Indonesia tanah airku tanah tumpah darahku
disanalah aku berdiri jadi pandu ibuku
Indonesia kebangsaanku bangsa dan tanah airku
Marilah kita berseru Indonesia bersatu
Begitu petikan bait lagu kebangsaan "Indonesia Raya" yang berkumandang di ruang kelas Sekolah Menengah Sri Pelangi di Lahad Datu, Sabah, Malaysia. Lagu tersebut dinyanyikan dengan khidmat oleh anak-anak Indonesia yang belajar di sekolah tersebut dan para orang tua mereka.
Saya senang mendengar mereka menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dengan lancar, pertanda semangat dan jiwa keindonesiaan masih melekat di hati dan pikiran mereka.
Terdapat sekitar 80 anak Indonesia yang belajar di sekolah menengah ini, hampir seluruhnya lahir dan besar di Sabah Malaysia. Orang tua mereka adalah warga negara Indonesia yang sudah lama menetap di Lahd Datu, Sabah, Malaysia, sebagai pekerja migran.
Karena lahir dan besar di Sabah, banyak di antara anak-anak tersebut yang tidak lagi mengenal Indonesia sebagai bangsa dan negaranya. Mereka lebih merasa sebagai orang Malaysia dan berkewarganegaraan Malaysia, meski tanpa dokumen kekonsuleran dan keimigrasian yang sah.
Adapun yang dimaksud dengan dokumen kekonsuleran adalah dokumen seperti surat kenal lahir, kartu tanda penduduk ataupun surat nikah. Sedangkan yang dimaksud dengan dokumen keimigrasian adalah paspor dengan visa yang menyertainya.
Dengan memiliki dokumen kekonsuleran dan keimigrasian yang sah, anak-anak Indonesia dapat belajar dengan nyaman dan bisa lebih terjamin kelanjutan pendidikannya di masa depan. Ada kesempatan bagi mereka untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, baik di Indonesia maupun di Malaysia sendiri. Begitu pun dengan orang tuan mereka, bisa tenang dalam bekerja tanpa khawatir dikejar-kejar pihak berwenang di Malaysia.
Dengan alasan tersebut di atas, saya dan staf di Konsulat RI di Tawau pun menyambut baik undangan Kepala Sekolah Menengah Sri Pelangi, Datuk Nagaraju, untuk berjumpa dengan anak-anak sekolah asal Indonesia dan orang tuanya. Kesempatan ini juga kami gunakan untuk jemput bola memproses dokumen kekonsuleran dan keimigrasian mereka. Terdapat 31 paspor baru yang dibuat dan 1 paspor diperpanjang masa berlakunya.
Selain melakukan pengurusan dokumen kekonsuleran dan keimigrasian, saya memanfaatkan kehadiran untuk "mengenalkan kembali Indonesia" kepada anak-anak Indonesia yang bersekolah di Sekolah Menengah Sri Pelangi dan para orang tuanya yang hadir.
Karena ini merupakan pertemuan pertama, saya mengenalkan kembali Indonesia dari hal-hal yang mendasar, seperti tentang presiden dan wakil presiden Indonesia sekarang ini dan berikutnya, sejarah ringkas kemerdekaan Indonesia, pengetahuan Pancasila hingga simbol-simbol negara yang terkait dengan bendera, lambang negara, lagu kebangsaan dan bahasa.
Materi dasar di atas perlu diperkenalkan kepada anak-anak Indonesia di Sekolah Menengah Sri Pelangi karena sebagai siswa yang bersekolah di Malaysia, tentu saja mereka belajar berdasarkan "Kurikulum Kerajaan Malaysia", dimana materi-materi yang diajarkan tentu saja berbeda dengan kurikulum pendidikan di Indonesia. Sebagai contoh, tidak ada pelajaran mengenai wawasan kebangsaan Indonesia dan Pancasila.
Ke depan, diharapkan bisa saja diajarkan materi-materi yang lebih mendalam mengenai keindonesiaan, misalnya mengenai dasar negara Pancasila, sehingga meskipun anak-anak tersebut berada di luar Indonesia, mereka masih tetap kenal dan cinta Indonesia. Mengenai hal ini, saya pun telah membicarakannya dengan Datuk Nagaraju.
Saya mengusulkan agar materi keindonesiaan diberikan secara regular di sekolahnya, misalnya dua kali dalam satu semester. Datuk Nagaraju pun menyambut baik usulan kami dan mempertimbangkan untuk memasukkannya dalam kegiatan ekstra kurikuler di hari Sabtu, sehingga tidak mengurangi jam pelajaran pada hari Senin-Jumat yang sudah ditentukan dalam kurikulum pendidikan Malaysia. (AHU)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H