Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Mengukur Kesuksesan Anak di Mata Orang Tua

9 Juli 2024   13:36 Diperbarui: 9 Juli 2024   16:54 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata seorang penyair Lebanon Khalil Gibran:

Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu
Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri
Mereka terlahir melalui engkau tapi bukan darimu
Meskipun mereka ada bersamamu tapi mereka bukan milikmu

Pada mereka engkau dapat memberikan cintamu, tapi bukan pikiranmu
Karena mereka memiliki pikiran mereka sendiri

Dari perkataan sKhalil Gibran, kita melihat bahwa orang tua tidak dapat melekatkan apapun kepada sang anak. Orang tua bisa memberikan cinta, tapi bukan pikirannya. Orang tua tidak bisa melekatkan segala hal yang ada pada dirinya kepada sang anak.

Orang tua boleh saja berpendidikan S3 atau berpangkat Jenderal, sesuatu yang bisa dijadikan indikator kesuksesan, tapi bagi sang anak yang tidak berpendidikan S3 atau tidak menjadi tentara bukan berarti tidak sukses. Sang anak memiliki pikiran dan jalan mereka sendiri untukj menjadi sukses. 

Sang anak bisa memilih jalannya sendiri menjadi seorang seniman, petani, pengusaha, pekerja biasa-biasa saja atau profesi apapun yang baik di masyarakat tanpa harus bergelar S3 atau melebih gelar/pangkat orang tua.

Bercermin dari diri sendiri, dulu sebagian dari orang tua kita mungkin menjadi pejabat atau berpendidikan tinggi, tapi ternyata sekarang anak-anaknya tidak menjadi pejabat atau berpendidikan tinggi.

Sebaliknya, ada sebagian dari kita yang dulu orangtuanya biasa-biasa saja, tidak menjadi pejabat kalaupun menjadi tentara/polisi pangkatnya tidak tinggi, sekarang justru sebaliknya, sang anak menjadi pejabat dan pensiun sebagai pejabat/tentara/polisi dengan pangkat yang tinggi.

Roda terus berputar, sekarang giliran kita yang menjadi orang tua melihat kehidupan anak-anaknya, anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri. Melihat tugas kita sebagai orang tua apakah sudah dijalankan dengan baik dan dapat pertanggungjawabkan kepada Yang Memberikan dengan baik. Allah SWT mengharapkan agar anak yang dititipkan kepada kita bertumbuh sehat 'raga, jiwa, dan rohani'.

Sebagai orang tua, kita menyadari bahwa anak-anak kita tak boleh merasakan kekerasan dalam bentuk apa pun, fisik maupun mental. Kekerasan terhadap anak acap terjadi karena orang tua lupa bahwa anak adalah milik Tuhan, bukan milik kita yang bisa kita perlakukan seenaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun