Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Melongok Petruk Berkuasa dan Lupa Daratan Lewat Pameran Melik Nggendong Lali

23 Mei 2024   07:30 Diperbarui: 23 Mei 2024   07:37 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sketas karya Butet Kertarajasa, Tuli Permanen,  sumber gambar: Aris Heru Utomo

Sosok Petruk mengenakan busana raja Surakarta setinggi sekitar 2 meter berdiri di ruang depan  Gedung A Galeri Nasional Jakarta. Wajah patung tersebut berwarna emas dengan postur mendongak ke atas, juga memiliki hidung panjang.

Di belakang patung, ada tulisan 'Melik Nggendong Lali' cukup besar dengan cat berwarna hitam. Warna merah dan putih turut mendominasi tulisan 'Melik Nggendong Lali' di belakang patung.

Patung Petruk tersebut sendiri merupakan salah satu dari sejumlah karya seniman Butet Kertarajasa (BK) yang dipajang di Gedung A Galeri Nasional Jakarta dalam pameran yang berlangsung dari 1-25 Mei 2024 dengan tema 'Melik Nggendong Lali' dan berlangsung dari 1-25 Mei 2024.

"Iya, wajah emas itu berarti kepemilikan harta dan kekuasaan sering kali membuat orang lupa. Lupa asalnya dari mana," ujar BK ketika berbincang sejenak dengan penulis di ruang pamer.

Judul pameran berangkat dari peribahasa Jawa Melik Nggendong Lali. Yang artinya menginginkan sesuatu hingga lupa daratan dan melakukan hal yang tidak semestinya," jelas BK.

Seperti disampaikan kurator pameran, Asmuji J Irianto, Karya-karya dalam pameran ini diawali oleh laku spiritual BK, yaitu ritual penulisan nama berulang-ulang pada secarik kertas. Tujuan untuk memicu energi semesta agar BK mendapatkan kebaikan dan keberuntungan dalam hidupnya, layaknya doa untuk sugesti personal.

Ditambahkan oleh Asmuji bahwa laku spiritual yang disebut BK sebagai wirid visual didapatkan dan diajarkan ole Arkand Bodhana Zeshapraina (1971-2020) disebut sebagai Manutiras, yaitu ritual menuliskan nama berulang-ulang setiap hari-yang sebelumnya dianalisis oleh Arkand apakah nama bersangkutan sudah sejalan dengan takdir baik, jika belum, dapat dirubah sesuai rumus Manutiras. Nama BK yang dianggap bertuah adalah nama lengkap lahirnya, Bambang Ekolojo Butet Kartaredjasa. Itulah nama yang terus menerus ditulis oleh BK setiap hari selama 90 hari, tanpa putus sebagai periode katam, dan bisa terus diulang.

Berdasarkan laku wirid visual yang dilakukannya, BK telah menyelesaikan 500 karya. Namun seelah dikurasi, hanya 360 karya seni rupa yang dipamerkan. Karya seni itu dituangkan dalam beragam media. Dari sketsa, lukisan, patung, sulam, keramik, bahkan instalasi.

Dari 360 karya seni yang dipamerkan, sosok Petruk tampaknya menjadi karya yang menonjol. Selain patung Petruk setinggi 2 meter berwajah emas yang menggambarkan sosok seseorang yang memilik harta dan kekuasaan, namun sering kali membuat orang lupa. Lupa asalnya dari mana, terdapat pula sebuah sketsa berjudul Tuli Permanen. Sebuah sketsa dari salah satu tokoh punakawan, Petruk, berbusanai baju raja Surakarta. Lalu, di telinganya tersumpal sesuatu.

Sketas karya Butet Kertarajasa, Tuli Permanen,  sumber gambar: Aris Heru Utomo
Sketas karya Butet Kertarajasa, Tuli Permanen,  sumber gambar: Aris Heru Utomo
"Itu menggambarkan situasi politik Indonesia, Petruk menjadi ratu," ujar BK.

"Dalam menggambarkan situasi politik Indonesia, tampak ada kemarahan yang meluap-luap seperti kuatnya warna merah di beberapa karya dan juga umpatan "asu atau asuwook", benarkah demikian?,' tanya penulis

"Iya, benar. Tapi kemarahan yang saya kemas dalam karya seni," jawab BK

Apa yang disampaikan BK ada benarnya karena semua kemarahan atau kegelisahannya dan hasil dari laku wirid visualnya diwujudkan dalam karya seni yang apik. Sebagai contoih bagaimana BK menggambarkan kondisi perpolitikan saat ini lewat karya "Koalisi Indonesia Mundur". BK sepertinya ingin menggambarkan kelucuan perpolitikan tanah air lewat sosok-sosok badut sedang berakrobat. Dihadirkan pula sosok badut berpeci sedang menggigit sendal jepit.

Ada juga karya seni berbahan kramik berjudul "Pertanyaan Ngawur" yang menampilkan pertanyaan "apa agamamu" dan dijawab "Mbuh".

Pertanyaan Ngawur, sumber gambar: Aris Heru Utomo
Pertanyaan Ngawur, sumber gambar: Aris Heru Utomo

Menyaksikan karya-karya seni BK dalam pameran ini, pengunjung seperti dihadapkan pada pilihan-pilihan bebas dalam menafsirkan setiap karya yang ditampilkan. Dalam kajian hermeneutis, salah satu kajian filsafat bahasa yang mencoba meletakkan teks dalam perspektif yang lebih substansial yang disebut "inner meaning of the text", penafsiran ini pasti melampaui makna-makna tekstualis litterer ad hoc bahkan melampaui relasi teks dengan konteks atau kontekstualisasi teks.

Disinilah bisa disebut bahwa pengarang itu telah terbunuh dalam pameran. Makna dari seni itu bukan lagi berasal dari seniman, pengarang, atau pembuatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun