Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kaji Ulang Perubahan UUD 1945 Menurut Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri

20 Juni 2024   08:25 Diperbarui: 20 Juni 2024   09:04 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Kaji Lang Perubahan UUD 1945,  sumber gambar: Dokpri Aris Heru Utomo

Beberapa waktu lalu muncul berita mantan Ketua MPR RI 1999-2004 Amien Rais mendatangi gedung MPR RI untuk bertemu dengan Ketua MPR RI saat ini, Bambang Susatyo.

Tujuan pertemuan salah satunya adalah menyampaikan dukungannya terhadap perubahan (amandemen) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang pada masa kepemimpinannya sudah diamandemen 4 kali.

Amien Rais mendukung amandemen UUD1945, khususnya untuk mengubah tata cara pemilihan presiden dan wakil presiden.

Menurutnya, wacana mengembalikan tata cara pemilihan presiden tidak langsung, datang dari pengamatannya bahwa demokrasi Indonesia mengalami kemunduran akhir-akhir ini. Di antaranya, kata dia, dengan adanya sosok pemimpin negara yang tidak mengerti demokrasi.

Salah satu ketentuan yang perlu diamandemen adalah soal pemilihan presiden langsung untuk dikembalikan ke pemilihan oleh MPR RI.

Gagasan atau pembicaraan untuk kembali melakukan amandemen terhadap UUD 1945 sebenarnya bukan hal yang baru.

Dari buku yang ditulis FOKO (Forum Bersama Purnawirawan TNI-Polri) dan Organisasi Mitra Seperjuangan berjudul Kaji Ulang Perubahan UUD 1945 dan diterbitkan pada Juni 2019 diketahui bahwa sejak 1999 FOKO telah mengingatkan agar proses amandemen dilakukan secara hati-hati dan waspada.

"Menyikapi keadaan tersebut, sejak dimulainya amandemen UUD 1945 pada tahun 1999 para purnawirawan yang tergabung dalam FOKO jktelah berusaha keras mengingatkan bahwa mendesak kepada MPR serta masyarakat luas agar proses amandemen dilakukan secara hati-hati dan waspada. Namun segala upaya purnawirawan TNI Polri bagaikan "berteriak di padang pasir" sehingga bak "anjing menggonggong kafilah tetap berlalu" amandemen demi amandemen tetap berlangsung dari tahun 1999 s.d 2022.

Menyadari bahwa pendapatnya dipandang bak angin lalu, maka FOKO pun sejak 2013 membentuk Tim Perumus untuk menyusun konsep tentang strategi dan materi Kaji Ulang Perubahan UUD 1945. Hasilnya sudsh diserahkan kepada pimpinan MPR RI 2009-2014 dan 2014-2019. Nah MPR RI 2014-2019 inilah yang kemudian membentuk Lembaga Pengkajian MPR secara non struktural dan Badan Pengkajian MPR secara struktural, untuk melakukan pengkajian terhadap sistem ketatanegaraan.

Saya sendiri mendapatkan informasi langsung mengenai keberadaan buku Kaji Ulang Perubahan UUD 1945 yang ditulis FOKO tersebut dari Wakil Ketua Dewan Pengarah BPIP, Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno dalam beberapa kali kesempatan saya bertemu beliau. Dalam buku ini sendiri tercatat nama Pak Try sebagai Dewan Pengarah bersama Jenderal TNI (Purn) Widjojo Soejono dan Letnan Jenderal TNI (Purn) Kiki Syahnakri.

Pada saat itu Pak Try sebenarnya memberikan satu hard copy buku tersebut kepada tim kami di BPIP, namun saya tidak tahu pasti dimana keberadaan buku tersebut sekarang karena sejak awal saya tidak memegangnya. Setelah browsing di toko buku online, saya sendiri kemudian berhasil mendapatkan copy buku tersebut sejak tahun lalu.

Banyak catatan-catatan kritis dari FOKO yang menarik untuk disimak dan dikaji bersama terkait Kaji Ulang Perubahan UUD 1945. FOKO mencatat terdapat 7 (tujuh) alasan pokok yang dikemukakan terkait amandemen, yaitu:  

1.Perubahan dilakukan bukan pada waktu yang tepat dan terburu-buru.
2.Perubahan dilakukan tanpa grand desain, penuh emosionial dan dendam politik.
3.Perubahan dilakukan oleh politisi yang tidak memahami apa dan siapa UUD 1945 dan bukan oleh negarawan.
4.Terperangkap oleh konspirasi asing di tengah suasana gaduh, kacau dan kalut.
5.Bertentangan dengan pembukaan undang-undang dasar 1945 yang merupakan abstraksi dari cita-cita kemerdekaan
6.UUD 1945 hasil perubahan tidak memenuhi cita UUD dan cita hukum
7.Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tentang diberlakukannya kembali ke undang-undang dasar 1945 sampai saat ini belum dicabut.

Selain itu, FOKO menilai bahwa dari 5 (lima) kesepakatan MPR RI, 3 (tiga) kesepakatan telah dilanggar oleh MPR RI sendiri, yaitu:

1.Semula disepakati tidak menghilangkan / menghapus naskah penjelasan undang-undang 1945 yang asli. Naskah penjelasan harus menjadi satu kesatuan dengan UUD 1945 asli. Dalam kenyataannya MPR telah menetapkan amandemen UUD 1945 tanpa menyertakan Penjelasan UUD 1945.
2.Semula MPR menetapkan, bahwa perubahan UUD 1945 itu disertai adendum tetapi yang dilaksanakan adalah amandemen.
3.Semula MPR berketetapan, bahwa sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem semi presidensial. Dengan amandemen UUD 1945 yang berlaku adalah sistem presidensial.

Menyikapi hal-hal tersebut di atas maka FOKO menyimpulkan bahwa kaji ulang perubahan UUD 945 adalah suatu kebutuhan yang mendesak dan penting titik upaya itu ditempuh apabila terjadi situasi yang tidak diinginkan bangsa Indonesia sudah siap dengan perangkat hukumnya, yaitu hasil kajian ulang perubahan undang-undang 45 disertai adendum

Adapun rekomendasi yang diberikan FOKO adalah:

1.Pancasila sebagai dasar negara perlu dirumuskan dalam batang tubuh titik dalam alinea 4 pembukaan UUD 1945 memang susunan Negara Republik Indonesia terdiri dari lima dasar (sila) tetapi belum diberi nama Pancasila karena penegasan nama Pancasila sebagai dasar negara itu perlu dimuat dalam salah satu pasal guna menghindari salah tafsir pemahaman Pancasila sebagai dasar negara (18 Agustus 1945) maupun kelahiran Pancasila (1 Juni 1945);
2.Mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, wujud rakyat berdaulat dengan tugas membentuk UUD, memilih dan melantik presiden dan wakil presiden serta membuat gabus MPR adalah lembaga tertinggi negara yang terdiri atas anggota-anggota DPR, utusan-utusan dari daerah-daerah dan usulan dari golongan-golongan;
3.Demokrasi Indonesia adalah demokrasi perwakilan di mana anggota DPR DPRD 1 dan DPRD 2 dipilih secara langsung gubernur, bupati, walikota dipilih oleh DPRD 1 dan 2 hasil pemilu sedangkan presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR;
4.UUD 1945 terdiri dari pembukaan batang tubuh dan penjelasan yang merupakan satu kesatuan yang utuh titik penjelasan UUD 1945 merupakan tafsiran resmi dan otentik. Karena itu penjelasan UUD 1945 harus tetap ada dan tidak ada perubahan;
5.Berlakunya perubahan UUD 1945 di samping memuat persyaratan yang berlaku dalam UUD 1945 harus dilakukan melalui referendum dan disertai dengan adendum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun