"Ketika aku masih bocah kecil, mungkin berumur 2 tahun Ibu telah memberkatiku. Dia bangun sebelum matahari terbit dan di dalam kegelapan di beranda rumah kami yang kecil, dia duduk tidak bergerak tanpa melakukan apa-apa dan tanpa bicara, hanya memandang ke arah timur dan dengan sabar menantikan datangnya fajar".
"Ketika aku terbangun dan mendekatinya, dia mengulurkan kedua belah tangannya dan meraih badanku ke dalam pelukannya, lalu pelan-pelan mendekap tubuhku ke dadanya. Beberapa saat kemudian dia berkata dengan lembut "Anakku, engkau sedang memandang matahari terbit, dan engkau anakku, kelak akan menjadi orang yang mulia, pemimpin besar dari rakyatmu karena Ibu melahirkan mu disaat fajar".
Demikian cerita Sukarno atau Bung Karno kepada Cindy Adam dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia mengenai kelahirannya di sebuah rumah sederhana tanpa halaman di Gang Pandean IV No. 40, Peneleh, Surabaya. Rumah yang kini oleh Pemerinta Kota Surabaya dijadikan museum menjadi saksi tempat lahir Soekarno atau Bung Karno, Presiden pertama Republik Indonesia, pada 6 Juni 1901 atau 123 tahun yang lalu.
Tahun lalu Penulis pernah berkunjung ke rumah tempat kelahiran Bung Karno tersebut dan di dinding ruang tamu terdapat tulisan dari pernyataan Bung Karno, "Saya dilahirkan di Surabaya, jadi saya arek Suroboyo".
Tulisan tersebut diambil dari pernyataannya saat menghadiri penerimaan gelar honoris causa (HC) ke-25 untuk di dirinya pada tahun 1964 di Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung. Dalam pidatonya, ia meminta melakukan koreksi mengenai asal-usul tempat kelahirannya, bukan di Kota Blitar, melainkan di Kota Surabaya.
"Satu koreksi kecil kepada rektor yang ditulis dalam piagam yang dibacakan oleh Bung Karno adalah ia mengatakan, 'Saya dilahirkan tanggal 6 Juni 1901 di Blitar, itu salah. Saya dilahirkan di Surabaya, jadi saya arek Suroboyo'," ungkap Bung Karno.
Meskipun demikian, walau Bung Karno telah mengeluarkan pernyataan bahwa dirinya lahir di Surabaya, namun masih banyak yang mengira bahwa tempat lahir Bung Karno di Blitar, tempat kediaman kedua orang tua. Bahkan seperti pengakuan Sukardi Rinakit, penulis teks pidato Presiden Joko Widodo, situs Tropenmuseum.nl, pun masih menyebutkan bahwa Bung Karno lahir di Blitar:
"Soekarno (ook wel gespeld als Sukarno), geboren als Kusno Sosrodihardjo, Blitar, 6 Juni 1901- Jakarta 21 Juni 1970) was de eerste president van de Republiek Indonesia". (Terjemahan: Soekarno (juga dieja Sukarno), lahir Kusno Sosrodihardjo, Blitar, 6 Juni 1901- Jakarta 21 Juni 1970) adalah presiden pertama Republik Indonesia). Â
Terlepas dari polemik tempat kelahirannya, Bung Karno, seperti dikatakan Ben Anderson, pada dasarnya adalah manusia zamannya: masa pergerakan kebangsaan yang penuh lintasan pemikiran dan aksi dari seluruh dunia.
Dengan lahir pada 1901, Bung Karno menjadi salah seorang yang beruntung bisa belajar dari pemikiran para perintis-perintis besar gerakan-gerakan pembebasan di Asia dan di Timur Tengah seperti Jos Rizal, (pahlawan dan martir nasional Filipina lahir pada tahun 1861 dan dieksekusi  penjajah Spanyol pada 1896), Sun Yat-sen (tokoh besar nasionalisme Tionghoa, lahir pada tahun 1866, dan meninggal tahun 1925 atau dua tahun sebelum PNI dibentuk), Mahatma Gandhi (tokoh nasional India yang lahir pada tahun 1869, dan sudah terkenal di seluruh dunia ketika Bung Karno anak-anak) dan Mustafa Kemal Atatrk (Presiden pertama Turki kelahiran 1881 dan menjabat sebagai presiden dari 1923-1938, masa ketika Bung Karno masih kuliah HBS).
Dengan lahir pada 1901 pula, Bung Karno kecil mendengar kemenangan Jepang atas Rusia di tahun 1905, kemenangan yang mampu menginspirasi negara-negara lain untuk bangkit dan percaya diri bahwa bangsa Asia bukan bangsa yang inferior dibandingkan bangsa Eropa. Bahwa bangsa Asia dapat membebaskan diri dari praktik imperialisme dan kolonialisme di kawasan Asia.