Kata seorang penyair Lebanon Khalil Gibran:
Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu
Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri
Mereka terlahir melalui engkau tapi bukan darimu
Meskipun mereka ada bersamamu tapi mereka bukan milikmu
Pada mereka engkau dapat memberikan cintamu, tapi bukan pikiranmu
Karena mereka memiliki pikiran mereka sendiri
Dari perkataan sKhalil Gibran, kita melihat bahwa orang tua tidak dapat melekatkan apapun kepada sang anak. Orang tua bisa memberikan cinta, tapi bukan pikirannya. Orang tua tidak bisa melekatkan segala hal yang ada pada dirinya kepada sang anak.
Orang tua boleh saja berpendidikan S3 atau berpangkat Jenderal, sesuatu yang bisa dijadikan indikator kesuksesan, tapi bagi sang anak yang tidak berpendidikan S3 atau tidak menjadi tentara bukan berarti tidak sukses. Sang anak memiliki pikiran dan jalan mereka sendiri untukj menjadi sukses.Â
Sang anak bisa memilih jalannya sendiri menjadi seorang seniman, petani, pengusaha, pekerja biasa-biasa saja atau profesi apapun yang baik di masyarakat tanpa harus bergelar S3 atau melebih gelar/pangkat orang tua.
Bercermin dari diri sendiri, dulu sebagian dari orang tua kita mungkin menjadi pejabat atau berpendidikan tinggi, tapi ternyata sekarang anak-anaknya tidak menjadi pejabat atau berpendidikan tinggi.
Sebaliknya, ada sebagian dari kita yang dulu orangtuanya biasa-biasa saja, tidak menjadi pejabat kalaupun menjadi tentara/polisi pangkatnya tidak tinggi, sekarang justru sebaliknya, sang anak menjadi pejabat dan pensiun sebagai pejabat/tentara/polisi dengan pangkat yang tinggi.
Roda terus berputar, sekarang giliran kita yang menjadi orang tua melihat kehidupan anak-anaknya, anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri. Melihat tugas kita sebagai orang tua apakah sudah dijalankan dengan baik dan dapat pertanggungjawabkan kepada Yang Memberikan dengan baik. Allah SWT mengharapkan agar anak yang dititipkan kepada kita bertumbuh sehat 'raga, jiwa, dan rohani'.
Sebagai orang tua, kita menyadari bahwa anak-anak kita tak boleh merasakan kekerasan dalam bentuk apa pun, fisik maupun mental. Kekerasan terhadap anak acap terjadi karena orang tua lupa bahwa anak adalah milik Tuhan, bukan milik kita yang bisa kita perlakukan seenaknya.
Kita memahami dan menyadari bahwa anak tak hanya butuh pangan, sandang, dan papan. Anak-anak membutuhkan makanan jiwa dan makanan rohani. Anak-anak membutuhkan nilai-nilai, yang semuanya tak bisa hanya diajarkan dengan kata-kata, melainkan dengan contoh-teladan. Anak belajar dari lingkungannya, terutama lingkungan terkecil bernama keluarga.
Sebagai orang tua, akhirnya kita bersyukur kepada Allah SWT bahwa anak-anak kita tahu menjaga diri, tahu menempatkan diri, penuh pengertian kepada diri sendiri dan sesama, hormat kepada diri sendiri dan sesama, mandiri secara mental, spiritual, dan ekonomi. Bersyukur bahwa anak-anak kita harus bisa hidup berdampingan dengan siapa saja secara damai, penuh pengertian, dan toleransi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H