerintah, masyarakat sipil dan lembaga pendidikan untuk memperkuat ideologi Pancasila.

Oleh karena itu, melalui HBN, masyarakat Indonesia diajak untuk mengingat pentingnya memperkokoh ideologi Pancasila secara terpadu dan efektif melalui sinergi semua pihak. Melalui HBN kita diajak memperkokoh persatuan dan kesatuan untuk memperkuat fondasi negara dan mempertahankan keberagaman yang ada. Harapannya, Pemerintah bersama masyarakat dapat membangun Indonesia yang lebih kuat, berkeadilan dan berkeadaban menuju Indonesia Emas 2045. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun