Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Guru di Ladang Sawit Malaysia, Local Heroes yang Tidak Boleh Terlupakan

22 Agustus 2024   05:40 Diperbarui: 22 Agustus 2024   09:22 950
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak PMI di CLC, Sumber Gambar: dokpri Aris Heru Utomo

Guru bina adalah guru Indonesia yang direkrut dan dibiayai Kemendikbudristek RI dengan tugas mengajar di berbagai CLC yang tersebar di Sabah. 

Sedangkan guru pamong adalah tenaga pengajar (Indonesia ataupun Malaysia) yang direkrut dan dibiayai oleh perusahaan perkebunan untuk membantu guru bina.

Guru-guru ini memiliki tugas mengajar mata pelajaran sesuai dengan kurikulum Indonesia, seperti Bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial serta Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

Saat berkunjung ke berbagai CLC, saya berkesempatan mengenal dan berbincang dengan beberapa guru bina dan pamong.

Dari perbincangan yang dilakukan dengan para guru dan menyaksikan sendiri di lapangan, saya mendapatkan pemahaman tentang tugas-tugas dan perjuangan para guru dalam mengelola dan memberikan pelajaran kepada anak-anak PMI yang belajar di CLC.

"Saya mengajar anak-anak PMI yang kebetulan memiliki nasib kurang beruntung, karena mereka harus tinggal di dalam ladang sawit. Kehidupan mereka pun serba terbatas, seperti listrik terkadang hanya hidup saat malam hari, ketersediaan air yang mengandalkan turunnya hujan, akses jalan dan infrastruktur yang tidak layak serta sulitnya sinyal telepon seluler," ujar seorang guru, sebut saja namanya Eko.

"Akan tetapi meskipun hidup di tengah keterbatasan, semangat anak-anak di sana untuk belajar sangatlah besar, dan itulah yang menjadi salah satu alasan saya mau bertahan di pedalaman perkebunan sawit di Sabah, Malaysia." ujarnya lagi

Selain keterbatasan akses dan infrastruktur belajar, banyak tantangan lain yang mesti dihadapi para guru di suatu CLC, antara lain banyak anak-anak usia sekolah yang malah belum pernah bersekolah sama sekali ketika suatu CLC didirikan.

"Meski usia seorang anak sudah sekitar 12 tahun, usia anak sekolah menengah pertama (SMP), namun tidak sedikit yang belum bisa membaca, bahkan untuk bertutur kata pun bercampur antara Indonesia, Melayu Sabah dan logat Bugis sesuai dengan asal orang tuanya yang mayoritas perantau dari Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur," ujar seorang guru bina lainnya.

"Disini kami kemudian memprioritaskan untuk pengajaran membaca dan berbahasa Indonesia kepada anak-anak tersebut. Setelah itu barulah memberikan pelajaran yang dibutuhkan. Tujuannya agar mereka bisa mengikuti ujian Kejar Paket A sehingga bisa mendapatkan ijazah setara lulusan sekolah dasar," tambahnya

Tantangan lainnya adalah bagaimana memberikan pemahaman sejarah Indonesia, wawasan kebangsaan dan ideologi negara yaitu Pancasila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun